Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Wawancara Khusus Eduard Ivakdalam: Mengenang Momen Sakral Persipura Juara di GBK
26 Agustus 2021 9:54 WIB
·
waktu baca 12 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Eduard mengemban tugas begitu besar kala memperkuat Persipura. Dia adalah gelandang serang andalan, kapten, pemimpin di dalam dan luar lapangan, serta motivator bagi rekan-rekannya.
Selama 1995-2010, Eduard mengabdi untuk Persipura. Ada suka-duka dan banyak cerita menarik sepanjang kariernya mengolah si kulit bundar bersama tim kebanggaan masyarakat Jayapura dan Papua pada umumnya itu.
Bersama Timnas Indonesia, Eduard juga memiliki kisah yang tak kalah menarik. Di antara 11 laga dan 3 gol yang diciptakannya untuk 'Garuda' dalam rentang waktu 1996–2004, terdapat momen paling berkesan baginya.
Untuk mengetahui ceritanya lebih dalam, kumparan berkesempatan mewawancarai Eduard Ivakdalam. Pria kelahiran 19 Desember 1974 ini kembali mengulas kisah jaya hingga pengalaman tak terlupakan di Persipura dan Timnas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lantas, seperti apa kisahnya? Mari simak perbincangan dengan peraih trofi Fair Play Award Liga Indonesia 2009/10 berikut ini.
Bagaimana awal karier Anda sebagai pesepak bola?
Saya waktu masih sekolah sampai SMA, tahun 1990-an, tinggal di Merauke. Di sana, ada klub namanya Persimer Merauke. Pemain-pemain dari klub Merauke Putra itu dulu diambil sama Persimer yang bermain di divisi dua, itu saya sambil sekolah.
Selesai SMA, baru saya dipanggil sama kakak ke Jayapura untuk bergabung dengan klubnya di Jayapura. Waktu itu pas mau ada satu turnamen namanya Porposel Cup yang dibikin Telkom, sekalian buat seleksi pemain Persipura.
Sesudah bermain, saya langsung terpilih gabung ke Persipura dalam tahap seleksi dengan teman-teman lain. Jadi, kompetisi [Liga Indonesia 1995/96] sudah berjalan, saya beserta para pemain muda lain sudah diambil untuk bergabung dengan pemain lain.
ADVERTISEMENT
Soalnya kan setelah Liga Indonesia musim pertama (1994/95), itu ada beberapa pemain Persipura yang sudah tak terpakai lagi, makanya mereka sebagian seleksi pemain baru di turnamen lokal Porposel Cup tadi. Jadi, saya sebagai salah satu yang terpilih dari situ mulai main di Persipura sejak Liga Indonesia musim kedua (1995/96).
Apa momen paling berkesan bersama Persipura?
Momen paling berkesan itu adalah saat menjuarai Liga Indonesia 2005. Kami mengalahkan Persija di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Itu kami mendapat bintang satu (tanda jumlah juara Liga Indonesia) yang pertama.
Dulu kan Liga Indonesia sistemnya masih dua wilayah, delapan tim terbaik masuk play-off yang dibagi menjadi dua grup. Persipura dan Persija masing-masing menjadi juara grup dan bertemu di final.
ADVERTISEMENT
Momen juara itu sangat berkesan karena dulu waktu Liga Indonesia 1995/96, musim pertama saya main di Persipura, Persipura sampai ke semifinal. Kami kalah dari PSM 4-3 di Senayan, waktu itu yang akhirnya jadi juara Mastrans Bandung Raya.
Itu saya ingat betul. Saya waktu itu sudah jadi pemain inti. Saya cetak gol di semifinal yang bikin Persipura unggul 3-1, lalu akhirnya kami tersusul kalah jadi 3-4 dari PSM.
Makanya, waktu lawan Persija pada 2005, ada motivasi bahwa saya tidak mau gagal lagi, meski mainnya di Jakarta. Saya ada keinginan yang kuat dan semua pemain pada waktu itu punya semangat yang tinggi dan di-support oleh seluruh masyarakat di Papua, sehingga kami bisa jadi juara pertama kali. Ini sebuah kebanggaan, saya sebagai kapten bisa membawa Persipura jadi juara.
(Eduard Ivakdalam telah menjadi kapten Persipura sejak Liga Indonesia edisi enam musim 1999/2000. Kala itu, Persipura dilatih Rudy Keltjes-RED).
ADVERTISEMENT
Persipura waktu itu dihuni gabungan pemain senior dan pemain junior dari PON, termasuk Boaz dan Christian Warobay. Kami juga dilatih oleh pelatih yang luar biasa, pak Rahmad Darmawan. Dia juga pas datang bawa pemain-pemain hebat macam Jendry Pitoy dan Mauly Lessy, kami bisa menjelma sebagai sebuah kekuatan yang kuat.
