Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Joko Driyono menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019). Mantan Ketua Umum PSSI itu divonis 1 tahun 6 bulan penjara lantaran terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan alternatif kedua subsider Pasal 235 jo Pasal 233 jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-2 KUHP.
ADVERTISEMENT
Menanggapi putusan majelis hakim, kuasa hukum Jokdri—sapaan Joko Driyono—bakal memikirkan langkah hukum selanjutnya.
“Saya menyampaikan bahwa alasan pikir-pikir karena kami masih mempunyai bahan-bahan untuk mempersoalkan keputusan majelis ini ke tingkat yang lebih tinggi. Ada waktu tujuh hari memutuskan apakah banding atau menerima putusan," ujar Mustofa Abidin, kuasa hukum Jokdri.
"Sejak awal saya berpikir ini perkara sederhana. Cuma orangnya saja tidak sederhana. Dan, pasal-pasal tentang kejahatan terhadap pejabat umum atau penguasa umum ini sangat jarang sekali kasus-kasusnya,” jelas Mustofa.
Bahan-bahan yang dimaksud Mustofa terkait Pasal 233 KUHP. Seperti diketahui, bunyi Pasal 233 sebagai berikut.
“Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum.”
ADVERTISEMENT
Mustofa menilai, majelis hakim memperluas makna menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang. Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan bersalah karena Jokdri mempersulit proses penyidikan dengan mengambil barang-barang di area yang sudah dipasang garis polisi.
Mustofa tak sependapat. Ia mengungkapkan pokok permasalahan Pasal 233 itu bahwa barang-barang yang dimaksud merupakan barang bukti dalam perkara lain.
“Terdakwa murni niatnya menyelamatkan dan mengamankan barang pribadinya saja. Kekhawatiran terdakwa bahwa penggeledahan akan membabi buta dan dia takut barang pribadinya hilang atau tercecer," jelas Mustofa.
"Perdebatan ini sudah terjadi sebelumnya. JPU menganggap tidak penting pokok barang bukti atau tidak. Makanya kami masih belum melihat pertimbangan hukum majelis hakim fokus pada hal pokok permasalahan Pasal 233 itu. Itu barang bukti atau tidak,” kata Mustofa.
ADVERTISEMENT
Lalu, kata Mustofa, majelis hakim memperluas makna memanjat yang disebutkan dalam amar putusan. Ia menyebut tindakan saksi Mardani Mogot dan Mus Muliadi masuk ke ruangan Jokdri di lantai 2 Rasuna Office Park blok DO-07 bukan sebagai tindakan memanjat. Begitu juga dengan akses pintu ruangan Jokdri yang juga dimiliki Mardani, yang menurut Mustofa, tak masuk anak kunci palsu.
Terlepas dari itu, kuasa hukum Jokdri menegaskan bahwa kliennya terbukti tak terlibat kasus pengaturan laga. Pernyataan itu juga disampaikan majelis hakim dalam pembacaan putusan.
“Tidak ada barang-barang (yang diamankan Jokdri) terkait pengaturan laga atau perkara di Persibara Banjarnegara. Tadi juga disebutkan majelis hakim bahwa hal-hal yang meringankan di antaranya terdakwa sopan, berjasa dalam olahraga, dan tidak terlibat match fixing di Banjarnegara,” tutur Mustofa.
ADVERTISEMENT