Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
30 Ramadhan 1446 HMinggu, 30 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Mengenal Pep Guardiola, Mengenal Hasratnya Terhadap Sepak Bola
16 April 2018 14:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB

ADVERTISEMENT
Perjalanan panjang itu akhirnya selesai. Manchester City, yang memang sudah tampil dominan sejak awal musim 2017/18, akhirnya memenangi gelar Premier League. Gelar yang sempat hilang itu akhirnya kembali lagi ke Stadion Etihad.
ADVERTISEMENT
Kepastian Manchester City meraih gelar juara ini didapat setelah pada Minggu (15/4/2018) kemarin, Manchester United kalah dari West Bromwich Albion dalam laga pekan ke-35 Premier League musim 2017/2018 di Old Trafford. Di sisi lain, City sukses menaklukkan Tottenham Hotspur di Wembley dengan skor 3-1.
Di balik suksesnya Manchester City mendapatkan gelar Premier League musim 2017/2018 (juga gelar Piala Liga Inggris), ada satu nama yang memiliki peran cukup besar. Seperti yang pernah dia lakukan di Spanyol dan Jerman, di Inggris, dia sukses menancapkan kekuasaannya, walau membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dia adalah Pep Guardiola.
Di bawah asuhan Pep pada musim 2017/2018, The Citizens muncul sebagai salah satu kesebelasan yang cukup mengerikan. Di ajang Premier League, selain sukses menorehkan gelar juara, dia juga sukses mencatatkan rekor apik. City menjadi klub dengan cetakan gol terbanyak sejauh ini di Premier League dengan torehan 93 gol, juga menjadi tim yang paling sedikit kebobolan dengan jumlah 25 gol.
ADVERTISEMENT
Melihat catatan di atas, terasa jelas dominasi City pada ajang Premier League musim 2017/2018. Namun, lebih jauh, dominasi ini memang perwujudan dari pribadi Pep sendiri. Memang, seperti apa, sih, pribadi Pep itu? Apakah dia sosok yang menyeramkan? Apakah benar dia memang sesosok robot yang selama ini hanya memikirkan sepak bola saja?
Pep, Sosok yang Memiliki Hasrat Tinggi Terhadap Sepak Bola
Jangan ragukan hasrat seorang Pep Guardiola terhadap sepak bola. Hasrat Pep terhadap olahraga paling populer di dunia ini, mungkin hanya bisa disamai oleh salah satu tokoh anime terkenal, yaitu Captain Tsubasa. Hampir selama 24 jam sehari, Pep selalu memikirkan tentang sepak bola.
Asisten pribadinya, Manel Estiarte, dalam buku 'Pep Confidential' menyebut bahwa ada momen ketika seorang Pep seperti sedang mendengarkan seseorang berbicara, mengangguk-ngangguk, tapi sebenarnya dia sedang memikirkan bek kiri lawan. Waktu bangun Pep adalah waktu ketika dia memikirkan sesi latihan yang akan diberikan, memikirkan skema taktikal, dan memikirkan bagaimana caranya mengalahkan lawan.
ADVERTISEMENT
Namun, Manel juga menyebut bahwa Pep bukanlah sosok yang lupa akan kehidupan pribadinya. Ada sebuah aturan bernama 'Aturan 32 Menit'. Waktu 32 menit dalam sehari ini adalah waktu ketika Pep melepaskan diri dari sepak bola untuk sementara. Dalam waktu tersebut, dia akan makan, bercengkrama dengan ketiga anaknya, yaitu Maria, Marius, dan Valentina, serta bercengkarama juga dengan istrinya, Cristina Serra.
Setelah waktu 32 menit tersebut, Pep akan kembali mengunci diri di kantornya, memikirkan taktik serta hal-hal yang berkaitan dengan timnya, serta memikirkan lawan-lawan yang akan dia hadapi di depan. Hasratnya yang kuat akan sepak bola inilah yang membikin orang-orang sadar bahwa tidak ada yang lebih memahami sepak bola selain Pep.
Cair, Fleksibel, dan Tidak Menutup Diri pada Inovasi Taktik
ADVERTISEMENT
Bagi Pep, formasi hanyalah sekumpulan "nomor telepon" yang tidak memiliki makna sama sekali. Dalam setiap permainan, dia tidak terpaku dalam satu skema saja. Aspek kecairan dan fleksibilitas adalah dua hal penting dalam permainan tim yang diasuh oleh Pep Guardiola.
Karena aspek kecairan dan fleksibilitas ini, maka tak heran jika para pemain yang ada di bawah asuhan Pep harus mampu bermain dalam peran yang berbeda-beda. Karena cairnya permainan dari Pep ini, tak jarang dia mampu mengubah skema dalam satu pertandingan selama berkali-kali, tergantung dari situasi dan kondisi yang terjadi.
Selain itu, karena kecairan dan fleksibilitas yang dimiliki Pep, tak heran dia mampu menjadi inovator dari sebuah taktik. Salah satu inovasi yang pernah dia lakukan adalah memberikan peran false nine kepada seorang Lionel Messi. Sebuab inovasi taktik yang mengantarkan Barcelona meraih kemenangan atas Real Madrid dengan skor 6-2 pada 2009 silam.