Namun, apakah tidak gentar bermain di Jakarta waktu itu?
Pada 2005, kami punya skuad yang tidak pernah gentar untuk hadapi siapa saja, meski di kandang lawan. Mental para pemain sudah tergabung sejak awal. Para pemain senior bergabung dengan pemain muda yang baru menjuarai PON. Jadi, pemain mudanya juga sudah punya mental kuat dan teruji.
Jadi, kami sudah punya tim yang kuat. Ditambah lagi dengan Pak Rahmad, asisten pelatih, dan juga di-backup sama manajemen yang waktu itu sangat luar biasa dan bisa membimbing kami sebagai satu keluarga. Akhirnya, kami bisa main tenang dan lepas di mana saja karena semua elemen klub saling mendukung.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, kami main lawan Persija. Motivasi kami tinggi untuk bisa memberi yang terbaik. Kami sempat ketinggalan, tetapi lalu kami bisa berbalik keadaan. Dari ketinggalan 0-1, 1-2, berbalik menang 3-2.
Saya pikir, dua gol terakhir adalah assist dari saya via sepakan pojok. Itu saya tidak bayangkan Korinus Fingkrew, yang orangnya pendek bisa sundul bola umpan saya, loncatnya tinggi, dia bisa lewati beberapa pemain asing yang posturnya lebih tinggi.
(Final Liga Indonesia 2005 berjalan sengit. Persija mencetak gol via Agus Indra di menit 10 dan Francis Wewengkang di menit 55, Persipura via Boaz Solossa di menit 18 dan Korinus Fingkreuw di menit 82. 'Mutiara Hitam' menang 3-2 via gol Ian Louis Kabes di babak ekstra pada menit 101-RED).
ADVERTISEMENT
Bagaimana peran vital Rahmad Darmawan pada momen final tersebut?
Jadi, saya kira, motivasi dari Pak Rahmad itu sangat luar biasa. Sedari awal, kami diganggu pas mau masuk Senayan, dihambat dan diteror oleh suporter Persija. Kami dibuat agak terlambat ke stadion, sehingga waktu pemanasan kami tidak cukup.
Pak Rahmad bilang, 'Kita harus tenang karena itu gangguan-gangguan yang kecil'.
Namun juga, hari itu mungkin memang adalah milik kami. Dengan kerja keras dan support, hasilnya menjadi baik.
Kalau bicara rival terberat di Liga Indonesia, apakah ketika itu Persjia atau ada tim lain?
Saya pikir, waktu zaman dulu, Persipura seringkali dikalahkan di kandang kami sendiri oleh PKT Bontang. PKT Bontang pada waktu itu menjadi momok yang buat Persipura.
ADVERTISEMENT
Soalnya, setiap kali mereka main di kandang kami, itu pernah sampai ricuh dan kami pulang harus lewat laut. Suporter bikin hancur dan bakar-bakar di jalan itu.
Beberapa kali, kami memang kalah dari PKT di Jayapura. Sampai hancur-hancuran, suporter Persipura mengamuk ke kami.
(Pada era 1990-an hingga awal 2000, PKT Bontang dihuni pemain-pemain hebat macam Fakhri Husaini, Djet Donald La'ala, Sumardi, hingga Aris Budi Prasetyo-RED).
Berarti suporter memang sering mengamuk jika Persipura kalah di kandang?
Itu begini, karena Persipura sendiri istilahnya memang sudah harga mati kalau bermain di kandang harus menang. Kadang, rasa cinta suporter itu kami ambil sebagai motivasi, termasuk saat suporter marah, ribut sampai begitu, kisruh balik hajar kami Persipura sendiri karena mereka tidak mau kami kalah.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, itu semua menjadi motivasi bagi kami yang belakangan-belakangan ini bahwa sepak bola kalau kami bermain di Jayapura harus 3 poin. Jadi, kalau 20 tim di Liga Indonesia, 19 kali main di kandang dan menang itu sudah banyak poinnya, apalagi kalau kami bisa curi poin di luar.
Dan yang paling jadi motivasi buat kami, pemain Persipura, waktu zamannya saya, itu selalu kalau kami main di luar pasti taruhannya kalau pergi dengan pesawat harus dengan kepala tegak dan pulangnya juga harus bawa poin. Karena kalau kami tiba di Papua tidak bawa poin, itu waktu sampai di Bandara baku dorong siapa mau turun duluan karena yang kami dapat pasti caci-maki.
