Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Wawancara Hendri Mulyadi: Mengungkap Fakta Baru di Balik Pitch Invasion Terbaik
15 April 2021 17:18 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ya, Hendri menjadi viral ketika Timnas Indonesia menghadapi Oman pada 6 Januari 2010. Gara-garanya, pria asal Cikarang, Kab. Bekasi tersebut tiba-tiba meloncat masuk ke lapangan jelang berakhirnya laga kualifikasi Piala Asia 2011 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
Sontak, namanya menjadi bahan perbincangan seantero Tanah Air. Tak cuma di dalam negeri, Hendri juga menjadi bahan pemberitaan di mancanegara. Kala itu, BBC hingga ESPN membahas soal aksi nekatnya tersebut.
Aksinya itu dinilai mencoreng nama baik sepak bola Indonesia. Namun di sisi lain, ada pula yang menganggapnya sebagai pahlawan.
Ya, bisa dibilang pitch invasion Hendri mungkin menjadi yang terbaik sepanjang masa. Karena, aksi merangseknya ke lapangan kala itu penuh dengan pesan untuk sepak bola Indonesia. Dampaknya pun siginifikan.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, laga melawan Oman itu adalah pertaruhan Timnas Indonesia untuk melaju ke Piala Asia 2011. Akhirnya, tim 'Merah Putih' kalah 1-2, gol tunggal Boaz Solossa tak berarti apa-apa. Pupuslah harapan unjuk gigi di panggung Asia.
Kini, 11 tahun telah berlalu sejak kejadian tersebut. Apa kabar Hendri Mulyadi?
kumparan berkesempatan melakukan wawancara dengan Hendri Mulyadi pada Kamis (15/4). Ia kembali berkisah soal kilas balik aksi pitch invasion-nya serta kisah-kisah di balik layar yang tak terungkap kala itu.
Hendri juga bercerita tentang dampak dari aksinya itu terhadap organisasi PSSI. Silakan simak wawancara lengkapnya berikut ini.
Bisa diceritakan kembali bagaimana akhirnya terpikir untuk menerobos ke lapangan?
Saya waktu itu ke GBK beritga sama teman. Jadi sebenarnya dari rumah sudah ada pikiran buat memberi teguran ke PSSI kalau Timnas kalah lagi, 'Apa gua loncat aja, ya, ke lapangan?' pikiran saya waktu itu.
ADVERTISEMENT
Cuma waktu di stadion sudah jiper (gugup) duluan sebelumnya karena lihat penontonnya banyak banget dan polisinya juga di setiap pagar banyak, dan ada juga polisi yang nyamar menjadi steward.
Apakah teman-teman Anda tahu soal rencana 'gila' ini?
Mereka enggak tahu. Sebenarnya kan waktu itu kami sudah kehabisan tiket (pertandingan) karena perjalanan dari Cikarang ke Jakarta sampai 2 jam, belum macetnya. Terus, cari-cari tiket pas sudah sampai di sana karena dulu belum banyak kenalan kan.
Terus, dapatlah tiket dari calo, harganya sudah lupa, kami dapat bertiga yang tempatnya di sektor 26 belakang gawang, kalau enggak salah. Jadi, awalnya menonton di situ sebenarnya.
Lalu, bagaimana kronologinya bisa sampai masuk ke lapangan?
Pas babak kedua, kami masih di situ bertiga. Terus, pas babak kedua sudah memasuki sekitar pertengahan (kondisinya Timnas Indonesia sudah tertinggal 1-2), saya bilang sama teman, "Wah, enggak beres, nih. Gua harus ngasih sesuatu biar ada perubahan di sepak bola kita".
ADVERTISEMENT
"Mau ngapain lu? Jangan aneh-aneh!" kata teman saya.
"Udah, jaga aja tas gua dan sendal gua," kata saya.
Terus, saya pindah kan dari tribune belakang gawang ke tribune sebelum tengah, dekat area corner kick, lupa sudut apa namanya. Saya jalan melipir gitu kan, nonton dulu sampai akhirnya injury time. Ada penonton kan banyak di dekat pagar pinggir, saya bilang, "Mas, misi, mas, mau lewat".