ADVERTISEMENT
Di City, inovasi taktik yang berhasil dia lakukan adalah dengan memaksimalkan para bek sayap yang dia beli pada bursa transfer musim panas 2017 silam. Hasilnya, dapat kita lihat dalam permainan City sekarang ini. Sebuah permainan yang cair sekaligus juga menusuk, dengan dominasi bola yang tetap terjaga karena para bek sayap yang menyajikan opsi melebar.
Sosok yang Ketat Soal Nutrisi
Nutrisi kerap menjadi hal yang dianggap tidak terlalu penting bagi para pesepak bola. Namun, bagi Pep, nutrisi adalah sebuah hal yang perlu diseriusi. Di mata Pep, jika para pemainnya mendapatkan asupan nutrisi yang pas, dia yakin para pemainnya akan mampu menjalankan sepak bola dengan intensitas tinggi sesuai keinginannya.
Maka, ada sebuah kejadian ketika dia masih menangani Bayern Muenchen, dia langsung memanggil seorang ahli nutrisi karena melihat nutrisi para pemainnya tidak terjaga. Kue-kue yang dia lihat pada pramusim pertamanya bersama Bayern Muenchen adalah sesuatu yang mungkin kelak akan menggagalkan skema yang akan dia terapkan di Bayern.
ADVERTISEMENT
Tak heran, para pemain asuhan Pep dapat tampil meledak-ledak di atas lapangan karena ada nutrisi yang berhasil dijaga.
Kritik Terbesar Pep: Dirinya Sendiri
"Pep adalah sosok yang tak pernah merasa puas. Dia tidak akan pernah mampu menikmati sepak bola karena di matanya, selalu ada hal yang salah. Dia tidak pernah bahagia. Dia adalah seorang yang perfeksionis," ujar Thiago Alcantara, pemain yang pernah dia asuh di Bayern.
Kekalahan adalah sesuatu yang jarang dialami oleh Pep. Ketika mengalami kekalahan, dia akan sulit lepas dari bayang-bayang kekalahan tersebut. Dia adalah kritik untuk dirinya sendiri. Itulah sosok Pep, yang begitu sedih ketika Bayern Muenchen dihantam dengan skor 4-0 oleh Real Madrid pada babak semifinal Liga Champions musim 2013/2014.
ADVERTISEMENT
Dengan kerasnya Pep pada dirinya sendiri ini, dia berkembang menjadi pribadi yang kuat. Sepak bola Inggris, yang terkenal kuat akan kritik, pada akhirnya tak mampu menghantam Pep. Bagi Pep, kritik terbesar adalah dirinya sendiri. Tak heran, dia jarang menyalahkan tim lain ketika timnya kalah, dan justru lebih banyak mengoreksi kesalahan sendiri.
Selain itu, karena kerasnya Pep pada dirinya sendiri ini, tak ada ruang romantisme dalam dirinya. Dia akan selalu ingin menang. Segala video yang dia pelajari, analisis yang dia lakukan sampai detail, dan pembicaraannya dengan para pemain pada akhirnya memiliki satu muara: kemenangan.
Maka, tak heran Pep sudah memenangi banyak trofi sejauh ini, termasuk trofi Premier League.
Sosok yang Tak Lupa akan Seni
ADVERTISEMENT
Meski menjadi sosok yang perfeksionis dan keras pada diri sendiri, bukan berarti Pep lupa akan seni dan budaya. Di balik otaknya yang tampak seperti komputer, dia juga memiliki kepekaan budaya yang cukup baik. Ini tampak dari saat dia memilih untuk melatih Bayern.
Ketika melatih Bayern, agar lebih mengenal budaya Jerman, dia mengunjungi kamp konsentrasi di Dachau. Tidak hanya itu saja, dia juga belajar bahasa Jerman agar dapat memberikan instruksi secara lebih mengena kepada para pemainnya. Dia belajar budaya terlebih dahulu, agar budaya setempat bisa dia integrasikan dengan gaya sepak bola yang akan dia mainkan.
Di Inggris, dia juga melakukan hal yang sama. Dilansir Daily Mirror, ada lagu-lagu Oasis yang mengiringi penampilan ciamik Manchester City di awal musim 2017/2018 seperti 'Don't Look Back in Anger', 'Slide Away', dan 'Champagne Supernova'. Ketika merayakan ulang tahunnya pada Januari 2017 silam, dia membawa para pemainnya ke bioskop untuk menonton La La Land.
ADVERTISEMENT
Intinya, walau tampak seperti seorang maniak bola, Pep juga masih memiliki jiwa seni dan budaya yang cukup kuat.
***
Pep juga manusia biasa. Dia bukanlah dewa sepak bola yang setiap harinya hanya mengurusi sepak bola saja. Dia makan, minum, dan bercengkrama bersama keluarga. Dia juga mengapresiasi berbagai hal yang ada di sekitarnya seperti lagu dan film.
Namun, pada akhirnya, yang membedakan Pep dengan para manajer lain adalah hasrat besarnya akan sepak bola. Hasrat besar inilah yang mengantarkan Pep selalu menjadi sosok terdepan dalam sepak bola, sekaligus menjadi sosok juara di setiap tim yang dia asuh. Jika dia tidak cinta sebesar ini pada sepak bola, bisa jadi Pep tidak akan sefenomenal ini.
ADVERTISEMENT