Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
"Ini sering sekali terjadi di AC Milan . Mereka mengganti penyerang tengahnya setiap tahun. Mungkin saja itu sudah jadi kebiasaan di sana," kata Krzysztof Piatek kepada Bild tak lama setelah resmi jadi pemain Hertha Berlin.
ADVERTISEMENT
Ada nada sinis di sana dan, sejujurnya, itu tidaklah mengherankan. Piatek adalah korban terbaru Milan. Lebih tepatnya, striker asal Polandia itu adalah korban terbaru kutukan kostum nomor sembilan di Milan.
Sepak bola memang aneh. Di saat penggunaan teknologi dan ilmu-ilmu pasti semakin merajalela, klenik tidak pernah benar-benar lenyap. Tanya saja kepada para suporter Benfica kalau tidak percaya.
Di Benfica, ada kutukan terkenal dari pelatih legendaris asal Hongaria, Bela Guttmann. Lantaran sakit hati dengan perlakuan petinggi klub, Guttmann menyumpahi Benfica tidak akan juara Eropa sampai seabad lamanya.
Kutukan Bela Guttmann di Benfica itu sendiri sudah berjalan selama 57 tahun. Artinya, masih ada 43 tahun lagi yang harus dilalui klub Portugal itu agar bisa kembali berjaya di level kontinental.
Jika kutukan di Benfica itu sudah berlangsung hampir enam dasawarsa, kutukan kostum nomor sembilan di Milan sebenarnya belum lama bermula. Semua ini berawal pada 2012, ketika Filippo Inzaghi pensiun.
ADVERTISEMENT
Sejak Inzaghi gantung sepatu, sudah ada sembilan pemain—termasuk Piatek—yang diberi kostum nomor sembilan di Milan. Tidak ada satu pun dari mereka yang bisa mendekati kehebatan Super Pippo.
Padahal, sebenarnya para pengguna kostum nomor sembilan di Milan itu bukanlah pemain jelek. Hebat sekali, sih, mungkin tidak, tetapi juga tidak bisa dibilang buruk.
Lalu, bagaimana sebenarnya kiprah mereka? Berikut kumparanBOLA ceritakan untuk Anda.
2012: Alexandre Pato (7 laga, 2 gol)
Pato datang ke Milan pada 2007 sebagai salah satu pemain muda paling panas sedunia. Ketika pertama kali datang, pemain Brasil itu mengenakan kostum nomor punggung tujuh dan performanya lumayan.
Namun, setelah Inzaghi pensiun, kostum nomor sembilan diberikan kepada Pato dan inilah awal mula dari kejatuhannya. Dengan kostum tersebut, Pato cuma bertahan setengah musim sebelum dilego ke Corinthians.
2013: Alessandro Matri (18 laga, 1 gol)
Selama berkostum Juventus, Matri dikenal sebagai seorang striker yang cukup bisa diandalkan walau tidak tajam-tajam amat. Maka, menjadi masuk akal jika Milan berharap (agak) banyak kepada dirinya.
ADVERTISEMENT
Namun, harapan tinggal harapan. Matri gagal bersinar di Milan yang tengah terpuruk. Hanya setengah musim bertahan, pemain 36 tahun itu lantas dilepas ke Fiorentina.
2014: Fernando Torres (10 laga, 1 gol)
Setelah Pato dan Matri, Milan mencoba berjudi dengan nama besar dalam diri Torres. Akan tetapi, pada 2014 itu, yang dipunyai striker asal Spanyol tersebut memang hanya nama besar.
Semenjak pindah ke Chelsea pada 2011, Torres tidak pernah benar-benar menemukan ketajaman yang membuatnya jadi pahlawan Liverpool. Di Milan pun situasinya tidak berubah.
Mulanya, Milan yakin Torres bisa kembali jadi striker mematikan sehingga diberi kontrak dua tahun sebagai pemain pinjaman. Namun, karena melempem, Torres akhirnya ditendang ke Atletico Madrid pada awal 2016.