"Mau ngapain, mas?" tanya penonton lain.
"Enggak apa-apa, mau naik aja," kata saya.
Habis itu, yang ada di pikiran waktu itu adalah gimana caranya dapetin bola untuk bikin gol. Untungnya, mungkin karena semesta mendukung, polisi itu enggak ngeh (sadar), jadi loloslah.
Saya lolos, lari, kebetulan waktu itu badan masih lumayan kurus. Ya sudah, saya lari dan waktu itu enggak kepikiran, kalau enggak dapat bola habis itu mau ngapain.
ADVERTISEMENT
Kebetulan, waktu itu bolanya kan mau dibuang sama pemain Oman. Itu kebetulan pas saya mau lari, jadi saya kejar aja bolanya. Saya lari sekencang mungkin. Ya, itu karena ada pressure dari polisi, kalau sampai gol saya pasti bahagia. Sayangnya enggak gol, benar-benar payah, hahaha...
Waktu menggiring bola itu Anda membayangkan diri menjadi siapa? Anda kan fan Inter Milan, apakah membayangkan diri Anda adalah penggawa Nerazzurri?
Enggak kebayang siapa-siapa sebenarnya. Enggak kebayang pemain siapa pun, jadi diri sendiri saja sebenarnya.
Tapi memang waktu itu, pas nginjek ke rumput, wih, enak banget [rumput GBK]. Soalnya, saya biasanya main di lapangan yang rumputnya tinggi-tinggi dan ada duri-durinya, haha...
Dalam tayangan yang disiarkan, Anda lalu dihentikan polisi. Setelah itu bagaimana?
Waktu itu, saya dibawa ke sebuah ruangan di GBK yang ada di lorong dekat pintu merah, kalau enggak salah, saya diinterogasi sama polisi di situ.
ADVERTISEMENT
Saya ditanya soal ngapain kayak begitu dan siapa yang menyuruh. Beberapa polisi steward yang masih muda-muda sempat mau mukul. Untung ada polisi senior yang bilang, "Awas nih kalau ada yang mukul, ini bukan kriminal!"
Wartawan-wartawan yang berhasil masuk dukung saya. Tapi terus saya bilang, "Enggak ada yang mukul, mas" dan memang enggak ada. Sempat menghubungi orang rumah juga waktu itu dan sudah saya jelasin.
Waktu itu sudah memikirkan konsekuensinya, mungkin saya bakal dihukum 3 bulan. Ya, enggak apa-apalah saya pikir untuk kemajuan sepak bola kita.
Habis dari situ, saya dibawa ke Polsek Tanah Abang naik mobil polisi. Teman-teman saya nyamperin naik taksi. Di perjalanan, saya dimaki-maki lagi sama polisi, hehe... Dikira mau cari sensasi.
ADVERTISEMENT
Sampai polsek, terus di-BAP sama bagian penyidik mungkin, ya. Di situ, malah lebih enak polisinya, saya bisa cerita-cerita sambil ngobrol-ngobrol santai dan dikasih makan segala macam.
Mereka nanya, apakah saya disuruh orang atau gimana, mereka mau cari dalangnya. Tapi, saya bilang apa adanya, enggak ada, saya cuma suporter cinta bola. Walau Timnas main di Jakarta, saya rutin berangkat.
Setelah dari Polsek, enggak sampai masuk sel, saya diantar pulang sama polisi yang kebetulan mau sekalian pulang ke Bekasi. Diantar sampai pintu tol Bekasi, saya dijemput keluarga di sana terus pulang ke Cikarang.
Dampaknya menjadi pemberita nasional dan internasional buat Anda apa?
ADVERTISEMENT
Ngartis haha... ramai waktu itu. Setelah sampai rumah, saya pikir sudah selesai. Nah, pas jam 9-an malam, itu wartawan sudah ramai di rumah.
ADVERTISEMENT
Saya dari awal bilang, enggak maulah 'gitu-gitu' (diwawancara), takutnya malah dikira cuma cari popularitas niat saya.
