news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Saran untuk Milan yang (Katanya) Ingin Kembali Berjaya

26 Juli 2018 15:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Milan saat dikalahkan Arsenal pada ajang Liga Europa. (Foto: Reuters/John Sibley)
zoom-in-whitePerbesar
Milan saat dikalahkan Arsenal pada ajang Liga Europa. (Foto: Reuters/John Sibley)
ADVERTISEMENT
Sudah sah rasanya jika kita menyebut bahwa AC Milan gagal mencapai target yang mereka tetapkan musim lalu. Di awal musim, dengan modal 13 pemain baru yang nilainya mencapai lebih dari 200 juta euro, Milan punya target lolos ke Liga Champions. Akan tetapi, semua itu cuma mentok di angan-angan.
ADVERTISEMENT
Target Milan lolos ke Liga Champions itu sebenarnya bukan (cuma) soal lolos ke kompetisi antarklub paling elite se-Eropa saja. Tujuan utama dari penetapan target itu adalah agar Milan bisa mengeruk euro sebanyak-banyaknya pada musim 2018/19. Dengan pendapatan dari Liga Champions, pemilik Milan saat itu, Li Yonghong, berharap bisa melunasi utang dari Elliott Management yang dia gunakan untuk mengakuisisi Milan dari tangan Silvio Berlusconi.
Apa yang dilakukan Milan musim lalu adalah contoh mengapa berjudi adalah perbuatan yang diharamkan oleh Tuhan. Mendatangkan 13 pemain baru memang terdengar spektakuler. Akan tetapi, seperti yang sebenarnya sudah diajarkan video game 'Football Manager' ke fans sepak bola paling awam sekalipun, mendatangkan sekian banyak pemain punya risiko tersendiri dalam hal integrasi.
ADVERTISEMENT
Kegagalan mengintegrasikan 13 pemain baru sekaligus, yang semuanya berstatus pemain tim utama, adalah sumber dari kegagalan Milan tampil bagus di lapangan. Pelatih Milan di awal musim lalu, Vincenzo Montella, tak jarang harus melakukan bongkar-pasang pemain dan bergonta-ganti formasi. Hasilnya? Nol besar.
Pada 27 November 2017, menyusul hasil seri menghadapi Torino, Montella dipecat. Pada titik itu, Montella hanya mampu membawa Milan menang enam kali di Serie A dari 14 pertandingan. Sementara, enam laga lain berujung dengan kekalahan dan dua pertandingan sisanya berakhir imbang.
Dari semua kekalahan itu, yang terburuk terjadi pada pertandingan menghadapi Lazio di giornata ketiga. Pada pertandingan itu Milan kalah telak 1-4. Yang paling mengkhawatirkan, laga tersebut merupakan laga di mana Leonardo Bonucci menunjukkan bahwa dia tidak akan bisa mengangkat Milan sendirian. Padahal, Bonucci adalah seorang marquee signing. Dengan harga 40 juta euro, Bonucci dibajak dari Juventus dan langsung dijadikan kapten tim.
ADVERTISEMENT
Menghadapi Lazio, Bonucci dibuat ketar-ketir oleh performa mengerikan para pemain depan Biancocelesti. Alhasil, blunder pun dia lakukan dan kekalahan itu menjadi awal dari segala inkonsistensi yang merundung Milan sepanjang musim.
Namun, blunder Bonucci itu sebetulnya merupakan sebuah gejala dari penampilan keseluruhan yang memang jauh dari kata maksimal. Sistem yang ada ketika itu memang tidak mendukung siapa pun, termasuk Bonucci, untuk meraih hasil optimal.
Di bawah arahan Gennaro Gattuso, Milan mulai mampu berbenah, setidaknya dari segi pertahanan. Bersama Montella, Milan kemasukan 18 gol dalam 12 pertandingan Serie A. Sementara, bersama Gattuso, Milan kemasukan 24 gol dalam 26 pertandingan. Dari sebelumnya Milan memiliki rasio kebobolan 1,5 kali per laga, oleh Gattuso angka itu diturunkan menjadi 0,92.
ADVERTISEMENT
Nah, dengan demikian, apakah itu berarti lini belakang Milan sudah bisa dibilang bagus? Hmm, tunggu dulu. Lalu, bagaimana dengan lini lainnya? Pembenahan seperti apa yang harus dilakukan oleh Milan?
