Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Hampir delapan belas tahun Daniele De Rossi memainkan peran yang sama: Sebagai energi yang menggerakkan fantasi AS Roma.
ADVERTISEMENT
Frank Darabont, sineas asal Prancis keturunan Hungaria, menggambarkan seperti apa upaya seseorang mempertahankan harga dirinya saat ditempatkan dalam posisi tanpa harapan lewat film berjudul The Shawshank Redemption. Film ini rilis pada 1994, diadaptasi dari novel Stephen King yang berjudul Rita Hayworth and Shawshank Redemption.
Salah besar jika mengira The Shawshank Redemption dipenuhi dengan visual memanjakan mata. Yang ada malah adegan gelap, membikin miris dan bergidik ngeri. Ini kisah tentang kehidupan penjara. Sewajarnya penjara, mana ada yang menawarkan keindahan. Kalaupun ada penjara-penjara berfasilitas mewah, memangnya apa yang indah dari kemewahan tanpa kebebasan?
Andy Dufresne tak pernah berpikir bahwa Penjara Shawshank akan menjadi salah satu fragmen panjang dalam hidupnya. Istrinya yang mendua mati dibunuh bersama selingkuhannya. Andy kebagian sial. Ia dituduh sebagai pembunuh keduanya.
ADVERTISEMENT
Pihak kepolisian bukan menuduh tanpa alasan. Mereka menilai Andy punya motif karena mendapati keduanya berselingkuh. Apa lacur, Andy jadi narapidana. Hukumannya berdurasi dua kali seumur hidup.
Andy bukan orang yang mudah bergaul, ia tak punya banyak teman. Tapi, itu bukan karena Andy acap bertingkah seenak jidat. Ia dianggap punya kharisma khusus sehingga membuat orang-orang segan berada di dekatnya. Adalah Ellis ‘Red’ Redding yang pertama kali menyadari hal ini.
Serupa Andy, Red adalah tahanan di Penjara Shawshank. Ia orang lama dan penting sekaligus. Dalam menjalani masa hukumannya, Red punya pekerjaan sampingan. Ia menjadi pemasok barang-barang pesanan para narapidana. Ia mencari uang dari pekerjaan ini. Dipenjara dan jadi sobat miskin? Oh, itu sama sekali bukan Red.
ADVERTISEMENT
Andy pun berkenalan dengan Red. Mereka berteman, walau Andy enggan memangkas jarak. Andy juga menjadi salah satu pelanggan Red. Kepada Red yang lakonnya diperankan oleh Morgan Freeman, ia memesan sejumlah barang. Segala hal yang dipesan Andy membuat orang-orang mengira bahwa ia sudah putus asa: palu batu untuk membuat pion catur, serta poster Rita Hayworth.
Untuk barang pertama, Red mengira Andy butuh menggeluti hobi agar tak mati bosan. Untuk barang kedua, ya, anggaplah itu sebagai cara Andy memuaskan nafsu birahinya. Semuanya wajar di mata Red, barang-barang itu menjadi milik Andy.
Pada akhirnya tak ada yang wajar tentang Andy. Barang-barang tadi adalah alat untuk mewujudkan fantasinya: keluar dari Penjara Shawshank. Palu untuk membuat pion itu digunakan untuk menjebol tembok penjara yang tebal minta ampun. Poster Hayworth dipakai sebagai penutup terowongan yang digalinya selama 19 tahun.
ADVERTISEMENT
Mana ada pula yang menyangka Andy punya akal dan nyali untuk kabur. Oke, ia memang tahanan yang cerdas bukan kepalang. Ia mengurusi pajak kapten penjaga, Byron Hadley, dan mampu menggerakkan pemerintah untuk membantu mengembangkan perpustakaan penjara.
Kerja samanya dengan sipir penjara bahkan berdampak kepada kawan-kawannya--termasuk Red. Tanpa Andy, tak akan mungkin kawan-kawannya itu bisa menikmati seember bir dingin di atap menara penjara sehabis kerja bakti.
Terlepas dari kecerdasannya itu, Andy tidak tampak sebagai makhluk yang bercabang pikiran, ia tak pernah membikin masalah. Ia ibarat anak baik-baik di sekolah yang selalu diminta tolong ini dan itu oleh guru.
De Rossi hafal kisah ini. Dalam wawancaranya untuk laman resmi Roma, De Rossi menyebut bahwa The Shawshank Redemption merupakan satu dari tiga film kesukaannya. Dua film lainnya adalah Slumdog Millionaire dan The Untouchables.
ADVERTISEMENT
Kiprah bersama Roma membuat De Rossi menyerupai Red. Sementara, Francesco Totti adalah Andy. De Rossi dan Totti bukan narapidana, mereka legenda hidup Roma. Berbeda dengan Red yang masuk penjara lebih dulu daripada Andy, Totty bergabung dengan Roma lebih dulu. Jika Totti masuk pada 1992, De Rossi bergabung sembilan tahun kemudian, pada 2001.
