Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Patrick Kluivert masih berusia 18 tahun ketika dirinya mencetak gol kemenangan Ajax di final Liga Champions edisi 1995. Tak main-main, lawan De Godenzonen saat itu adalah AC Milan asuhan Fabio Capello yang pada musim sebelumnya menggilas Barcelona 4-0 di partai puncak.
Rekor Kluivert sebagai pencetak gol termuda di final Liga Champions itu sampai sekarang belum bisa disamai siapa pun dan, untuk itu, dia harus berterima kasih kepada sang pelatih, Louis van Gaal, yang telah memberinya kesempatan.
Mengorbitkan pemain muda memang keahlian Van Gaal. Bahkan, di Manchester United, pria Belanda itu belum betul-betul kehilangan sentuhan. Tiga pemain tim utama 'Iblis Merah' saat ini, Marcus Rashford, Jesse Lingard, dan Andreas Pereira, melakoni debutnya di rezim Van Gaal.
Kata Van Gaal, "If you're good enough, you're old enough." Jika seorang pemain sudah cukup bagus, artinya dia sudah cukup umur untuk bermain. Itulah mengapa, pria yang telah pensiun dari dunia sepak bola itu tak pernah takut menurunkan pemain muda.
Di Serie A , fenomenanya terbalik. Jika seorang pemain masih cukup bagus, berarti dia belum terlalu tua untuk bermain. Ya, di kompetisi sepak bola teratas Negeri Piza itu, melihat pemain uzur masih bersinar bukanlah hal mengherankan.
Tengoklah bagaimana aksi Cristiano Ronaldo bersama Juventus. Dalam dua musim terakhir, pemain Portugal itu sudah berhasil mencetak 42 gol untuk 'Si Nyonya Tua' dari total 53 pertandingan Serie A. Padahal, usia Ronaldo sekarang sudah 35 tahun.
Nah, sebelum Ronaldo, fenomena seperti itu juga sudah kerapkali terjadi. Di sini, kumparanBOLA akan ceritakan kiprah striker-striker gaek yang pernah mengguncang Serie A, dari Giuseppe Signori sampai Fabio Quagliarella .
Giuseppe Signori
Pada dekade 1990-an Giuseppe Signori pernah menjadi topskorer Serie A sebanyak tiga kali bersama Lazio. Menariknya, setelah dilego ke Bologna pada musim 1998/99, Signori pun masih lumayan tajam. Ketika itu, usianya telah menginjak 30 tahun.
Selama enam musim bermain untuk Rossoblu, Signori berhasil mencetak lebih dari 10 gol dalam empat kesempatan, yaitu pada 1998/99, 1999/2000, 2000/01, dan 2002/03. Total, 66 gol dikumpulkannya di Serie A dari umur 30 sampai 36 tahun. Not bad, eh?
Dario Huebner
Kehebatan Dario Huebner telah menjadi folklor favorit penggemar Serie A sejak awal dekade 2000-an lalu karena kisah pemain satu ini benar-benar unik. Di usia 34 tahun, Huebner sukses menjadi Capocannoniere musim 2001/02 bersama David Trezeguet.
Hebatnya, Huebner menggamit gelar itu bersama Piacenza yang kala itu berstatus tim promosi. Pada musim berikutnya pun dia masih cukup tajam dengan torehan 14 gol dari 27 partai. Sayangnya, pada musim 2003/04 Huebner kehabisan bensin dan memutuskan pensiun setahun berikutnya.
Francesco Totti
Totti sendiri pensiun pada 2017 lalu di usia 40 tahun. Dari usia 30 sampai 40 itu, dia berhasil mencetak 125 gol untuk I Lupi di Serie A. Bahkan, pada musim pemungkasnya, Totti masih sempat mencetak 2 gol walau menit bermainnya amat terbatas.
Filippo Inzaghi
Ketika pindah ke Milan, Inzaghi sudah berumur 29 tahun tetapi ketajamannya tak kunjung luntur. Bahkan, pada musim 2007/08 dan 2008/09, dia berhasil mencetak gol dua digit secara beruntun. Kala itu usianya sudah berada di pertengahan 30-an.
