Brian Clough

The Damned United: Tanda Tanya dalam Kisah 44 Hari Brian Clough di Leeds United

24 Maret 2020 17:53 WIB
comment
156
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Patung Brian Clough. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Patung Brian Clough. Foto: Shutter Stock
'The Damned United' membentuk Brian Clough sebagai mitos. Kisah ini tidak mengejar ketepatan dan kebenaran sejarah. Mitos tidak berkawan dekat dengan akurasi. Ia ada untuk merawat sebuah kisah, agar segala sesuatu yang dinarasikan di sana tetap bisa hidup sampai kapan pun.
Secara garis besar, 'The Damned United' versi buku dan film bercerita tentang perjalanan Clough mengasuh Leeds United selama 44 hari pada 1974. Clough memang cuma duduk di kursi pelatih Leeds dalam kurun singkat itu. Apa boleh buat, ia ditendang dari jabatannya.
Sepak bola bukan pertunjukan sulap, apalagi cerita dongeng. Namun, selalu ada kegilaan di atas lapangan bola. Kisah 44 hari Clough adalah salah satunya.
Versi film 'The Damned United' rilis pada 2009. Film garapan Tom Hooper ini diadaptasi Peter Morgan dari buku tulisan David Peace yang terbit pada 2006.
Dalam wawancaranya bersama Anthony Clavane untuk The Blizzard, Peace bercerita mengapa ia memutuskan untuk mengerjakan buku 'The Damned United'. Awalnya, Peace ingin menulis tentang kiper Leeds, David Harvey. Namun, riset selama enam bulan justru mendorongnya untuk menulis tentang perjalanan singkat Clough di Leeds.
Hal tersulit dalam menulis Clough adalah memastikan diri agar tak terjebak gimmick. Hampir seluruh tulisan yang mencatat perjalanannya menggambarkan Clough sebagai pelatih besar mulut.
Membedakan mana Clough yang sebenarnya, mana Clough yang retorik, itulah yang sebaik-baiknya harus dikerjakan siapa pun yang menulis Clough. Sebagai seseorang berkarakter kuat, Clough selalu memiliki cara untuk membuat orang-orang mengalihkan perhatian padanya.
Ia tidak seperti Bill Shankly yang membuat orang-orang mengiyakan seluruh kata-katanya. Tak ada kerumunan orang yang mengelu-elukan nama Clough dalam alunan 'Amazing Grace'. Tak ada pula orang yang datang untuk mencium ujung kakinya.
Omongan Clough tak jarang membuat orang lain berang. Salah satu contohnya saat ia bicara tentang sepak bola perempuan. “Saya suka jika perempuan yang saya cintai bersikap feminin, bukannya melakukan tekel dan berselimut lumpur.”
Komentarnya tentang David Beckham juga tidak dapat dilupakan begitu saja. Katanya, Beckham harusnya menyarankan agar Victoria Beckham memiliki pelatih vokal. Menurut Clough, kualitas vokal Victoria sama buruknya dengan permainan sepak bola Beckham.
Begitu juga saat ia mengomentari gelombang pemain Italia dan Prancis di Inggris. “Mengeja kata spageti saja saya tidak bisa, apalagi bicara bahasa Italia. Jadi, bagaimana pula saya bisa meminta orang-orang Italia menguasai bola? Yang ada, mereka malah meremas buah zakar saya.”
Namun, salah besar jika menyebut Clough pelatih modal kontroversi melulu. Ia berhasil membawa Derby County, klub yang acap berkutat di Second Division, menjadi juara First Division pada 1971/72. Mahkota juara itu menjadi yang pertama dalam sejarah Derby County.
First Division saat itu setara dengan Premier League, sementara Second Division adalah Championship. Tak sampai di situ. Pada 1973, Clough membawa Derby County ke semifinal European Cup alias Liga Champions.
Pun saat ia menjadi arsitek taktik Nottingham Forest. Tak cuma juara Premier League (First Division) pada 1977/78, Forest dibawanya menjadi raja Eropa dengan menjuarai European Cup (Liga Champions) pada 1978/79 dan 1979/80.
Bahkan Sir Alex Ferguson yang termasyhur itu saja tak bisa mengantar timnya, Manchester United, menjuarai Liga Champions dalam dua musim beruntun. Nukilan kisah sukses dan segala macam omongan ajaib menggoda begitu banyak pihak untuk mereproduksi ulang perjalanan Clough.
Brian Clough (tengah) bersama dua pemainnya. Foto: Wikimedia Commons
Dua kisah sukses itu ternyata dipisahkan oleh satu cerita muram di Leeds. Singkat. Cuma 44 hari. Namun, itulah yang membuat muramnya pekat.
Cerita di Leeds lantas membuat orang-orang sadar bahwa Clough bukan tinggal di surga tempat segala sesuatunya berjalan rapi dan sempurna. Clough sebenar-benarnya manusia yang tinggal di Bumi.
Kemanusiawian Clough digambarkan dengan hubungannya dengan sang asisten ketika melatih Derby, Peter Taylor. Jika Clough merupakan sosok yang meledak-ledak, Taylor lebih kalem dan bisa bertindak sebagai eksekutor.