Yang membuat De Rossi-Totti serupa dengan Red-Andy adalah hubungan keduanya. Kebebalan Red akan aturan penjara dibutuhkan Andy untuk mewujudkan fantasi paling liar dalam hidupnya: kabur dari Penjara Shawshank.
Totti adalah fantasi terakhir sepak bola Italia. Ialah pemain yang memegang predikat harum semerbak di jagat sepak bola, fantasista. Peran ini sepintas memang mirip dengan trequartista yang secara harfiah merujuk pada pemain yang beroperasi di area tiga perempat lapangan akhir atau pertahanan lawan.
ADVERTISEMENT
Fantasista juga beroperasi di area serupa, tapi permainan pemain model ini lebih liar, penuh dengan fantasi. Sentuhan magis tak akan pernah luput dari gerak kedua kaki para fantasista, termasuk Totti.
Kualitas Totti sebagai fantasista muncul dalam wujud paling sahih kala Luciano Spalletti menjabat sebagai pelatih Roma pada 2005 hingga 2009.
Roma tampil semenjana pada musim pertama Spalletti. Tapi, setelahnya ada magi. Pemahaman taktik Spalletti menciptakan taman khayali bagi Totti.
Meski bermain dengan skema dasar 4-2-3-1, tak jarang Roma berubah rupa menjadi 4-6-0 saat menyerang. Totti bertugas sebagai penyerang utama, tapi dengan formasi 4-6-0, tentu kita bertanya-tanya siapa yang bakal menjadi penyelesai akhir.
Di fase itulah fantasi Totti bekerja dalam wujudnya yang paling liar. Ia ibarat menghilang begitu saja tanpa jejak saat timnya membangun serangan. Tahu-tahu, ia sudah muncul di depan gawang menutup serangan dengan lesakan gol yang membikin kiper lawan terbengong-bengong.
ADVERTISEMENT
Namun, serupa Andy yang membutuhkan tangan dingin Red untuk mengubah fantasinya menjadi kenyataan, Totti pun membutuhkan pemain lain yang begitu giat membantunya menembus batas kemustahilan paling muskil. Maka, di situlah De Rossi bekerja.
De Rossi acap mengambil peran sebagai gelandang bertahan. Yang lahir dari kakinya bukan cuma tekel-tekel keras, manuver yang membuat lawan memilih untuk melepas atau menghindar ketimbang berhadapan dengan perlawanan ala gladiator macam itu.
Kemampuan bertahan De Rossi juga dibarengi dengan efektivitas. Itu membuatnya sanggup memotong aliran bola lawan dan mengonversinya menjadi umpan yang berulang kali ditutup Totti dengan cara yang lebih pantas disebut ajaib ketimbang elegan.
Jika Andy membutuhkan fantasinya untuk keluar dari Penjara Shawshank, pun demikian dengan Totti. Roma, sekali lagi, bukan penjara. Tapi kalau mau jujur, prestasi apa yang sudah direngkuh Roma sampai sekarang? Roma bukan tim yang sama sekali tak pernah menimang gelar juara. Terhitung, sudah ada 16 gelar domestik dan tiga gelar non-domestik.
ADVERTISEMENT
Bila dirinci, 16 gelar domestik itu akan menjadi tiga scudetto, sembilan trofi Coppa Italia, dua gelar juara Piala Super Italia, serta masing-masing satu juara Serie B dan Coppa C.O.N.I. Namun, dari ketiga scudetto itu, yang teranyar adalah pada 2000/01. Kalau Coppa Italia, dua medali terbaru didapat pada 2006/07 dan 2007/08.
Soal level non-domestik, Roma tak pernah menjadi juara di kompetisi elite macam Liga Champions ataupun Liga Europa. Paling bagus, mereka menjadi runner up Liga Champions 1983/84 dan Liga Europa 1991. Sudah lama sekali, bukan? Totti bahkan belum bergabung saat mereka menjadi finalis.
Berangkat dari situ, Roma tak cuma menjadi rumah dan klub bagi Totti. Roma juga menjadi penjara yang membuat Totti tak sanggup merengkuh gelar-gelar mentereng di level klub. Untunglah ia tetap bisa mencicipi gelar juara Piala Dunia 2006 bersama Timnas Italia.
ADVERTISEMENT
Dengan fantasi liarnya itulah Totti tetap ditahbiskan sebagai salah satu pesepak bola terbaik yang pernah ada. Dengan fantasinya itulah Totti tak terganti di jagat sepak bola Italia.
Fantasinya itu pula yang membuat Totti menjadi manusia kesayangan Kota Roma. Ia bahkan bergelar Pangeran Roma. Dan di antara sekian banyak pemain yang menopang, De Rossi menjadi yang paling lama bertahan.
