Menpora: Edy Rahmayadi Mundur, Pembenahan PSSI Harus Makin Dikeraskan

21 Januari 2019 14:52 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Edy Rahmayadi usai mengundurkan diri sebagai Ketum PSSI. (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/ama.)
zoom-in-whitePerbesar
Edy Rahmayadi usai mengundurkan diri sebagai Ketum PSSI. (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/ama.)
ADVERTISEMENT
Minggu (20/1/2019) pagi, Edy Rahmayadi memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI. Dalam penuturannya di hadapan wartawan, Edy merasa gagal karena sejumlah masalah, salah satunya adalah problem pengaturan skor.
ADVERTISEMENT
"Gagal, dilarang atur skor, terjadi atur skor. Ada perkelahian (saat kompetisi), itu 'kan gagal berarti saya. Mudah-mudahan wartawan membantu PSSI lebih baik," kata Edy seusai pidato pengunduran dirinya.
Sesuai dengan statuta PSSI pasal 39 ayat 6, posisinya digantikan oleh Joko Driyono. Joko, orang yang sudah lama berkecimpung di PSSI itu, sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Umum. Kini, ia resmi memikul jabatan Plt Ketua Umum PSSI.
Selama kegiatan kongres berjalan, para pemilik suara sepakat agar Joko bisa menyelesaikan periodesasi kepengurusan. Bahkan gaung untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) juga tak terlaksana.
Artinya, Joko diharapkan untuk memimpin PSSI sampai masa kepengurusan saat ini berakhir, yakni hingga 2020. Meski begitu, ada sederet PR yang harus diselesaikan Joko dan sederet stafnya.
ADVERTISEMENT
Munculnya kasus pengaturan skor, termasuk dengan diciduknya sejumlah orang yang bekerja di dalam kepengurusan PSSI, terbilang mengkhawatirkan. Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, pun menyiratkan bahwa ini bukanlah waktunya PSSI untuk bersantai-santai.
"Pertama-tama, saya ingin menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Pak Edy Rahmayadi atas kerja keras dan dedikasinya selama menjabat sebagai ketua umum PSSI. PSSI harus segera melakukan identifikasi permasalahan-permasalahan sepak bola Indonesia agar tidak berlarut-larut dan menjadi masalah sistemik yang menghambat perkembangan sepak bola di Indonesia," ujar Menpora.
"Saya pikir, kuncinya adalah keterbukaan. Sudah ada beberapa anggota PSSI yang ditetapkan sebagai tersangka pengaturan skor. Pembenahan ini harus semakin dikeraskan. Tidak perlu malu untuk mengajak pihak lain bekerja sama jika ingin benar-benar serius berbenah," katanya.
ADVERTISEMENT
Menpora Imam Nahrawi di pertemuan stakeholder sepakbola nasional dan suporter di Auditorium Kemenpora, Jakarta, Senin (1/10/2018). (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menpora Imam Nahrawi di pertemuan stakeholder sepakbola nasional dan suporter di Auditorium Kemenpora, Jakarta, Senin (1/10/2018). (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Kendati naiknya Joko sebagai Plt Ketua Umum PSSI sudah sesuai dengan statuta, skenario berbeda bisa muncul jika mengacu pasal 40 ayat 6. Jika diperlukan, Kongres Luar Biasa berikutnya bisa menjadi ajang pemilihan Ketua Umum PSSI yang baru.
Namun, untuk menggelar Kongres Luar Biasa yang memilih Ketum PSSI secara permanen, sebanyak 50% anggota harus membuat permintaan tertulis. Lalu, Komite Eksekutif wajib mengadakannya tiga bulan setelah permintaan diajukan.
Sejauh ini, belum ada tanda-tanda anggota menginginkan Kongres Luar Biasa digelar.
PSSI rajin menggelar KLB sejak 2011. (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
PSSI rajin menggelar KLB sejak 2011. (Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan)