Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Prestasi Indra Sjafri, Anomali di Tengah Kacaunya Federasi
27 Februari 2019 20:20 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB

ADVERTISEMENT
Gelar juara Timnas U-22 Indonesia menjadi bukti bahwa lapangan sepak bola bisa menjadi tanah terbaik untuk melahirkan anomali.
ADVERTISEMENT
Gol yang dicetak oleh Sani Riski dan Osvaldo Haay di National Stadium Phnom Penh pada Selasa (26/2/2019) mengantarkan Timnas U-22 pada kemenangan 2-1 atas Thailand. Kemenangan tipis ini pula yang memastikan 'Garuda Muda' menutup Piala AFF U-22 2019 dengan gelar juara.
Padahal, Timnas U-22 diisi oleh orang-orang yang akrab dengan kekalahan. Ingat-ingatlah lagi apa yang terjadi pada SEA Games 2017 dan Piala AFF U-19 2017.
Ini bukan pertama kalinya Indra Sjafri mengasuh Timnas kelompok umur. Kompetisi yang digelar di Kamboja itu juga bukan turnamen perdana Indra.
Tugas sebagai pelatih Timnas U-19 diserahkan kepada Indra pada 2013. Hanya, ia bukan pelatih yang punya rekam jejak mentereng baik sebagai pelatih maupun pemain. Sepanjang kariernya, Indra hanya pernah membela satu klub: PSP Padang.
ADVERTISEMENT
Kalau ada catatan prestasi yang bisa dijadikan Indra sebagai modal menjadi juru taktik, itu adalah keberhasilan mengantarkan Timnas U-17 dan Timnas U-18 menjuarai Youth HFKA Football Invitation Tournament di Hong Kong, masing-masing pada 2012 dan 2013.
Walau kedua tim itu merupakan cikal-bakal Timnas U-19, Indra juga tak kekurangan alasan untuk menyebut perjalanannya berliku. Kisruh dualisme yang melanda PSSI era Djohar Arifin sedikit-banyak menyulitkan Indra untuk mencari pemain. Ditambah lagi, Indonesia saat itu tidak memiliki kompetisi usia muda berjenjang dan rutin.
Siapa mencari, dia mendapat. Adagium itu berlaku dalam perjalanan Indra sebagai arsitek taktik Timnas U-19. Blusukan menjadi cara yang digunakannya untuk menemukan pemain yang dinilainya sesuai dengan kebutuhan pembentukan Timnas U-19.
ADVERTISEMENT
Walau tak menampik daftar pemain yang diserahkan oleh PSSI, termasuk dari SAD Uruguay, Indra mencari pemain sampai ke daerah-daerah. Cara ini memang tidak terlihat praktis. Tapi, blusukan membuatnya bisa memantau talenta-talenta Indonesia dengan lebih cermat dan dekat.
"(Kalau orang-orang bilang di kampung tidak ada pemain berbakat) Ini yang keliru. Lebih banyak orang berlatih di kampung-kampung daripada di kota karena fasilitas masih banyak. Lapangan-lapangan terbuka masih banyak. Di kota kapan orang bisa bermain sepakbola? Itu dasarnya,” papar Indra.
Di tengah keterbatasan yang melanda dan kisruh yang membikin kepercayaan masyarakat terhadap PSSI luntur, Indra memberi bukti. Bersama para pemain yang ia kumpulkan ketika lewat pantauan dan blusukan, ia menggebrak di Piala AFF U-19 2013.
ADVERTISEMENT
Lewat masa persiapan yang panjang, lahirlah kesatuan dari para pemain yang sudah ditempa dalam berbagai situasi dan kondisi. Hasil apik berhasil ditorehkan, salah duanya dengan mengalahkan Brunei Darusallam 5-0 dan Myanmar 2-1.
Tapi, bukan berarti Timnas U-19 berjalan di kompetisi itu tanpa aral. Vietnam menjadi lawan yang merepotkan lewat keberhasilan mengalahkan Timnas U-19 pada fase grup. Ketika keduanya bertemu kembali di laga final, pasukan Indra pun ditahan imbang sampai 120 menit.
Kabar baiknya, babak adu penalti berakhir dengan kemenangan 7-6 untuk Timnas U-19. Tangis haru pecah, kebanggaan melejit seketika. Kondisi persepakbolaan yang tidak ideal tidak cukup hebat untuk membendung euforia.
Kegembiraan semakin lengkap karena beberapa bulan berselang, Timnas U-19 memastikan diri berlaga di Piala Asia 2019 lewat epos di babak kualifikasi. Kemenangan tipis 3-2 atas Korea Selatan tentu menjadi fragmen yang tak bisa dilupakan.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan melahirkan bintang-bintang muda seperti Evan Dimas, Maldini Pali, Hansamu Yama, Putu Gede, Zulfiandi, maupun Ilham Udin Armaiyn, pada akhirnya turut melahirkan anomali di tengah kacaunya tubuh federasi.
Kekacauan adalah nama tengah bagi sepak bola Indonesia. Tapi tanpa kekacauan, tak akan ada kisah ajaib bernama anomali. Itu pulalah yang terjadi dalam perjalanan Indra membawa Timnas U-22 ke Piala AFF U-22 2019. Federasi kembali dilanda prahara, langkahnya terseok karena carut-marut di tubuh sendiri.
Kasus pengaturan skor memberikan coreng tebal pada wajah PSSI. Satgas Anti-Mafia Bola menetapkan beberapa anggota federasi sebagai tersangka.
Situasi bertambah suram karena Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, ditetapkan sebagai tersangka kasus pencurian, perusakan, dan penghilangan barang bukti. Sebelumnya, tepat pada Kongres PSSI, Edy Rahmayadi menyatakan mundur sebagai Ketua Umum PSSI.
ADVERTISEMENT
Namun, situasi tak sedap ini menjadi momentum bagi Indra untuk menunjukkan taji. Pemain-pemain dikumpulkan, dilatih, dan dibentuk untuk berlaga pada Piala AFF U-22.
Kabar baiknya, pengumpulan pemain tidak sesulit pada 2013. Selain menaikkan level anak-anak asuhnya di Timnas U-19 dulu, Indra memanfaatkan talenta-talenta muda yang pernah diasuh oleh Luis Milla pada 2018.
Tentu rangkaian nama tadi dikombinasikan dengan temuannya di kompetisi liga, mulai dari Gian Zola, Billy Keraf, hingga Sani. Walau sempat diadang jalan buntu saat menentukan susunan pemain, terbentuk jugalah Timnas U-22 ala Indra Sjafri.
Keberhasilan Timnas U-22 menjadi juara Asia Tenggara pada akhirnya kembali membuktikan bahwa lapangan sepak bola belum bosan melahirkan anomali. Bahwa kisruh dan carut-marut di tubuh federasi bukan prahara yang terlampau hebat untuk mematikan langkah siapa pun mendaki gunung prestasi.
ADVERTISEMENT