Segala sesuatu melahirkan konsekuensi. Begitu pula dengan hubungan Totti dan De Rossi. Totti menjadi yang nomor satu, si kapten abadi. Sementara De Rossi, apa boleh buat, tetap menjadi yang nomor dua.
Andy dikenang sebagai manusia paling genius yang pernah mendekam di Penjara Shawshank. Ia disebut sebagai juru selamat oleh kawan-kawannya karena berhasil membalaskan dendam kepada kepala penjara, Samuel Norton.
ADVERTISEMENT
Tapi, Red, si penyokong fantasi Andy hanya akan diingat sebagai orang bebal yang mampu memberikan apa pun yang kau inginkan di dalam penjara. Bahkan saat Andy sudah menikmati kebebasan, Red mesti menunggu lebih lama. Ia baru bisa keluar dengan status bebas bersyarat setelah 40 tahun mendekam di sana.
Kebebasan yang tak mungkin tak pernah dialami oleh De Rossi adalah kebebasan dari bayang-bayang Totti. Selama hampir enam belas tahun ia menjadi penopang Totti. Ia tampil sebagai pemain yang memotong serangan lawan dan mengubahnya menjadi hulu serangan yang bermuara pada Totti. Perannya krusial, tapi kalah menarik dibanding Totti
“Jika memiliki tongkat sihir, saya akan membawa beberapa trofi ke kabinet pribadi saya, tapi tak ada satu orang pun yang memiliki kemampuan itu. Saya merasa tenang dengan keputusan saya untuk ada di klub ini. Selama bertahun-tahun saya tentu membuat beberapa kesalahan dan tidak mungkin untuk mengatakan hal sebaliknya. "
ADVERTISEMENT
Selasa (14/5/2019), De Rossi mengucapkan kalimat tadi dalam konferensi pers soal laga terakhirnya bersama Roma. De Rossi menjawab seperti itu saat ditanya apakah mungkin ia berubah pikiran.
Setelah delapan belas tahun, bahkan setelah Totti meninggalkan Roma, De Rossi tetap dianggap sebagai nomor dua. Keputusan untuk tak memperpanjang kontraknya bahkan baru diberitahu pihak klub sehari sebelum pengumuman itu.
Keputusan ini memang logis mengingat De Rossi yang tak lagi muda, hampir 36 tahun. Musim ini saja, ia cuma bermain 24 kali di semua kompetisi untuk Roma. Hanya, De Rossi bukan pemain kemarin sore. Ia bukan anak bawang di Olimpico. Meski menit bermainnya minim, bukan berarti De Rossi tampil tanpa daya.
ADVERTISEMENT
Ia berhasil membukukan rataan 0,9 tekel sukses, 1,5 intersep, 1,8 sapuan, dan 0,7 blok per pertandingan. Bahkan De Rossi sanggup mempersembahkan dua gol dan dua assist untuk Roma musim ini.
Atas segala hal yang dilakukannya, kalaupun ia tak menjadi yang nomor satu di sepanjang karier, seharusnya De Rossi layak diperlakukan sebagai yang nomor satu di ujung karier.
Roma memang menawarkan jabatan direktur untuk De Rossi, persis kawan karibnya itu. Tapi, yang diinginkan De Rossi adalah laga, bukan wewenang. Yang ingin dipakainya adalah jersi, bukan jas buatan Valentino. Yang ingin dipijaknya adalah rumput lapangan bola, bukan lantai kantor yang mengilap.
Pada akhirnya, perjalanan De Rossi bersama Roma tuntas juga. Seluruh pemain dan staf hadir dalam konferensi persnya.
ADVERTISEMENT
Memberikan penghormatan, tak hanya lewat standing applause, tapi juga dengan memakai jersi De Rossi dengan simbol infinity sebagai pengganti nomor punggung. Bukan akhir yang menyenangkan, tapi setidaknya, De Rossi keluar dari Shawshank yang membelenggunya.
Tak masalah jika dalam kebebasannya itu De Rossi merasa limbung. Toh, Red pun mengalaminya. Kaget dengan kebebasan, Red jadi tak tentu arah dan khawatir setengah mati. Tapi pada akhirnya, di Pantai Zihuatanejo, Red mengaku memiliki harapan.
Entah apa yang akan menjadi Pantai Zihuatanejo untuk De Rossi. Di mana pun itu, semoga ia lekas menemukannya.
Catatan editorial
Sebelumnya ditulis, 'Jika Totti masuk pada 1992, De Rossi bergabung delapan tahun kemudian, pada 2001.' Yang benar adalah 'Jika Totti masuk pada 1992, De Rossi bergabung sembilan tahun kemudian, pada 2001.' Demikian kesalahan tersebut telah diperbaiki.
ADVERTISEMENT