Titus Bonai yang Terlahir Kembali

2 Oktober 2019 14:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain Persipura Jayapura, Titus Bonai, beraksi di sebuah laga. Foto: Antara/Gusti Tanati
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Persipura Jayapura, Titus Bonai, beraksi di sebuah laga. Foto: Antara/Gusti Tanati
ADVERTISEMENT
Pada suatu waktu, Titus Bonai pernah dikenal sebagai penyerang cepat, tajam, dan mematikan.
ADVERTISEMENT
Liga Indonesia (ISL) musim 2009/10 menjadi bukti paling sahih terkait klaim tersebut. Ini pertama kalinya Tibo --sapaan Titus-- mencuri panggung.
Ia mampu mencetak 17 gol sepanjang musim meski cuma bermain untuk klub papan bawah. Persiram Raja Ampat namanya, klub yang kini bertransformasi menjadi Tira-Persikabo.
Hal serupa terus berlanjut kala Tibo hijrah ke Persipura Jayapura. Begitu pula tatkala ia memperkuat Timnas Indonesia U-23 asuhan Rahmad Darmawan di SEA Games 2011. Sayangnya, situasi tersebut tak berlangsung lama.
Sejak 2015, Tibo seakan menghilang. Ia tak bisa berbuat banyak selama dua tahun bermain untuk PSM Makassar. Catatan golnya mengkhawatirkan. Saat pindah ke Borneo FC pada 2018, kondisi belum berubah.
Faktor usiakah? Oh, tidak juga.
ADVERTISEMENT
Pada musim pertama bermain untuk PSM, Tibo baru berusia 26 tahun. Di Borneo FC, usianya 28 tahun. Perlu dicatat bahwa usia pada kurun itu biasanya merupakan masa keemasan seorang pesepak bola.
Jadi, kenapa?
Enggak tahu juga, sih. Yang jelas, saat ini performa Tibo telah kembali seperti di masa-masa awal kariernya.
Kecepatannya, ketajamannya, kreativitasnya. Semua itu kembali terlihat bersama Persipura musim ini. Lebih rinci, rangkaian kualitas itu kembali muncul begitu Jacksen F. Tiago masuk sebagai pelatih Tim Mutiara Hitam.
Jacksen F. Tiago, pelatih Persipura Jayapura Foto: Instagram @jaksen_tiago
Jacksen ditunjuk sebagai pelatih Persipura saat Liga 1 2019 memasuki pekan kedelapan. Saat itu pula Persipura yang performanya tengah ambyar tiba-tiba membaik. Madura United, yang menjadi lawan perdana di bawah asuhan Jacksen, berhasil dikalahkan.
ADVERTISEMENT
Hasil positif macam ini terus berlanjut pada pekan-pekan berikutnya. Pada akhirnya Persipura secara perlahan menjejak ke papan atas. Kini mereka berada di peringkat tujuh dengan 30 poin.
Di tengah kebangkitan Persipura inilah performa sejumlah pemain menanjak. Boaz Solossa adalah salah satu di antaranya. Tibo juga demikian.
Tibo menggila di bawah didikan Jacksen. Sebelumnya, ia cuma membuat dua gol dalam tujuh laga. Begitu pelatih asal Brasil ini bertugas, tiba-tiba Tibo mampu mencatatkan sembilan gol dalam 10 pertandingan.
Motivasi jelas menjadi salah satu formula Jacksen dalam mengembalikan performa Tibo. Lagi pula, ia adalah pelatih yang pada 2012 menangani sang pemain di masa jayanya.
Hal itu pula yang membuat Jacksen tahu mesti bagaimana memaksimalkannya. Dalam skema 4-3-3 Jacksen, Tibo yang ditempatkan di sayap kanan seakan diberi kebebasan bergerak di lini depan, sebagaimana yang juga didapat Boaz.
ADVERTISEMENT
Yang menarik, kebebasan yang diberikan kepada Tibo seperti sebatas mencari ruang, bukan bergerak menggiring bola ke sana ke mari seperti yang diterima Boaz. Barangkali, Jacksen tahu bahwa fisik Tibo tak sekuat dahulu.
Dengan cara ini, tak sekali dua kali Tibo bertukar posisi dengan Boaz yang beroperasi area kiri. Tak jarang pula ia berperan sebagai penyerang tengah, bergantian dengan Samassa. Hal ini membikin lawan sukar membaca pola penyerangan Persipura.
Tibo menjadi liar dengan skema seperti ini. Ia seperti ada di mana-mana meski tanpa bola. Hati-hati begitu bola dikuasai. Di momen itulah peluang biasa tercipta.
Skema tersebut menjadi salah satu alasan mengapa Tibo mampu mencetak sembilan gol. Model permainan itu pula yang membuatnya bangkit.
ADVERTISEMENT
Di atas lapangan, hampir di seluruh laga Persipura, Tibo kembali menjadi Tibo yang dulu. Yang garang. Yang tajam. Yang mematikan.