Adatnya memang, ibaratnya 'kalau pergi berperang, pulangnya harus bawa kepala musuh'. Makanya kalau dari luar kandang, kami harus bawa pulang poin, tidak boleh kosong.
ADVERTISEMENT
Ini menjadi motivasi tersendiri bagi pemain-pemain di Papua. Kalau main di luar juga harus menang. Jadi, tanpa dipaksa juga manajemen, kami sudah tahu sendiri harus bagaimana. Jadilah, berbekal itu semua, Persipura bisa bertahan di level papan atas sampai hari ini.
Selain itu, apakah ketika menang juga suka dikasih bonus dari manajemen Persipura?
Kami juga dikasih bonus jika dapat poin. Zaman saya itu, untuk satu satu laga, Persipura kalau di luar kandang menang dapat Rp 3 juta, seri di luar dapat Rp 2 juta, kalah tidak dapat apa-apa.
Sedangkan, Persipura kalau menang di kandang dapat Rp 2 juta. Seri dan kalah tidak dapat apa-apa. Ini menjadi motivasi tersendiri bahwa kalau mau dapat uang, harus menang.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai Timnas Indonesia, apa momen paling berkesan yang Anda rasakan?
Buat saya, yang paling berkesan itu waktu saya bisa cetak dua gol waktu lawan Yaman dan meloloskan Timnas Indonesia ke Piala Asia 2004 di China. Timnas Indonesia lolos sebagai runner-up grup di bawah Arab Saudi.
(Pada Grup C Kualifikasi Piala Asia 2004 yang dihelat di Jeddah, Arab Saudi, Eduard Ivakdalam mencetak tiga gol. Gol pertama ke gawang Bhutan pada 13 Oktober 2003, Indonesia menang 2-0; Dua gol sisanya ke gawang Yaman pada 15 Oktober, skor akhir 2-2-RED).
Terkait dengan Liga 1, bagaimana Anda melihat sudah setahun lebih vakum karena pandemi?
ADVERTISEMENT
Saya pikir, sangat berat ini buat teman-teman yang aktivitasnya hanya dari sepak bola. Pandemi COVID-19 ini membuat segala sesuatu jadi sulit. Kalau ada dari mereka pandai menabung, itu mungkin mereka masih punya modal membiayai keluarga.
ADVERTISEMENT
Makanya saya bilang itu, dengan adanya titik terang kompetisi akan segera bergulir, saya berharap semua bisa saling support dan kompetisi bisa berjalan. Jadi, ada pertandingan-pertandingan lagi.
Liga-liga Eropa sudah berjalan, cuma Liga Indonesia yang belum jalan. Di luar sana, liga-liga sudah mulai pakai penonton. Liga 1 baru mau dijalankan tanpa penonton.
Mudah-mudahan dengan tanggal 27 Agustus, Liga 1 bergulir dan tidak diundur lagi. Jadi, masyarakat ada hiburan lagi dan pemain bisa kembali berlaga dan dapat penghasilan lagi agar dapur mereka kembali mengepul.
Semoga tidak diundur lagi, semoga semua pihak dari pihak keamanan sampai Satgas COVID-19 bisa bekerja sama dengan baik, dan semua mematuhi protokol kesehatan, harus lebih disiplin. Sebab, Indonesia memang masih tinggi angka kasus coronanya.
ADVERTISEMENT
Kalau pemain-pemain Papua bagaimana selama Liga 1 vakum karena pandemi?
Kalau kami di Papua, jika Persipura berprestasi, para pemainnya sangat diperhatikan oleh Pemprov Papua. Kami dikasih kerja jadi PNS, saya sendiri sudah jadi PNS sejak 1997. Waktu seleksi pemain tahun 2000, semua pemain Persipura dikasih kerja.
Waktu juara tahun 2005, para pemain juga dikasih bonus jadi PNS. Boaz, Tinus Pae, Ian Kabes, Ricardo Salampessy, semuanya sudah PNS. Makanya, saat kompetisi tidak jalan, banyak pemain kembali beraktivitas di kantor jadi PNS.
Itu dulu cara pemerintah menjaga kami agar tidak ke mana-mana (hijrah dari Persipura atau ke luar Papua). Dulu kami tidak ada kontrak, tetapi mereka pandai menjaga kami tidak ke mana-mana mungkin dengan cara begitu. Ini sesuatu yang luar biasa bagi kami punya pemerintah di tanah Papua.
ADVERTISEMENT
Saya sendiri ingat, dulu waktu sehabis pulang membela Timnas Indonesia, besoknya saya disuruh seleksi PNS. Mereka bilang, saya harus ikut tes, padahal saya belum kumpul persyaratan. Namun akhirnya, jadi PNS juga.
