Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Siapa Sebenarnya Sosok Li Yonghong yang Misterius itu?
25 Juli 2018 18:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
"Aku telah menyaksikan dalam 48 jam terakhir, beberapa media secara tidak bertanggung jawab melaporkan kabar palsu yang telah merusak reputasi klub, perusahaan-perusahaanku, keluargaku, dan diriku sendiri."
ADVERTISEMENT
CNN dan New York Times, dua media dengan kredibilitas tinggi di Amerika Serikat, bukan sekali dua kali saja menjadi korban serangan balik dari Trump. Dalam kasus Li Yonghong, yang menjadi korban serangan balik adalah harian Corriere della Sera.
Corriere della Sera adalah surat kabar yang berbasis di Milan. Pada Februari 2018, mereka merilis sebuah pemberitaan mengenai kebangkrutan Li. Surat kabar itu menuliskan bahwa Li sudah kehabisan uang dan asetnya tengah dilelang secara daring di negara asalnya, China.
ADVERTISEMENT
Kabar itulah yang kemudian membuat Li meradang. Serangan balik pun dia lancarkan. Namun, orang-orang enggan percaya. Sebab, sedari awal pun rekam jejak Li sudah dipertanyakan.
Ketika Li datang ke Italia untuk menjelaskan niatnya membeli Milan dari tangan Fininvest -- holding company milik Silvio Berlusconi --, dia mengaku sebagai pemilik tambang fosfat di kota Fuquan yang terletak di Provinsi Guizhou. Namun, dari hasil investigasi New York Times dan Reuters, diketahui bahwa tambang tersebut, setidaknya di atas kertas, bukan atas nama Li.
ADVERTISEMENT
Kepemilikan Guangdong Lion itu pernah dua kali berpindah tangan tanpa uang sepeser pun. Yang menarik, semua pemilik perusahaan itu bernama Li, mulai dari Li Shangbing, Li Shangsong, Li Yalu, dan Li Qianru. Anehnya lagi, dari satu orang yang bisa dihubungi oleh Times, Li Shangbing, muncul pengakuan bahwa dirinya sama sekali tidak mengenal Li Yonghong.
Sementara itu, lewat investigasi Reuters , diketahui bahwa alamat kantor perusahaan pertambangan itu adalah alamat palsu. Sebab, ketika awak Reuters mendatanginya, mereka mendapati kantor tersebut dalam keadaan terkunci. Di pintu, terdapat tanda bahwa siapa pun penyewa kantor tersebut sebelumnya sudah terusir dari sana.
Investigasi Times dan Reuters ini dilakukan karena sedari awal, Li memang sudah menjadi misteri. Di Italia, tak ada yang pernah mendengar nama orang ini sebelumnya. Di China pun setali tiga uang. Bahkan, di kalangan pengusaha tambang China sekalipun, hampir tidak pernah nama Li disebut-sebut. Dari sanalah segala kecurigaan berawal.
ADVERTISEMENT
Kecurigaan itu semakin bertambah karena proses negosiasi Li dengan Berlusconi terkait pengambilalihan Milan tersendat. Negosiasi ini sebenarnya sudah dimulai pada akhir 2016. Akan tetapi, ia baru bisa dirampungkan pada April 2017. Penyebabnya, karena Li sebenarnya tidak punya uang untuk membeli Milan yang dihargai senilai 740 juta euro.
Li mendirikan Sino-Europe Sports Asset Management Changxing Company pada 2016 dengan tujuan membeli Milan dari tangan Berlusconi. Akan tetapi, ketika itu uang yang dikumpulkan Li pun bukan miliknya sepenuhnya. Di situ, ada campur tangan pemerintah China yang memang sedang gencar-gencarnya menanamkan investasi di sepak bola.
Kencangnya aliran dana investasi China di sepak bola itu berhulu dari sang presiden sendiri, Xi Jinping, yang dikenal sebagai seorang penggemar fanatik sepak bola. Di bawah pemerintahan Xi Jinping , Liga Super China mendadak jadi liga tujuan favorit baru para pemain dan pelatih sepak bola mata duitan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Xi Jinping juga 'memaksa' Asosiasi Sepak Bola China (CFA) untuk menyusun sebuah program demi menjadikan China negara kuat di sepak bola. Inilah yang membuat mereka kemudian sampai menyewa jasa Tom Byer untuk memimpin pembinaan pemain muda. Semua dilakukan demi target menjadi superpower pada 2050.
