Tentang Levante, Wakil Valencia yang Tak Pernah Dianggap Itu

18 Agustus 2017 6:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Levante merayakan promosi ke La Liga. (Foto: Instagram/Levante UD)
zoom-in-whitePerbesar
Levante merayakan promosi ke La Liga. (Foto: Instagram/Levante UD)
ADVERTISEMENT
Tak ada yang boleh dibicarakan selain Valencia Club de Futbol jika membicarakan kultur sepak bola di kota Valencia. Berdiri sejak 1919, Valencia CF telah banyak mengharumkan nama kota ini di persepakbolaan Eropa, salah satunya adalah lewat gelar Piala UEFA tahun 2004.
ADVERTISEMENT
Sudah banyak gelar yang diberikan kepada kota Valencia membuat publik lupa, soal siapa yang menanamkan kultur sepak bola di kota tersebut. Tersebutlah Levante Union Deportiva, kesebelasan kelas pekerja lokal yang berusia sepuluh tahun lebih tua.
Levante UD adalah bentuk pengejawantahan kelas pekerja di Valencia. Mereka mengambil nama pantai murah meriah di pesisir barat, didirikan secara kolektif oleh pengusaha parfum lokal, dan memiliki kandang dekat kampung nelayan.
Didirikan lebih dulu membuat Levante lebih dikenal sebagai entitas dari kota Valencia ketimbang Valencia itu sendiri. Dukungan dari golongan rohaniwan dan kelompok nelayan lokal membuat Levante begitu digdaya di kompetisi regional maupun nasional.
Nasib Levante berubah ketika beragam perang menjangkiti Spanyol. Kandang mereka, La Platjeta, yang menjadi basis kelompok Republikan runtuh akibat peperangan. Dengan kondisi tersebut, Levante mau tidak mau pun harus melakukan merger dengan kesebelasan tetangga bernama Gimnastico Football Club demi mempertahankan eksistensi.
ADVERTISEMENT
Kritis setelah terjadinya perang justru tidak dialami oleh Valencia. Usai peperangan, mereka bangkit dengan membangun ulang skuat dan ikut kompetisi level regional. Puncaknya, Valencia mendirikan kandang bernama Mestalla pada 1923.
Jurang perbedaan akhirnya tercipta pada kedua kesebelasan. 1960-an menjadi dekade yang begitu memisahkan keduanya. Di saat Valencia berturut-turut mendapatkan gelar Piala Fairs, Levante justru baru mulai bermain di La Liga.
Kendati telah mulai bermain di La Liga sejak 1960-an, bukan berarti Levante terus berada di level teratas. Total 107 tahun berdiri, Levante banyak menghabiskan kompetisi di Segunda Division dengan bermain selama 38 musim.
Kondisi tersebut memang dianggap wajar oleh pendukung dan petinggi Levante. Jangankan untuk belanja pemain besar-besaran, untuk membayar ongkos operasional kesebelasan saja, uang Levante pas-pasan.
ADVERTISEMENT
Pendukung Levante, berasal dari kelas pekerja. (Foto: Instagram/Levante UD)
zoom-in-whitePerbesar
Pendukung Levante, berasal dari kelas pekerja. (Foto: Instagram/Levante UD)
Meski begitu, Levante tidak ingin terus menerus dianggap sebagai kesebelasan liliput. Pernah pada suatu momen, tepatnya pada musim 2011/12, mereka berusaha mewujudkan mimpi besar yang pernah dicanangkan oleh presiden tim, Quico Catalan.
Dipimpin oleh pelatih Juan Ignacio Martinez, yang kariernya lebih banyak dihabiskan di kesebelasan medioker, Levante tampil begitu mengejutkan. Mimpi besar mereka dimulai dari pecahnya rekor pengeluaran kesebelasan di bursa transfer musim panas.
Dengan pengeluaran yang mencapai 1,4 juta poundsterling, Levante meminang Felipe Caicedo dan Nabil El Zhar yang saat itu masih tercatat sebagai pemain potensial. Tidak hanya itu, Levante juga memperkuat tim dengan merekrut Asier Del Horno, Francisco Farinos, dan Arouna Kone yang memiliki pengalaman tampil di La Liga.
ADVERTISEMENT
Awalnya, kombinasi tersebut diyakini tidak akan membuat Levante lebih baik. Namun, semua berubah saat La Liga memasuki pekan keempat saat mereka mengalahkan Real Madrid di Ciutat de Valencia dan membuat rekor dengan memenangi enam pertandingan selanjutnya.
Rekor tersebut memang tak berlanjut, tetapi Levante terus menakutkan. Pada akhir musim, hanya Barcelona yang sanggup mengalahkan mereka dalam dua pertemuan. Sementara kesebelasan lain, termasuk Atletico Madrid dan Valencia, cukup kesulitan untuk menahan mereka.
Levante mengakhiri La Liga musim 2011/12 di urutan keenam dan berhak atas satu tiket babak kualifikasi Liga Europa. Sebuah catatan mengesankan bagi kesebelasan yang keberadaannya tak pernah dianggap.
Keberhasilan tersebut rupanya berakibat fatal untuk Levante. Beberapa musim setelahnya, pemain-pemain kunci mereka pergi karena tidak sanggup menahan godaan kesebelasan lain. Kedatangan pelatih-pelatih berpengalaman seperti Joaquin Caparros dan Jose Luis Mendilibar pun tak membantu karena skuat mereka tak terlalu apik.
ADVERTISEMENT
Levante akhirnya kembali terjerumus ke Segunda Division pada akhir musim 2015/16, setelah bertahan selama enam musim di level teratas. Di Segunda Division, Catalan menyerahkan jabatan pelatih kepala kepada sosok Juan Muniz.
Pemilihan Muniz dianggap sebagai sebuah langkah strategis dari Catalan. Pengalaman Muniz melatih di beberapa kesebelasan Spanyol serta ilmu yang didapat tatkala menjabat sebagai tangan kanan pelatih kawakan, Juande Ramos, dianggap sebagai sebuah nilai tambah.
Menjalani empat pertandingan awal dengan catatan memuaskan, Levante sukses menutup Segunda Division sebagai juara, meski masih ada enam pertandingan sisa. Kemenangan atas Real Oviedo, tanggal 29 April 2017 silam menjadi penutup perjalanan mereka di Segunda Division musim 2016/17 dengan status juara.