Melepas Maurizio Zamparini, Mengenang Kehebatan Palermo Miliknya

5 Desember 2018 17:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Selebrasi gol Palermo yang kala itu masih diperkuat Andrea Barzagli, Cristian Zaccardo, Mark Bresciano, dan David Di Michele. (Foto: AFP/Marcello Paternostro)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol Palermo yang kala itu masih diperkuat Andrea Barzagli, Cristian Zaccardo, Mark Bresciano, dan David Di Michele. (Foto: AFP/Marcello Paternostro)
ADVERTISEMENT
"Aku tidak tahu apakah ini hari yang sedih atau bahagia untukku. Aku sudah menemukan mereka yang akan meneruskan pekerjaanku dan kupikir ayah mana pun akan bahagia jika anaknya bersedia meneruskan apa yang dia lakukan. Hari ini aku berikan kado terakhirku untuk Palermo, dengan mempercayakannya pada orang-orang yang mampu secara finansial," kata Maurizio Zamparini dalam sebuah konferensi pers, Selasa (4/12/2018).
ADVERTISEMENT
Era itu akhirnya berakhir juga. Setelah enam belas tahun, satu trofi Coppa Italia, dua gelar Serie B, lima keikutsertaan dalam ajang Piala UEFA/Europa League, dan lebih dari 40 kali pergantian pelatih, Zamparini resmi melepas kepemilikan Palermo. Terhitung sejak Minggu (2/12/2018) WIB, Palermo telah menjadi milik sebuah konsorsium asal Inggris, Global Futures Sports (GFS).
Tidak banyak uang yang harus dikeluarkan GFS untuk mengambil alih kepemilikan Palermo. Oleh Zamparini, klub asal Pulau Sisilia itu dilego dengan harga 10 euro. Akan tetapi, harga itu hanyalah harga simbolis karena GFS selaku pemilik baru memiliki tugas yang tidak ringan.
Pertama, GFS haru melunasi utang Palermo yang nilainya ada di kisaran 22,8 juta euro. Setelah itu, mereka juga harus merampungkan pembangunan stadion serta markas latihan baru.
ADVERTISEMENT
Mantan presiden Palermo, Maurizio Zamparini. (Foto: AFP/Marcello Paternostro)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan presiden Palermo, Maurizio Zamparini. (Foto: AFP/Marcello Paternostro)
Zamparini sendiri sebenarnya sudah berhenti menjadi presiden klub sejak akhir musim lalu ketika Palermo harus kembali bermain di Serie B usai terdegradasi dari Serie A. Ada alasan khusus bagi sosok 77 tahun itu untuk menjual Palermo, yakni karena dalam beberapa bulan terakhir, klub berjuluk Rosanero itu sudah terlilit masalah hukum yang pelik.
Pada musim lalu Palermo sebenarnya memiliki kesempatan besar untuk menggapai promosi ke Serie A setelah finis di peringkat empat Serie B. Namun, dalam final play-off, Aleksandar Trajkovski cs. dikalahkan oleh Frosinone dengan agregat 2-3. Saat ini, peluang itu kembali terbuka dengan keberhasilan Palermo menduduki peringkat satu klasemen sementara Serie B.
Zamparini membeli Palermo dengan harga 15 juta euro dari tangan Franco Sensi yang juga merupakan pemilik Roma saat itu. Sedari awal, tujuan Zamparini sudah jelas, yakni membawa Palermo kembali ke Serie A. Setelah gagal pada percobaan pertama, Palermo akhirnya promosi ke Serie A pada musim 2003/04.
ADVERTISEMENT
Musim 2004/05, alias musim pertama Palermo di Serie A setelah 31 tahun, mereka langsung menggebrak. Dipimpin Luca Toni di lini depan, Palermo finis di urutan enam klasemen sekaligus mengunci satu tempat di Piala UEFA musim 2005/06. Ini adalah awal dari era keemasan Palermo yang berakhir pada musim 2007/08.
Luca Toni merayakan gol untuk Palermo pada 2005. (Foto: AFP/Paco Serinelli)
zoom-in-whitePerbesar
Luca Toni merayakan gol untuk Palermo pada 2005. (Foto: AFP/Paco Serinelli)
Pada era keemasan itu Palermo diperkuat sejumlah pemain yang nantinya akan membawa Italia juara dunia di Jerman. Selain Toni yang akhirnya dijual ke Fiorentina, ada pula nama Andrea Barzagli, Fabio Grosso, Cristian Zaccardo, serta Simone Barone. Dari semua pemain itu, Barzagli-lah yang pada akhirnya mengecap kesuksesan terbesar sebagai pemain ketika hengkang ke Juventus.
Model bisnis Palermo era Zamparini mirip dengan model bisnis klub-klub seperti Porto dan Udinese. Mereka mendatangkan pemain potensial dengan harga murah untuk menjualnya dengan harga selangit di kemudian hari. Selain jagoan-jagoan Italia tadi, Palermo cukup rajin mendatangkan pemain dari Amerika Selatan serta Eropa.
ADVERTISEMENT
Dari Italia, beberapa nama besar yang mencuat selain para pemenang Piala Dunia tadi adalah Salvatore Sirigu, Matteo Darmian (yang diselamatkan dari ketidakjelasan karier di Milan), Federico Balzaretti, Antonio Nocerino, serta Andrea Belotti. Ini belum termasuk pemain-pemain yang akhirnya melegenda di sana seperti Eugenio Corini dan Fabrizio Miccoli.
Lalu, dari Amerika Selatan, muncul nama macam Edinson Cavani, Carvalho Amauri, Franco Vazquez (yang akhirnya menjadi oriundo di Timnas Italia), serta Javier Pastore. Kemudian, dua nama Eropa daratan yang paling mencolok adalah Simon Kjaer dan Kamil Glik, walau Josip Ilicic juga tidak bisa dilupakan begitu saja.
Sayangnya, model bisnis seperti ini tetap tidak bisa menjaga stabilitas klub. Terlebih, Zamparini doyan sekali mengganti pelatih. Selain menjadi kuda hitam, Palermo pun kemudian juga menyandang status sebagai tim yoyo karena rajin bolak-balik Serie A dan Serie B. Seringkali, Palermo jadi terlalu lemah untuk berada di Serie A tetapi terlalu kuat untuk terus-terusan berkubang di Serie B.
ADVERTISEMENT
Begitulah perjalanan Palermo bersama Zamparini. Begitu fluktuatif, begitu labil. Ketika sedang kuat, mereka bisa kuat sekali. Begitu pun sebaliknya. Setelah 16 tahun bak rollercoaster, Palermo kini menyongsong era baru, di mana mantan pemain Sampdoria dan Juventus, David Platt, akan menjadi salah satu pemiliknya.
Terlepas dari kontroversi-kontroversinya, Zamparini adalah seorang pahlawan. Apalagi, pemilik jaringan swalayan Emmezeta ini juga dikenal sebagai sosok vokal dalam perlawanan terhadap mafia Sisilia. Pada 2011 lalu, Zamparini pernah mendapat ancaman lewat paket berisikan kepala kambing.
Sebagai respons atas kejadian itu, Zamparini berkata, "Aku bahagia karena dari sini sudah terbukti bahwa Palermo adalah adalah klub bersih yang dijalankan oleh orang-orang baik."
Ya, era Zamparini memang telah usai. Namun, segala yang dia lakukan, segala yang Palermo raih pada masa itu, dan semua yang pernah dilakukan para pemain hebat dalam balutan seragam merah jambu itu tidak seharusnya dilupakan begitu saja.
ADVERTISEMENT