Mengenang Terakhir Kali Liverpool Jadi Juara Liga Inggris

10 Mei 2019 23:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pemain Liverpool Ian Rush saat semifinal Piala FA di Highbury London. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Liverpool Ian Rush saat semifinal Piala FA di Highbury London. Foto: Getty Images
Nyaris tiga dekade Liverpool urung menjuarai Premier League. Saking lawasnya, kompetisi teratas di Inggris yang dulu bernama Football League First Division kini telah berubah menjadi Premier League.
ADVERTISEMENT
Kini Liverpool menemukan kembali momentumnya untuk meraih gelar juara. Meski, ya, mereka butuh sedikit keajaiban untuk merealisasikannya pada pekan 38 yang digelar Minggu (12/5/2019). Dengan syarat, Liverpool harus bisa mengalahkan Wolverhampton Wanderers dan Manchester City gagal mengalahkan Brighton and Hove Albion.
Well, musim 1989/90 adalah terakhir kali Liverpool menjadi juara. Sejak saat itu pula predikat Liverpool sebagai penguasa tanah Inggris meluruh. Mereka disalip Manchester United, klub yang baru mengemas 7 titel saat The Reds terakhir kali merajai liga.
Liverpool bukannya tak pernah menunjukkan determinasinya lagi. Mereka pernah hampir mengakhiri paceklik gelar, tiga kali malah. Yah, ujung-ujungnya cuma mentok di posisi kedua. Salah satu yang paling fenomenal, ya, saat insiden Steven Gerrard terpeleset di musim 2013/14.
ADVERTISEMENT
Pemain Liverpool Kenny Dalglish bersama Ronnie Moran dan Roy Evans merayakan kejuaraan Divisi Utama pada tahun 1990. Foto: Getty Images/Dan Smith
Berbicara tentang era kejayaan Liverpool di pengujung 1980-an, tak bisa dilepaskan dari sosok Kenny Dalglish, pemain juga yang merangkap manajer tim. Musim pertamanya di edisi 1985/86 berakhir cemerlang karena sukses mengawinkan gelar juara Liga Inggris dan Piala FA.
Magi Dalglish kembali berlanjut dua musim berselang, sekaligus mempersembahkan titel Liga Inggris ke-17 untuk Liverpool. Sampai di sini, bisa dirasakan betapa meyakinkannya mereka di bawah naungan Dalglish. Bukan tentang meraih gelar semata, tetapi bagaimana pria kelahiran Glasgow itu membangkitkan kembali semangat Liverpool setelah gagal menggamit titel Liga Inggris 1988/1989.
Dalglish berusaha memulangkan kembali Ian Rush, pemain yang sempat dilego ke Juventus. Bersama John Barnes, Peter Beardsley, Ray Houghton, Alan Hansen, Ronnie Whelan, Steve McMahon, Mark Lawrenson, dan Steve Nicol, Rush melengkapi tim ideal bentukan Daglish sebelumnya. Meski pada akhirnya John Aldridge mesti tersisih dan dijual ke Real Sociedad.
ADVERTISEMENT
Tercatat hanya Steve Harkness dan Glenn Hysen yang jadi rekrutan anyar Liverpool di musim itu. Nama yang disebut belakangan bahkan langsung nyetel dan tampil ciamik saat melakoni debutnya melawan Arsenal di ajang Charity Shield (sekarang Community Shield)
Oh, iya, jangan lupakan juga sosok Ronnie Rosenthal yang dipinjam dari Standard Liege. Trigolnya ke gawang Charlton Athletic membuatnya sejajar dengan Gary Lineker, Mark Hughes, Trevor Francis, Kerry Dixon, dan Barnes--deretan pemain yang sukses mengukir hat-trick di Premier League musim itu.
Pemain Liverpool Ian Rush berusaha melewati pemain dari Portsmouth Warren Neill saat semifinal Piala FA di Highbury London. Foto: Getty Images/Dan Smith
Liverpool memulai edisi 1989/90 itu dengan meyakinkan. Arsenal mereka libas 1-0 di Charity Shield. Delapan laga pembuka Premier League dilalui Liverpool tanpa kekalahan, termasuk kemenangan telak 9-0 atas Crystal Palace--sekaligus jadi kemenangan terbesar kontestan Liga Inggris di musim itu.
ADVERTISEMENT
Namun, konsistensi Liverpool mulai goyah setelahnya. Tiga kekalahan mereka telan dalam rentang tujuh pertandingan. Memang Liverpool masih nangkring di urutan pertama, akan tetapi raihan poin mereka sukses disamai Arsenal, Aston Villa, serta Chelsea. Beruntung, The Reds masih unggul soal selisih gol.
Usai melewati November kelabu, Liverpool menyambut Desember dengan penuh keceriaan. Bruce Grobbelaar cs. sukses mengumpulkan 14 angka dari 6 laga, hasil dari 4 kemenangan dan 2 kali imbang.
Mulai dari sini konsistensi Liverpool mulai awet. Terhitung hanya satu kekalahan yang mereka telah hingga periode Maret, yakni saat keok 0-1 dari Tottenham Hotspur di pekan 29.
Situasinya mulai berbalik di bulan keempat. Dua hasil imbang yang didapat secara beruntun, Nottingham Forest dan Arsenal, sempat menggoyahkan posisi Liverpool sebagai pemimpin klasemen. Kala itu Villa--dengan bantuan David Platt--yang jadi perusak dominasi mereka di takhta puncak.
ADVERTISEMENT
Belum lagi dengan kegagalan mereka melaju ke final Piala FA setelah ditaklukkan Palace. Yes, klub yang sukses mereka kalahkan sembilan gol tanpa balas enam bulan sebelumnya.
Duel United vs Liverpool di tahun 1990. Foto: Russell Cheyne/Getty Images
Namun, Liverpool berhasil bangkit setelahnya. Inilah yang membuat Liverpool spesial, lebih dari sekadar mengandalkan pemain bintang, melainkan juga mental juara. Empat laga Premier League terakhir berhasil mereka sapu bersih, termasuk Chelsea yang sukses dihantam 4-1.
Liverpool pun finis di peringkat pertama dengan keunggulan sembilan poin dari Villa sebagai runner-up. Tak sampai di situ, mereka juga menjadi tim terproduktif sekaligus dan pertahanan terbaik. Mencetak 78 gol dan cuma 37 kali kebobolan.
ADVERTISEMENT
Kendati menjadi raja di Inggris, Liverpool tak bisa melakukan ekspansi ke kompetisi Eropa. Ya, mereka dijatuhi larangan 10 tahun mentas di seluruh kompetisi UEFA lantaran Tragedi Heysel pada tahun 1985, yang menewaskan 39 orang. Kabar baiknya, masa hukuman itu berakhir pada musim 1991/92.