Pelatih AC Milan, Gennaro Gattuso. (Foto: MARCO BERTORELLO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih AC Milan, Gennaro Gattuso. (Foto: MARCO BERTORELLO / AFP)
Solusi Masalah Bonucci Harus Segera Dicari
Setelah menjalani awal musim 2017/18 yang sulit, Bonucci perlahan mampu memperbaiki penampilannya. Memang, itu semua belum cukup untuk membuat bek 31 tahun itu layak disebut sebagai Bonucci 'yang dulu ada di Juventus'. Akan tetapi, setidaknya dengan catatan intersep terbanyak kedua di Milan (1,5 kali per gim) Bonucci tak lagi bisa dibilang buruk.
Yang jadi permasalahan sekarang, ada kemungkinan Bonucci bakal hengkang. CEO Juventus, Giuseppe Marotta, sudah menyatakan bahwa pemain yang dibesarkan Internazionale itu ingin kembali ke Turin. Inilah masalahnya. Sebab, meski butuh waktu, Bonucci telah menjadi pemimpin lini belakang yang cukup baik bagi Rossoneri.
ADVERTISEMENT
Saat ini Milan dan Juventus dikabarkan tengah menjalin negosiasi terkait rencana Bonucci untuk pulang kandang. Milan sendiri berupaya memancing Juventus untuk melepas Mattia Caldara jika mereka menginginkan Bonucci kembali. Namun, Marotta sudah dengan tegas mengatakan Caldara tidak untuk dijual. Juventus justru menawarkan Gonzalo Higuain untuk dibarter dengan Bonucci.
Nah, kedatangan Higuain ini sebenarnya bagus untuk menambah daya gedor Milan yang begitu melempem musim lalu. Akan tetapi, jika Higuain yang datang dan bukan Caldara, artinya Milan masih harus mencari sosok bek tengah andal.
Saat ini mereka hanya memiliki Alessio Romagnoli, Cristian Zapata, dan Mateo Musacchio di posisi bek tengah. Tiga pemain itu jelas tidak cukup untuk mengarungi satu musim penuh. Terlebih, tak ada satu pun dari mereka yang benar-benar bisa diandalkan. Dengan masih membaranya ambisi Milan untuk kembali ke Liga Champions, ditambah dengan berkiprahnya mereka di Liga Europa musim ini, setidaknya ada dua bek tengah berkualitas yang harus didatangkan.
ADVERTISEMENT
Bonucci nasibnya tidak jelas di Milan. (Foto: AFP/Marco Bertotello)
zoom-in-whitePerbesar
Bonucci nasibnya tidak jelas di Milan. (Foto: AFP/Marco Bertotello)
Bagaimana dengan Lini Tengah?
Kendati masih jauh dari sempurna, lini tengah Milan sama sekali tak bisa dibilang buruk. Kalau mau bukti, tengok statistik penguasaan bola Milan.
Oke, penguasaan bola memang tidak berarti segalanya. Akan tetapi, bukan berarti ia juga tidak berarti apa-apa. Musim lalu Milan berhasil mencatatkan penguasaan bola rata-rata 54,6%. Rata-rata itu adalah yang tertinggi kelima di Serie A setelah milik Napoli, Roma, Internazionale, dan Juventus. Artinya, ada indikasi bahwa lini tengah Milan sejatinya memiliki potensi yang lebih besar.
Hanya, yang dibutuhkan Milan saat ini adalah sosok pembagi bola ulung. Dengan formasi 4-3-3 ala Gattuso, dua dari tiga gelandang yang pas untuk cara bermain Milan sebenarnya sudah ada dalam diri Jack Bonaventura dan Franck Kessie.
ADVERTISEMENT
Bonaventura adalah seorang carrier (pemain yang bisa membawa bola dengan baik ke depan) sekaligus kreator yang berkualitas. Sementara, Kessie adalah seorang carrier dan petarung.
Yang dibutuhkan Milan saat ini adalah gelandang bertahan dengan kemampuan mengumpan bagus. Lucas Biglia sebenarnya musim lalu diharapkan mampu mengemban peran ini, tetapi pemain asal Argentina itu kerap tampil di bawah standar. Bahkan, Biglia kini mengaku ingin kembali ke Lazio. Pengganti Biglia inilah yang harus dicari oleh manajemen. Soal siapa yang kira-kira bakal ditarget, mari kita serahkan pada Leonardo Araujo.
