Sebelum Egy: Cerita Pemain Indonesia yang Mengadu Nasib di Eropa

26 Oktober 2017 16:36 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bambang Pamungkas di Kongres PSSI 2017. (Foto:  Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Pamungkas di Kongres PSSI 2017. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Egy Maulana Vikri bukanlah satu-satunya pemain sepak bola asal Indonesia yang pernah bersinggungan dengan kesebelasan-kesebelasan Eropa. Jauh sebelum Egy, ada cerita-cerita berseliweran soal bagaimana atlet si kulit bulat tanah air mengadu nasib di Benua Biru.
ADVERTISEMENT
Egy memang layak mendapatkan perhatian lebih. Kekaguman publik sepak bola nasional kala melihatnya bermain bersama Tim Nasional Indonesia U-19 terjustifikasi kala media asal Inggris, The Guardian, memasukkan namanya dalam daftar “60 Pemain Muda Terbaik dari Seluruh Dunia”.
Namun, seperti yang dituliskan Gabriel Tan dalam kolomnya di Fox Sports Asia, kita semua harus menjaga ekspektasi terhadap Egy. “Percayalah, dia memang bagus… tapi beri dia waktu,” demikian tulis Tan dalam kolom itu.
Pada akhirnya, kehebatan Egy menarik minat beberapa kesebelasan dari Eropa. Salah satunya adalah Benfica. Raksasa dari Lisbon, Portugal, itu sudah mengirim surat resmi yang intinya mengajak Egy menjalani trial (seleksi) bersama tim akademi mereka.
Tawaran yang tidak kalah menggiurkan datang dari kesebelasan asal Thailand, Chainat Hornbill FC. Kesebelasan yang baru akan bermain di level teratas Liga Thailand itu berani membayar 7.000 dolar AS (sekitar Rp 94 juta) sebulan. Bahkan, jika Egy bisa bermain dalam 20 laga kompetitif, mereka berani menaikkan gajinya menjadi 10.000 dolar AS (sekitar Rp 135 juta).
ADVERTISEMENT
Egy Maulana Vikri. (Foto: Instagram @egymaulanavikri)
zoom-in-whitePerbesar
Egy Maulana Vikri. (Foto: Instagram @egymaulanavikri)
Iming-iming Hornbill tidak berhenti sampai di situ. Dalam surat yang didapatkan kumparan, Executive Vice President, Anurat Nakasai, juga berjanji akan mengatur sejumlah trial dengan kesebelasan Bundesliga atau Bundesliga 2 Jerman. Syaratnya, Egy harus menunjukkan sikap dan kemampuan yang baik selama membela Hornbill, baik di sesi latihan maupun pada saat bertanding.
Sejauh ini, belum ada jawaban dari pihak Egy terkait tawaran-tawaran yang mampir. Sikap yang diambil mereka sejauh ini adalah sebisa mungkin menolak tawaran untuk trial. Namun, bagaimana ke depannya?
Sembari menunggu jawaban itu, tidak ada salahnya melihat ke belakang untuk menyimak cerita-cerita pendek soal anak-anak lokal yang sempat menjamah Eropa.
Kurniawan Dwi Yulianto
Nama Kurniawan —atau akrab disapa “Kurus”— selamanya akan dikenang di sepak bola nasional. Alasannya ada dua: pertama, dia adalah salah satu striker tertajam yang pernah dimiliki Timnas Indonesia; kedua, dia adalah pemain Indonesia pertama yang mencetak gol di kompetisi level teratas di Eropa.
ADVERTISEMENT
Kurniawan masuk ke Eropa lewat program PSSI Primavera yang lahir pada awal 1990-an. Lewat program tersebut, PSSI bekerja sama dengan salah satu kesebelasan Italia, Sampdoria, untuk memberikan ilmu kepada Kurniawan dan pemain-pemain muda Indonesia lainnya waktu itu.
Melihat kemampuan Kurniawan, Sampdoria Primavera pun menariknya. Namun, belum sempat menjajal kesempatan main di tim utama, ia akhirnya pindah ke FC Luzern —dengan bantuan Danurwindo— setelah menjalani trial di beberapa klub.
Bersama Luzern itulah Kurniawan menorehkan sejarah yang kami sebut di atas. Pada laga melawan FC Basel, di mana Luzern menang 2-1, Kurniawan menjadi salah satu pencetak golnya.
Kurniawan Dwi Yulianto  (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Kurniawan Dwi Yulianto (Foto: Wikimedia Commons)
Bima Sakti
Jika Kurniawan bermain untuk FC Luzern di Swiss, Bima Sakti bermain untuk Helsinborg di Swedia. Hanya semusim dia di sana, tetapi —dalam perbincangannya dengan kumparan beberapa bulan silam—, Bima mengaku mendapatkan banyak pengalaman.
ADVERTISEMENT
Selama membela Helsinborg, Bima tidak hanya mendapatkan tempaan teknik dan skill, tetapi juga mental. Pernah satu kali ia dihardik seniornya di sesi latihan lantaran dianggap berlatih setengah-setengah.
Asisten pelatih Timnas U-22, Bima Sakti (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Asisten pelatih Timnas U-22, Bima Sakti (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Kurnia Sandy
Sama seperti Kurniawan, jalan masuk Kurnia Sandy ke Eropa juga melalui PSSI Primavera. Namun, tidak seperti Kurniawan, Kurnia sempat masuk ke tim utama Sampdoria.
Bersama Il Samp, yang waktu itu ditangani Sven-Goran Eriksson, Kurnia dijadikan kiper keempat. Ia juga sempat duduk di bangku cadangan Sampdoria ketika mereka mengalami krisis kiper. Namun, pada akhirnya ia tidak mendapatkan kesempatan bermain.
Pada akhirnya, Kurnia pulang kampung ke Indonesia untuk bermain bersama Pelita Jaya.
Bambang Pamungkas
Jauh sebelum menjadi legenda hidup sepak bola Indonesia, Bambang Pamungkas pernah menjajal kans untuk bisa bermain di Eropa. Sejumlah pengalamannya di Eropa pernah ia tuliskan di blog pribadinya.
ADVERTISEMENT
Bepe —demikian ia biasa disapa— memang sudah mencuat sedari muda. Ketika usianya masih 20 tahun, ia sudah berhasil menjadi topskorer Liga Indonesia lewat lesakan 24 golnya. Catatan tersebut membantu Persija menjadi juara pada 2001.
Bambang Pamungkas. (Foto: Instagram @bepe20)
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Pamungkas. (Foto: Instagram @bepe20)
Ia kemudian pindah ke Belanda untuk memperkuat EHC Norad. Sebelum memperkuat Norad, Bepe sempat ditawari trial oleh beberapa kesebelasan Eropa lain seperti Roda JC Kerkrade, FC Koeln, dan Borussia Moenchengladbach.
Kendati tampil apik dengan mencetak 7 gol dalam 11 laga untuk EHC Norad, Bepe hanya bertahan empat bulan. Ia kemudian memilih pulang dan kembali memperkuat Persija.