Tapi kata orang-orang sekitar dan dari desa situ bilang, "Jangan [ditolak], terima aja. Kasihan sudah pada jauh-jauh, ngomong apa adanya saja" dan akhirnya ya saya samperin dan bicarakan apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah kejadian itu, apakah Anda masih rutin nonton timnas?
Oh, masih-masih. Saya sampai nonton kalau di Thailand, Malaysia, saya rajin away day sama teman saya yang waktu itu ada di kejadian lawan Oman. Jarang sama komunitas, paling berdua atau bertiga. Masih ada teman sesama suporter yang ingat peristiwa itu.
Sejak Anda menerobos ke lapangan, bagaimana melihat perkembangan Timnas Indonesia dan PSSI sekarang ini?
Kita tarik lagi dari setelah kejadian Januari 2010 itu, setelahnya diadakan kongres Sepak Bola Nasional di Malang pada Mei, kalau enggak salah.
ADVERTISEMENT
Saya diajak sama teman-teman wartawan. "Mas Hendri, bisa ikut enggak ke Malang? Lu harus ikut, nih. Gara-gara lu, nih, pemerintah dengerin sampai ada kongres di Malang. Bisa ikut, enggak?"
Saya bilang bisa. Terus, disuruh ikut sama Bung Kusnaeni kan dia orang Tambun tuh. Nah, saya nebeng sama beliau tuh sampe di kantor salah satu media, jadi berangkat bareng teman-teman wartawan media itu naik kereta.
Saya juga sampai sekarang kalau ngomongin bola juga skeptis. Susah, mau ngubah PSSI itu susah banget. Jadi, orang-orang yang punya niat benahin sepak bola kita itu enggak bisa apa-apa. Selama belum ada pergantian secara menyeluruh di PSSI, susah.
Waktu zaman Pak La Nyalla jadi ketum (2015-2016), saya lebih dekat sebenarnya sama PSSI karena Pak La Nyalla sempat ngajak saya umrah juga waktu itu. Bahkan, ada yang bilang, 'Wah si Hendri sudah jadi umrah-mania sekarang, enggak bakal vokal lagi sama sepak bola kita mungkin'.
Apa Anda enggak pengin bersuara lagi sekarang?
Pengin, sih, pengin. Bahkan kalau ada kongres-kongres saya sempatkan datang walau enggak diundang. Kongres PSSI yang terakhir di Bandung [tahun 2020]. saya nyuarain ke orang yang di dalam gitu kan.
ADVERTISEMENT
Kalau memang saya mau masuk ke tubuh PSSI, saya bisa waktu di zaman Pak La Nyalla karena dia baik banget sama saya. Cuma saya mikir, kalau masuk situ, saya jadi ikutan kotor. Percuma.
Saya mikir, one day, kalau punya duit banyak, saya beli deh orang-orang dalam, saya kasih kerjaan lain. Biar itu, gua dan teman-teman gua yang urus. Soalnya kalau enggak punya banyak uang, terus cari duit doang di PSSI, buat apa?
Idealis banget waktu itu. Padahal kalau sekarang mah, lebih baik masuk gitu.
Masih ada keinginan masuk ke PSSI?
Ada. Cuma masalah kondisi, ya, mas. Mungkin kalau ada dukungan dari teman-teman yang memang loyal banget, ya, ayo kita maju bareng-bareng. Kalau enggak, ya, sulit.
ADVERTISEMENT
Harapan untuk sepak bola Indonesia ke depan?
Harapan sih tetap, liga dikelola dengan baik dan profesional karena semua itu akan bermuara untuk timnas yang lebih baik. Senang, sih, sepak bola mulai lagi lewat Piala Menpora, tetapi harus banyak yang diperbaiki.
Kalau ngomogin suporter di kita, kalau kata teman-teman suporter, "sing penting joget". Selama timnya main, selama timnya diuntungin, mereka enggak peduli nanti misalkan sepak bola kita hasilnya bagaimana, timnasnya seperti apa. Suporter harus bersatu.
****