Saatnya Milan singkirkan Biglia? (Foto: AFP/MIguel Medina)
zoom-in-whitePerbesar
Saatnya Milan singkirkan Biglia? (Foto: AFP/MIguel Medina)
Pembenahan Lini Depan adalah Harga Mati
Produktivitas merupakan masalah terbesar Milan musim lalu. Padahal, di awal musim mereka sudah mendatangkan dua pemain (yang di atas kertas) berkualitas, yakni Nikola Kalinic dan Andre Silva. Namun, kenyataan berkata lain. Kalinic hobi tampil angin-anginan, sementara Andre Silva justru gagal bersaing.
ADVERTISEMENT
Praktis, musim lalu Milan hanya berharap pada seorang pemuda berusia 20 tahun untuk menjadi penggedor utama gawang lawan. Nama pemuda itu Patrick Cutrone. Dari 28 penampilan (11 di antaranya sebagai pengganti), Cutrone sanggup mengemas 10 gol di Serie A.
Meski punya potensi besar, Cutrone tetap merupakan pemain minim pengalaman. Oleh karenanya, akan sangat masuk akal bagi Milan untuk menerima Higuain yang ditawarkan Juventus sebagai alat barter. Namun, perlu diingat bahwa apabila Milan mendapat Pipita dengan cara ini, mereka harus belanja setidaknya dua bek tengah baru.
Meski usianya sudah berkepala tiga, Higuain masih menjadi jaminan mutu untuk urusan gedor-menggedor gawang lawan. Musim lalu, misalnya, dia masih bisa melesakkan 16 gol meski sedang tidak dalam performa terbaik. Tak cuma itu, Higuain juga punya kebiasaan mencetak gol krusial ke gawang tim besar. Untuk Milan yang hanya sekali menang melawan tim enam besar musim lalu, sosok macam Higuain tentu bisa jadi solusi.
ADVERTISEMENT
Namun, Milan juga tak bisa mengharapkan kedatangan Higuain saja. Sebab, Juventus sendiri masih belum bisa dipastikan bakal melepas eks pemain Napoli itu untuk dibarter dengan Bonucci. Dengan kata lain, Milan bisa jadi harus mengeluarkan uang cukup besar untuk mencari solusi dari minimnya produktivitas ini.
Nikola Kalinic sebaiknya angkat kaki dari Milan. (Foto: AFP/Marco Bertorello)
zoom-in-whitePerbesar
Nikola Kalinic sebaiknya angkat kaki dari Milan. (Foto: AFP/Marco Bertorello)
***
Kegagalan lolos ke Liga Champions musim lalu seharusnya sudah cukup untuk menyebut bahwa masih banyak sekali kekurangan di tubuh Milan. Pada tiap lininya, ada saja minus-minus yang kudu ditambal.
Artinya, Leonardo punya pekerjaan rumah yang amat banyak untuk mengangkat Milan kembali. Meskipun sudah dijanjikan sumber daya besar oleh Elliott Management, Leonardo harus tetap berhati-hati karena Milan bisa saja disemprit UEFA lagi lantaran melanggar Financial Fair Play.
ADVERTISEMENT
Namun, Leonardo adalah direktur olahraga sarat pengalaman. Dalam kariernya, dia tak cuma bisa mendatangkan pemain-pemain mahal, melainkan juga pemain-pemain kaya potensi macam Kaka, Thiago Silva, dan Pato. Insting berburu 'darah muda' inilah yang kudu kembali diasah oleh Leonardo.
Selain itu, cara lain yang bisa dilakukan Leonardo adalah meniru cara-cara khas Marotta dan Fabio Paratici di Juventus. Yakni, mencari pemain gratisan, pemain yang pembeliannya bisa dicicil, pemain yang bisa dipinjam dulu sebelum ditebus secara permanen, serta pemain yang kontraknya sudah hampir habis sehingga bisa dibeli dengan harga miring.
Sulit? Tentu saja. Namun, rasanya dengan kredensial yang dimiliki Leonardo, apa yang terdengar sulit bagi kuping awam bisa disulap menjadi biasa saja, bahkan mudah.
ADVERTISEMENT