Kira-kira, siapa yang akan menjuarai Liga 1 2021/22?
Saya rasa, ada beberapa tim yang sudah punya target, tetapi belum kesampaian [jadi juara]. Tim-tim ini akan mendatangkan skuad yang punya komposisi bagus untuk mencapai target.
Saya pikir, Madura United akan menjadi salah satu kekuatan yang masih 'penasaran' untuk memanfaatkan peluang [juara] di kompetisi sekarang. Bali United juga tampaknya akan berusaha mempertahankan, mereka juga punya persiapan yang luar biasa. Persib juga punya persiapan yang luar biasa.
Ini pasti lebih ketat lagi. Sebab, Liga 1 sudah libur setahun lebih, pasti nantinya para pemain punya planning masing-masing dan semangat yang baru. Mudah-mudahan, kompetisi kita bisa terangkat lagi, bisa lebih indah, masyarakat bisa menonton, dan ada sesuatu yang baru. Itu harapan saya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Anda melihat Persipura yang baru saja ditinggal Boaz Solossa dan Yustinus Pae?
Itu memang, saya sendiri melihat sebagai mantan pemain Persipura, Persipura masih membutuhkan sosok Boaz Solossa dan Yustinus Pae. Sebab, mereka berdua bukan cuma pemain senior, tetapi juga motivator, pemain inti, dan juga panutan tim.
Jadi, waktu mereka dilepas, banyak sekali keributan, banyak sekali orang tidak menerima itu. Namun itulah, manajemen dan pelatih punya keputusan dan pertimbangan sendiri. Hanya, saya sebagai mantan pemain menyayangkan ini.
Sekarang, ini akan menjadi satu momen yang masyarakat akan tunggu [bagaimana Persipura tanpa Boaz dan Pae]. Ini bisa menjadi boomerang. Mudah-mudahan, dalam Liga 1 nanti, Persipura bisa menunjukkan yang terbaik dengan skuad yang sekarang, sehingga keputusan manajemen melepas dua pemain senior itu bisa diterima masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jika tidak, ini akan menjadi boomerang untuk manajemen dan pelatih Persipura. Jujur, saya mendengar banyak masyarakat yang tidak bisa menerima keputusan melepas dua pemain senior itu.
Lantas, siapa pemain muda yang bakal menjadi calon bintang di Persipura dan Timnas Indonesia?
Saya pikir ada pemain-pemain muda yang baru muncul hasil kemarin Jacksen F. Tiago melakukan seleksi ditambah lagi ada pemain muda yang sudah bermain selama beberapa musim itu.
Ada Kevin Rumakiek, Gunansar Mandowen, Todd Rivaldo Ferre, dan beberapa nama yang sudah bermain lebih dari satu musim. Saya lihat, jam terbang mereka sudah bagus. Mereka bisa jadi pilihan utama.
(Tiga nama di atas telah membela Persipura sejak 2018-RED).
Pemain-pemain muda mesti dikasih kesempatan main terus agar bisa memiliki jam terbang yang bagus. Kalau begitu, bisa dilihat kekurangannya untuk kemudian diperbaiki, sehingga mereka bisa menjadi pemain yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Para pemain muda harus berani bersaing dengan senior mereka. Pelatih juga harus bijak mengambil keputusan untuk menentukan siapa yang terbaik.
Sekarang, Anda sedang sibuk apa?
Saya sekarang sedang melatih tim sepak bola PON Papua untuk PON 2021. Saya sudah menangani tim ini sejak 2018.
(Setelah dari Persipura, Eduard Ivakdalam membela Persidafon Dafonsoro selama 2010–2013 dan terakhir Persiwa Wamena selama 2013-2014-RED).
Sebelumnya, sempat melatih tim lain?
Saya sempat melatih Persewar Waropen pada 2016. Persewar saya bawa jadi juara zona Papua, lanjut ke babak nasional Liga 3 2017 di Semarang, kami gagal.
(Persewar Waropen menjadi juru kunci Grup A Liga 3 2017 di babak nasional. Dari tiga laga, mereka seri sekali dan kalah dua kali-RED).
Pada 2018, saya tangani Persemi Mimika yang juga di Liga 3. Kami sempat tidak terkalahkan di zona Papua, 15 kali menang dan 2 kali imbang dari 17 pertandingan, lalu kalah agregat gol tandang (3-3) dari Persewar di babak preliminary.
ADVERTISEMENT
Kami waktu itu kandangnya di Jayapura, main seri 3-3. Pas di Serui, kandang Persewar, hasilnya 0-0. Jadi, kami tidak lolos ke Jawa. Saya sangat menyayangkan, tidak pernah kalah tetapi tidak lolos.