Alessandro Del Piero
Setahun setelah Francesco Totti mengunci gelar Capocannoniere, giliran Alessandro Del Piero yang melakukannya. Uniknya, gelar itu diraih Del Piero pada musim pertama Juventus kembali ke Serie A usai didegradasi paksa akibat Calciopoli.
Bersama Pavel Nedved, Gigi Buffon, Mauro Camoranesi, dan David Trezeguet, Del Piero bertahan walau harus bermain di Serie B. Pada musim 2007/08, Juventus kembali Serie A dan Del Piero mencetak 21 gol untuk membawa 'Si Nyonya Tua' finis ketiga.
Antonio Di Natale
Terdegradasinya Empoli pada 2004 membawa berkat buat Antonio Di Natale. Sebab, setelah itu dia menemukan rumah yang nyaman bernama Udinese. Di Natale mencetak total 191 gol untuk Zebrette dan 163 di antaranya dia bukukan setelah berulang tahun ke-30.
Puncak karier Di Natale bersama Udinese terjadi pada musim 2009/10 dan 2010/11. Lewat 29 dan 28 golnya, pria yang karib disapa Toto itu sukses menjadi topskorer Serie A. Setelah itu pun dia selalu bisa mencetak gol dua digit kecuali pada 2015/16 yang merupakan musim terakhirnya.
Diego Milito
Sama halnya dengan Toto Di Natale, Diego Milito juga merupakan seorang late bloomer. Pemain Argentina itu pindah ke Inter pada musim panas 2009 usai mencetak 25 gol untuk Genoa. Di Nerazzurri, dia diplot jadi suksesor Zlatan Ibrahimovic.
Milito tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Di bawah polesan Jose Mourinho, pemain berjuluk El Principe itu mencetak 24 gol untuk membawa Inter juara Serie A. Tak sampai di situ, Milito mencetak 26 gol tambahan dalam dua musim berikutnya sebelum mudik ke Argentina.
Luca Toni
Satu late bloomer lagi dalam daftar ini. Luca Toni sukses meraih gelar topskorer Serie A perdananya pada musim 2005/06 ketika membela Fiorentina. Dengan catatan 31 gol, Toni tak terkejar oleh siapa pun dan itulah yang membuatnya jadi striker utama Italia di Piala Dunia 2006.
Setelahnya Toni berkelana, bahkan sampai ke Uni Emirat Arab bersama Al-Nasr. Pada 2013 Toni bergabung dengan tim promosi Hellas Verona dan di sinilah kualitasnya kembali tampak. Dia langsung mencetak 20 gol pada musim perdana bersama Verona.
Namun, dia tak berhenti sampai di situ. Pada musim 2014/15, Toni melesakkan 22 gol yang membuatnya berhak lagi atas gelar Capocannoniere. Toni saat itu berusia 38 tahun dan sukses memecahkan rekor Dario Huebner sebagai topskorer tertua Serie A. Bravo!
Edin Dzeko
Musim 2016/17 tadi jadi yang terbaik buat Dzeko, di mana dia sukses mencetak 29 gol yang membuatnya jadi topskorer Serie A. Musim ini pun Dzeko masih cukup ganas, terbukti dengan 12 gol yang telah dia lesakkan sebelum kompetisi dihentikan akibat wabah corona.
Fabio Quagliarella
Sebelum bergabung dengan Sampdoria pada 2016, Fabio Quagliarella tidak dikenal sebagai pencetak gol yang hebat, melainkan pencetak gol-gol indah. Mau gol model apa pun, Quagliarella bisa melakukannya, termasuk di Piala Dunia.
Namun, baru setelah di Sampdoria dia bisa jadi penyerang yang konsisten mencetak gol. Musim lalu, misalnya, dia sukses mencetak gol dalam 11 laga beruntun untuk menyamai rekor Gabriel Batistuta musim 1995/95.
Di musim lalu pula Quagliarella akhirnya meraih gelar Capocannoniere dengan raihan 26 gol. Prestasi tersebut dicatatkannya pada usia 36 tahun. Berkat gol-gol Quagliarella, Sampdoria finis di urutan sembilan klasemen.
Honorable Mentions: Rodrigo Palacio, Francesco Caputo, Josip Ilicic, Giampaolo Pazzini, Antonio Cassano, Massimo Maccarone.
-----
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!