Namun, ada sisi negatif dari investasi besar-besaran itu. Pada awal 2017, muncul sebuah aturan baru dari pemerintah soal investasi sepak bola. Pasalnya, sepak bola kemudian dilihat oleh pemerintah sebagai sebuah cara untuk mengalirkan dana sebesar-besarnya ke luar China. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan instabilitas bagi perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Oleh karenanya, investasi sepak bola pun direm habis-habisan. Di Liga Super China, cara mengakali agar klub tak lagi jorjoran adalah dengan menerapkan pajak 100 persen untuk pembelian pemain. Jadi, seandainya sebuah klub China membeli pemain seharga 50 juta euro, maka mereka juga harus membayar 50 juta euro dalam bentuk pajak ke pemerintah.
ADVERTISEMENT
Imbas lainnya, dana pemerintah di konsorsium Sino-Europe milik Li tadi pun ditarik kembali. Ini yang membuat Li harus pontang-panting mencari utangan ke sana-sini. Sampai akhirnya, dia menemukan 'penyelamat' dalam diri Elliott Management, sebuah firma investasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat.
Dan, begitulah. Li akhirnya berutang pada Elliott. Singkat cerita, Li gagal melunasi utangnya tersebut dan Milan pun kini diambil alih oleh Elliott. Kini, yang jadi pertanyaan adalah, siapa sebenarnya Li Yonghong ini?
***
Lewat telusuran di mesin pencari Google, LI Yonghong diketahui sebagai seorang pengusaha kelahiran China yang berbasis di Hong Kong. Dia lahir di Huazhou, Provinsi Guangdong, pada 16 September 1969. Sosok yang mengaku pindah ke Hong Kong dari China pada 1994 itu diketahui merupakan mantan pemilik Duolun Investment dan mantan General Manager Chief Power Real Estate.
ADVERTISEMENT
Sampai di situ, terlihat tidak ada masalah. Kredensial itu memberi impresi bahwa Li adalah sosok yang punya legitimasi serta kredibilitas sebagai seorang pengusaha. Akan tetapi, faktanya sama sekali tidak begitu. Apa yang dilakukannya terhadap Milan menunjukkan bahwa Li bukan sosok jujur. Marca, tanpa tedeng aling-aling, bahkan melabelinya dengan sebutan 'pengusaha gadungan'.
Kontroversi memang tidak pernah jauh-jauh dari Li. Ayah dan adik laki-lakinya, Li Naizhi dan Li Yongfei, pernah ditangkap polisi pada 2003 atas kasus penipuan. Dalam kasus tersebut, Li Hongqiang yang merupakan kakak Li sampai kabur ke Honduras demi menghindari penangkapan.
Kemudian, perusahaan Li yang lain, Chief Power Real Estate, beberapa kali tersandung masalah hukum. Misalnya, ketika mereka berseteru dengan pedagang barang bekas terkait penjualan sebuah power unit. Perusahaan ini juga pernah gagal membayar utangnya kepada China Construction Bank.
ADVERTISEMENT
Masalah kembali menimpa Li di perusahaannya yang lain, Duolun Investment. Pada saat memimpin perusahaan itu, Li pernah didenda pemerintah sebesar 600 ribu yen (sekitar 78 juta rupiah) karena tidak melaporkan penjualan saham perusahaan tersebut. Keputusan Li tidak melaporkan penjualan ini diduga karena ia merupakan hasil insider trading.
Berhenti sampai di situ? Tentu tidak. Ada dua kasus lain di mana identitas Li dipertanyakan. Pada 2017 lalu, Li dikabarkan menggunakan nama palsu untuk melakukan bisnis di berbagai perusahaan. Kemudian, dia juga pernah mengaku-ngaku sebagai chairman Grand Dragon International Holding, perusahaan yang bertanggung jawab atas pembangunan Terusan Thai. Klaim sepihak Li ini akhirnya dibantah oleh pihak Grand Dragon.
Dari sini, sebenarnya tidak bisa terjawab pula siapa sosok Li Yonghong sebenarnya. Namun, sejumlah kontroversi yang melibatkan dirinya itu menunjukkan bahwa pria satu ini tak punya reputasi bagus. Segala bisnis yang dijalankannya selalu terlibat dengan kecurangan dan penipuan. Maka, bersyukurlah Milan yang akhirnya bisa lepas dari tipu daya laki-laki satu ini.
ADVERTISEMENT