Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Dari Timo ke Claudia: Cerita Keluarga Scheunemann Dalami Sepak Bola Indonesia
25 Februari 2025 18:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dan di antara semua itu, salah satu wajah yang paling populer ketika membicarakan sepak bola wanita di Indonesia adalah Claudia Scheunemann, pemain yang kini baru berusia 15 tahun dan bermain di tim junior Hamburger SV di Jerman.
Claudia yang berposisi sebagai penyerang sayap ini telah mencetak lima gol buat Timnas Wanita Indonesia senior dan digadang-gadang menjadi the next big thing buat sepak bola Indonesia.
Sementara, di proses pembinaan yang dimulai Djarum Foundation dan MilkLife lewat MilkLife Soccer Challenge, nama Timo Scheunemann ganti menjadi daya tarik tersendiri. Berpenampilan necis, tubuh tinggi, kulit putih, tapi bahasa Jawa yang medhok itu selalu terlihat mencuat dari pelatih dan ofisial lain yang ada di lapangan.
ADVERTISEMENT
Tak sedikit yang kemudian bertanya, terutama mereka dari kalangan Gen Z, “Coach Timo ini siapanya Claudia sih?”
Coach Timo Scheunemann cuma tertawa saat pertanyaan netizen usia muda itu ia dengar. Om-nya Claudia itu terlihat sedikit kaget tapi juga bangga mengetahui generasi yang masih sangat muda itu mengenal Claudia tapi tidak yakin siapa Timo.
Sebab, biasanya, buat mereka yang milenial seperti saya, pertanyaannya kerap kali terbalik, “Claudia ini siapanya Coach Timo ya? Anaknya?”
Rupanya, Scheunemann Family ini memang telah masuk begitu jauh ke sepak bola Indonesia, baik pria maupun wanita. Claudia, maupun Timo, ternyata bukan yang pertama memberi sumbangsih bagi Bumi Pertiwi. Darahnya boleh Jerman, tapi jiwanya Indonesia.
“Kita dari kecil, kita tinggal di Indonesia sejak lahir. Nah, di zaman dulu itu kan TV itu hitam putih. Cuma ada satu channel, TVRI. Ya kerjaan kita ya main bola. Dan main bolanya dengan anak-anak desa, gitu. Jadi terbiasa dengan akar rumput di Indonesia seperti apa,” ujar Timo Scheunemann kepada kumparanBOLANITA, Minggu (23/2), di Surabaya.
ADVERTISEMENT
Menurut Timo, hal tersebut membuat keluarganya paham betul dengan sepak bola Indonesia. Keluarga Scheunemann adalah keluarga sepak bola, ujarnya.
“Kakak saya, Rainer, Ralph, mereka sebenarnya lebih jago dari saya secara potensi. Tapi mereka memilih kerja. Nah saya kebetulan lebih fokus ke bola, akhirnya jadi pemain bola profesional. Kemudian jadi pelatih bola. Tapi saya juga kuliah,” sambung Timo.
“Oleh karena itu pada waktu saya cedera umur 25 tahun, saya nggak kelimpungan. Karena saya sepak bola iya, pendidikan iya,” ujar pelatih berusia 51 tahun itu.
Timo melanjutkan, bahwa keseimbangan antara pendidikan luar dan dalam kelas itu yang perlu dipahami orang tua para anak-anak yang tengah membangun karier di sepak bola: 100 persen di sekolah, 100 persen di bakat masing-masing.
ADVERTISEMENT
“Apa pun itu. Misalnya ke stand up comedy, ya 100 persen. Voli, ya 100 persen. Kalau bola ya 100 persen gitu. Jadi karena kita nggak tahu nih rel (jalur) mana yang akan membuat kita sukses nantinya,” kata Timo.
Selain Timo dan Claudia, Siapa Lagi?
Claudia memang nama terbaru dari keluarga Scheunemann yang berkecimpung di sepak bola Indonesia. Tapi, keterkaitan Scheunemann dan sepak bola Indonesia sudah dalam jauh, jauh sebelum itu.
“Si Claudia itu anaknya si Ralph, kakak saya. Ralph itu dulu seniornya Aji Santoso. Main di PS Gajayana di Malang. Itu satu ranting,” Timo bercerita.
“Nah si Rainer, bahkan dia umur 18 diminta Liga 2-nya Jerman sudah. Tapi dia memilih kuliah,” ujar Timo tentang Rainer Scheunemann, yang kini menetap di Papua dan menjadi pastor di sana. Heidi Scheunemann, aktivis sepak bola wanita di Papua, adalah istrinya.
ADVERTISEMENT
“Kalau Coach Heidi itu istrinya Rainer. Nah mereka tinggal, kerja di Papua. Oleh karena itu Rainer dan Heidi sama-sama lebih ke arah sepak bola putri di Papua. Makanya kalau menanyakan soal bakat dan menempa bakat di Papua, ya Heidi orangnya seperti itu,” kata Timo.
“Terus anak saya Brandon, dia sekarang main di Arema. Tapi dia juga kuliah di Binus sambil dia main bola. Jadi untuk kami, kita keluarga bola iya, pendidikan iya,” sambungnya.
Kenapa Sepak Bola Putri?
Kini, Timo punya peran sebagai head coach atau pelatih utama di gelaran MilkLife Soccer Challenge yang pada 2024 digelar di delapan kota. Namun, jauh sebelum itu, tepatnya pada 2008, ia pernah menjadi pelatih Timnas Wanita Indonesia.
ADVERTISEMENT
Keterkaitan keluarga Scheunemann (Timo, Heidi, Claudia) di sepak bola wanita ini juga sebenarnya bukan langkah yang terlalu populer. Apalagi di Indonesia, sepak bola wanita belum punya massa dan perhatian yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan sepak bola pria.
Tapi, mengapa Coach Timo tetap mau ya? Apalagi, ini sepak bola wanita di kelompok umur yang masih sangat muda.
“Ya sebenarnya kalau misalnya Djarum masuk ke sepak bola putra dan memulainya dengan betul-betul membenahi ke akar rumput dan punya visi jangka panjang, ya saya masuk ke situ. Tapi ini dari Djarum Foundation, terutama MilkLife, mensponsori sepak bola putri,” ujarnya.
“Jadi buat saya yang penting bukan putra atau putri, keseriusan, jangka panjang. Karena pembinaan itu harus jangka panjang dan harus dilakukan dengan benar. Step by step-nya itu harus benar. Karena ini saya anggap benar, saya ikutan gitu,” tutupnya.
ADVERTISEMENT