Clough ternyata tak bisa berbuat banyak tanpa Taylor. Buktinya, kisah di Leeds itu. Tak ada Taylor di Leeds. Clough bertengkar dengan Taylor sebelum menerima pinangan Leeds.
***
“Saya menemukan 17 hal tak akurat soal Clough dalam 'The Damned United',” seperti itu omongan Pat Murphy yang dikenal sebagai teman sekaligus penulis biografi Clough.
Ia bertindak sebagai ghost writer sampai Clough meninggal pada 2004. Berangkat dari situ, ucapan Murphy soal 'The Damned United' tidak bisa disebut sebagai isapan jempol belaka.
Menggambarkan Clough sebagai alkoholik dan perokok saat melatih Leeds adalah salah satu kekeliruan yang ditemukan Murphy. Clough masih memegang kendali penuh atas dirinya sendiri pada 1974. Ia memang tidak menolak alkohol, tetapi ketika itu Clough adalah occasional drinker.
“Ia bermain squash sampai awal 1980-an. Ia bukan peminum dan perokok seperti yang ditampilkan di film. Ia suka minum, tetapi ia occasional drinker. Ia tidak minum untuk mabuk-mabukan. Ia ada di puncak kekuasaannya saat itu. Lagi pula, bagaimana mungkin ia tidak bisa mengendalikan diri sendiri saat itu?” jelas Murphy kepada ExpressAndStar.
“Oke, orang-orang tahu apa yang terjadi padanya sejak 1975 [mulai jadi peminum -red]. Masalahnya begini. Mereka menarik Clough versi yang lebih tua masuk ke fragmen saat ia melatih Derby dan Leeds hanya untuk mendramatisasi,” tutur Murphy.
Keluhan Murphy tak cuma itu. Ia juga meyakini bahwa fragmen yang menggambarkan Clough tak mau bertemu dengan Don Revie--pelatih Leeds yang digantikannya--tak tepat.
Tidak ada yang menampik bahwa sebelum menggantikan Revie, Clough acap mengkritik Leeds. Dalam film ini disebut bahwa alasan kepindahannya ke Leeds adalah mengembalikan sepak bola tim ini kepada kaidah permainan indah sepak bola. Clough muak dengan permainan buruk Leeds.
Kedatangannya, ya, untuk mengubah Leeds yang tadinya bermain busuk dan asal menang menjadi tim yang bermain indah. Toh, taktik racikan Clough juga berhasil membawa Derby County menghentikan dominasi Leeds di era tersebut. Namun, Clough bukan sosok yang kelewat kurang ajar sampai menolak bertemu dengan pelatih lain.
“Orang-orang dari generasi muda mungkin akan menonton film ini dan berkata 'Wow, dia fantastis', sedangkan orang-orang dari generasi saya paham bahwa dia luar biasa," kata Murphy.
"Saya pikir saya bakal menjadi minoritas karena saya tidak berpikir orang akan peduli dengan dramatisasi. Namun, saya pikir, orang-orang dari generasi saya--terutama jurnalis--akan berpendapat bahwa film itu tidak benar," lanjut Murphy.
Terlepas dari sebanyak apa dramatisasi yang ditambahkan di versi buku dan film, 'The Damned United' adalah perkenalan generasi muda dengan Clough yang berjaya di masa lampau. Bagi orang-orang yang lebih tua, kisah ini adalah pengingat lantang akan Clough.
Dalam 'The Damned United' versi buku, ada fragmen yang menggambarkan Clough menceritakan perjalanan singkatnya bersama Leeds dengan menggunakan sudut pandang orang pertama. Namun, ada pula narasi yang mengisahkan kariernya sebagai pemain dan manajer di Derby dengan menggunakan sudut pandang orang kedua.
Dalam wawancaranya bersama Clavane, Peace menjelaskan bahwa eksekusi macam ini dilakukan untuk menjadikan cerita tetap utuh. Cerita Clough bersama Leeds memang berakhir di hari ke-44. Akan tetapi, para penggarap 'The Damned United' ingin agar ingatan dan kenangan akan Clough bisa membawa siapa pun kembali ke hari pertama tadi.
Keputusan untuk menggunakan kata ganti orang kedua juga bertujuan untuk menampilkan Clough yang mengingat-ingat Clough versi 1970-an, bukannya soal Clough versi 1990-an yang babak-belur dihajar kasus dan kontroversi.
Ini adalah upaya seseorang untuk mengingat diri sendiri, tentang bagaimana Clough mengingat sosoknya di masa lampau, dan tentang kita, para penonton, mengingat diri sendiri di masa lalu.
***
Catatan editorial:
Di masa social distancing seperti ini, kami akan berusaha mengulas film dan buku tentang sepak bola dan olahraga.
Sebagian bukan film atau buku baru, tetapi mungkin ini saat yang tepat untuk kembali menonton film dan membaca buku lama. Atau jangan-jangan ini menjadi waktu yang tepat untuk--akhirnya--menonton film dan membaca buku yang sudah lama tertumpuk.
***
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi uang tunai Rp50.000.000! Buruan daftar di sini.