ADVERTISEMENT
2015: Mattia Destro (15 laga, 3 gol)
Ada masa ketika Destro jadi salah satu striker paling tajam di Serie A, yaitu ketika dirinya memperkuat Roma pada 2012-2015.
Setelah tahu bahwa Torres tak lagi bisa diharapkan, Milan kemudian bergerak untuk mencari pengganti dan nama Destro pun muncul. Striker yang kini berumur 29 tahun itu dipinjam selama satu musim.
Sebenarnya, performa Destro sedikit lebih baik ketimbang Torres tetapi tetap saja itu tidak bisa memuaskan Milan. Ya, sudah. Setelah itu Destro pun dilepas.
2015: Luiz Adriano (26 laga, 4 gol)
Kutukan terus berlanjut pada musim 2015/16 dan korbannya adalah striker asal Brasil, Luiz Adriano. Dibeli dengan harga 8,5 juta euro dari Shakhtar Donetsk, Luiz Adriano diharapkan jadi pemutus kutukan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, tak banyak yang bisa dilakukan olehnya. Bahkan, pada musim berikutnya, ketika nomor kostumnya diubah menjadi tujuh, Luiz Adriano tetap tampil mengenaskan. Tak satu gol pun bisa dia lesakkan dari tujuh partai.
2016: Gianluca Lapadula (29 laga, 8 gol)
Lapadula direkrut Milan dengan status topskorer Serie B bersama Pescara. Di Serie A, dia sebenarnya tampil lumayan untuk pemain yang lebih kerap tampil sebagai pengganti.
Dari 29 partai, Lapadula mencetak 8 gol. Namun, pria Italia berdarah Peru itu tetap dinilai tak memuaskan. Pada 2017, pemain bertato ini pun dipersilakan pergi ke Genoa.
2017: Andre Silva (41 laga, 10 gol)
Ketika Milan di-takeover oleh Li Yonghong, Andre Silva menjadi salah satu pemain yang diharapkan bisa jadi simbol kebangkitan klub. Dia adalah salah satu pembelian rezim Li dengan nilai transfer 38 juta euro.
ADVERTISEMENT
Andre Silva sebenarnya kaya akan potensial, tetapi entah mengapa itu tidak keluar di Milan. Oleh karena itu, alih-alih menjual, Milan lebih memilih meminjamkan pemain Portugal itu.
Dalam dua musim terakhir, Andre Silva bermain untuk Sevilla dan Eintracht Frankfurt. Meski begitu, secara teknis, dia masih berstatus pemain Milan. Jadi, penyerang 24 tahun itu sesungguhnya masih punya kans mematahkan kutukan.
2018: Gonzalo Higuain (22 laga, 8 gol)
Ini adalah musim di mana para tifosi Milan menertawai para pendukung Juventus karena klub mereka bisa mendapatkan Higuain dan Mattia Caldara sekaligus. Sebagai gantinya, Leonardo Bonucci yang sudah kadung jadi musuh kembali ke Allianz Stadium.
Tapi, pada akhirnya, yang tersenyum belakangan adalah para suporter Juventus. Pasalnya, Bonucci mampu kembali tampil solid di lini belakang, sementara Caldara cedera parah dan Higuain mandul.
ADVERTISEMENT
Higuain sendiri cuma bertahan setengah musim di Milan sebelum dipinjamkan Juventus ke Chelsea untuk bermain di bawah asuhan Maurizio Sarri.
2019: Krzysztof Piatek (20 laga, 5 gol)
ADVERTISEMENT
Piatek datang sebagai sensasi besar di Serie A pada awal tahun 2019. Bersama Genoa, dia mampu mencetak 19 gol dari 21 penampilan. Tak heran kalau Milan rela menggelontorkan 35 juta euro untuk mendapatkannya.
Awalnya, pada paruh kedua 2018/19, Piatek tampil cukup tajam bersama Rossoneri dengan koleksi 11 gol. Namun, itu dilakukannya ketika masih mengenakan kostum nomor 19.
Pada musim 2019/20, Piatek diberi nomor punggung sembilan dan penampilannya langsung menukik. Akhirnya, Piatek pun dijual ke Hertha Berlin.