Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kini, sudah masuk tahun kelima sepak bola wanita tak memiliki liga. Dan, setidaknya sampai saat ini, 2024, kompetisi itu belum ada hilalnya untuk kembali.
Keadaan Liga 1 Putri tentunya cukup krusial bagi pesepak bola wanita. Pemain bisa mengasah skill, menumbuhkan mentalitas hingga meraih pendapatan dari hadirnya kompetisi.
kepada kumparanBOLANITA, Rudy Eka Priyambada, pelatih Timnas Wanita periode 2020-2023, berbicara banyak soal ketiadaan Liga 1 Putri. Ia memaparkannya dari dua sisi yang berbeda, yakni dari sisi faktor penghambat dan bagaimana idealnya kompetisi sepak bola wanita bagi Indonesia.
Dari sisi yang pertama, Coach Rudy menyoroti berbagai faktor yang menghambat kembali bergulirnya Liga 1 Putri. Menurutnya, biaya yang dikeluarkan untuk ikut kompetisi sangatlah besar bagi klub. Lalu, tak semua klub juga punya tim wanita sendiri.
ADVERTISEMENT
"Karena kalau misalkan liga digulirkan, serba salah. Serba salah, kalau saya lihat dari kacamata semuanya serba salah. Kalau liga digulirin, bisa enggak tim-tim yang ada di 18 klub itu mempunyai tim wanita? Saya pikir berat, cost juga berat," ucap Rudy Eka, Kamis (21/12/2023), di Jakarta Selatan.
Tapi, Rudy Eka punya saran lain. Ia berkata jika peserta Liga 1 Putri tak mesti dari Liga 1 Putra. Tim yang turut serta adalah tim-tim yang sudah memiliki tim wanita sendiri tanpa harus ada ikatan dengan tim putra.
"Ada kayak misalkan Raga Negeri, Putri Surakarta, atau mungkin sekarang Djarum punya akademi gitu. Lalu BMI FA. Kalau dari kacamata pandang saya, ya itu aja yang ada," sambung Rudy Eka.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, sederet tim yang disebut oleh Rudy Eka di atas adalah tim yang belum sepenuhnya profesional. Sehingga, dikhawatirkan mereka tak bisa memenuhi kebutuhan pemain seperti gaji, fasilitas penunjang dan sebagainya.
Bagaimana Format Idealnya?
Lebih lanjut, Rudy Eka Priyambada memberi solusi lain jika Liga 1 Putri tak kunjung diputar. Menurutnya, ASKOT dan ASPROV harus aktif memutar kompetisi sepak bola wanita dari bawah.
Ia lantas mencontohkan bergulirnya turnamen Piala Soeratin. Kompetisi itu bisa dimulai dari tingkat daerah dan baru berlanjut ke yang lebih tinggi di nasional.
"Jadi, enggak usah ngoyo-ngoyo minta ke pusat terus. Jadi, mereka jalanin aturan buat liga lima di daerah, lima di mana baru ke pusat," tutur pelatih 41 tahun tersebut.
Lalu, jika nanti Liga 1 Putri berjalan, Rudy Eka bilang pesertanya tak harus sebanyak Liga 1 Putra. Coach Rudy lantas mencontohkan Singapura dan Arab Saudi yang memiliki liga meski ranking FIFA-nya jauh di bawah Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Enggak usah besar-besar, mungkin butuh enam tim aja cukuplah buat liga. Enggak usah besar-besar 20, 15, 30. Enam sampai delapan tim cukup. Kayak Saudi Arabia, luar biasa Saudi Arabia. Kita kemarin 2 kali tanding, seri lalu menang. Jangan kaget, nanti 2-3 tahun lagi kita kalah dibantai Saudi Arabia," kata pelatih yang kini menangani Persiba tersebut.
Rudy Eka yang 2,5 tahun menangani Timnas Wanita Indonesia paham betul jika menggulirkan lagi kompetisi wanita adalah hal yang tidak mudah. Oleh karena itu, dirinya berharap seluruh pihak terkait, khususnya federasi, bisa berkolaborasi untuk kemajuan sepak bola wanita Tanah Air.
"Saya pikir semuanya harus berkolaborasi, berkolaborasi untuk Indonesia dengan adanya ASBWI. PSSI mungkin bisa memberikan tempat lebih lagi lah untuk mereka untuk bisa berbicara di sepak bola wanita," pungkas Rudy Eka.
ADVERTISEMENT