Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Everton Serasa Jadi Rumah Kedua bagi Pemain Wanita Skandinavia, Kenapa Bisa?
11 Februari 2024 12:30 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Saat ini, skuad Everton Women terdiri dari 8 pemain senior yang berasal dari Skandinavia (Norwegia, Swedia, dan Denmark). Ini jauh lebih banyak dari tim Liga Inggris Wanita (WSL) mana pun. Juru taktik mereka, Brian Sorensen, juga berasal dari Denmark.
Meskipun Skandinavia memiliki pengaruh besar dalam sejarah sepak bola wanita—Norwegia adalah juara dunia 1995—di era modern, pengaruh kawasan tersebut kini sudah tergantikan oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya.
Namun, di Everton, pengaruh Nordik sangat terasa. Terutama sejak kedatangan Sorensen sebagai pelatih pada April 2022. Menurut Elise Stenevik, bek Everton asal Norwegia, hal ini cocok karena kesamaan antara WSL dengan sepak bola Skandinavia.
“Ada perbedaan budaya di Inggris dan Skandinavia. Di Skandinavia, lebih seperti budaya kolektif, sedangkan di Inggris lebih individualistis. Pemain yang datang dari Skandinavia, mereka mengutamakan tim terlebih dahulu” kata Stenevik kepada BBC Sport.
ADVERTISEMENT
Stenevik kemudian bercerita, sepak bola di Norwegia lebih mengandalkan fisik alih-alih teknik dan kecepatan. Sementara di Swedia, teknik dan kecepatannya lebih ditonjolkan. “Jika Anda menggabungkannya, Anda akan mendapatkan WSL.”
“Saya merasa lebih betah di sini (Everton) begitu saya datang, dibandingkan saat saya pindah dari Norwegia ke Swedia,” imbuhnya.
Adaptasi Lebih Cepat karena Satu Kampung Halaman, Skandinavia
Dalam sepak bola, kesamaan budaya, juga bahasa, lebih memungkinkan para pemain beradaptasi lebih cepat, terutama saat di luar lapangan. Ini tampaknya berlaku untuk tim wanita Everton yang kebanyakan dihuni oleh Skandinavia.
Hal ini dirasakan oleh pemain yang baru tiba di Everton pada Januari kemarin, Rikka Madsen, yang berstatus pinjaman dari klub Amerika Serikat (NWSL), North Carolina Courage.
ADVERTISEMENT
“Ini sangat mudah, dan itu karena ada begitu banyak gadis Skandinavia di sini,” kata pemain asal Denmark itu soal adaptasinya di klub WSL, Everton.
“Jelas saya tidak mengenal mereka (sebelumnya). Tapi, Anda merasa memiliki semacam koneksi. Saya sebenarnya bisa berbicara bahasa Denmark kepada mereka, dan mereka bisa memahami apa yang saya katakan,” lanjutnya.
“Ketika Anda datang, saya merasa seperti saya mengenal Anda karena Anda orang Denmark. Anda memiliki budaya yang mirip dengan budaya saya di kampung halaman saya di Norwegia,” pungkas Madsen.
Hal senada juga dituturkan oleh gelandang Everton asal Swedia, Hanna Bennison. Kepada BBC Sport, ia berkata para pemain Skandinavia di Everton merasa lebih cepat beradaptasi karena pelatih mereka sendiri berasal dari kampung halaman yang sama.
ADVERTISEMENT
“Di tim kami ada pelatih Skandinavia, jadi kami lebih terbiasa dengan cara dia bermain. Setiap pelatih memang punya gaya yang berbeda-beda, namun (Sorensen) serupa dengan yang biasa kami lakukan,” ucap Bennison.
The Toffees—julukan Everton—mulai menciptakan lingkungan yang ramah bagi para pemain Skandinavia sejak kedatangan Hanna Bennison pada 2021, bersamaan dengan direkrutnya dua pemain asal Swedia, Anna Anvegard dan Nathalie Bjorn.
Pada awalnya, mereka bertiga kesulitan beradaptasi karena Skandinavia masih menjadi minoritas di Everton. Namun, seiring berjalannya waktu, Bennison dkk bisa menyesuaikan diri. Ia bahkan membantu Karen Holmgaard, salah satu pemain asal Norwegia yang menjadi teman sekamar Bennison, dalam beradaptasi.
“Semua orang selalu bersikap baik. Tapi sekarang, kami benar-benar memiliki perasaan tim yang baik,” ucap Bennison.
ADVERTISEMENT
“Saya membantu seorang pemain Denmark (Karen Holmgaard), yang tinggal bersama saya saat pertama kali bergabung. Selebihnya, saya hanya mencoba berbicara dengan mereka. Saya cenderung tidak terlalu aktif dalam berkomunikasi, saya cukup pemalu,” imbuh Bennison.
Meskipun ketiganya telah membantu para pemain menyesuaikan diri di Everton, Bennison cs sadar bahwa mereka tak boleh menjadi sebuah kelompok tertutup yang terpisah dari tim utama—atau disebut “circle”—terutama dalam hal bahasa.
“Jika sedang duduk makan siang, kami bicara pakai Bahasa Inggris, tidak peduli berapa banyak orang Skandinavia yang hadir. Tapi jika hanya berdua, kami akan berbicara bahasa Denmark atau Swedia. Itu adalah sesuatu yang perlu kami perbaiki sebagai Scandis,” ucap Elise Stenevik.
“Seperti jika saya duduk dan ada Bennison di samping saya, saya mungkin akan ngobrol pakai bahasa Swedia karena terasa lebih natural. Tapi, nanti orang yang duduk di dekat kami akan berpikir, ‘Apa yang mereka bicarakan?’” imbuh Stenevik.
Saat ini, Everton ada di urutan ke-10 dari 12 tim yang berjuang di Liga Inggris Wanita 2023/24 dengan total 11 poin. Dari 13 pertandingan yang dilakoni, mereka baru menang tiga kali.
ADVERTISEMENT
Namun, hal ini tak menyurutkan semangat para pemain Everton. The Toffees kini saling bekerja sama demi menjauhkan timnya dari zona degradasi WSL.
Live Update