Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kutukan 28 Tahun: Juara Piala Dunia Selalu Gagal Raih Emas Olimpiade
7 Agustus 2024 17:35 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Timnas Spanyol secara mengejutkan kalah saat menghadapi Brasil di semifinal Olimpiade Paris 2024 pada Rabu (7/8) dini hari WIB. Duel di Stade de Marseille, Kota Marseille, itu berakhir dengan skor 4-2 bagi As Canarinhas.
ADVERTISEMENT
Hasil ini tak hanya membuat Spanyol gagal meraih emas di Paris. Kekalahan La Roja juga menambah daftar panjang tim berstatus juara Piala Dunia Wanita yang gagal membawa pulang medali emas di Olimpiade.
Bak kutukan, sejarah tak menyenangkan ini sudah terjadi sejak cabor sepak bola wanita dipertandingkan di Olimpiade 1996 Atlanta. Artinya, sudah 28 tahun belum ada yang berhasil memutus tali sejarah tersebut.
Prestasi terbaik juara Piala Dunia Wanita di Olimpiade dalam kurun waktu yang berurutan adalah medali perak. Itu sempat diraih dua kali oleh Amerika Serikat (Olimpiade 2000) dan Jepang (Olimpiade 2012).
Sejarah unik ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, sebab jarak antara Piala Dunia Wanita dan Olimpiade biasanya hanya berselang satu tahun saja. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Jadwal Padat, Pemain Lebih Sedikit
ADVERTISEMENT
Kegagalan juara Piala Dunia Wanita memenangi Olimpiade dalam kurun waktu yang sama tentunya bukan disebabkan oleh "kutukan" semata. Namun, sejarah buruk itu bisa terjadi karena sederet faktor baik teknis hingga non-teknis yang terjadi di lapangan.
Bisa dibilang, alasan utama mengapa juara Piala Dunia Wanita tak bisa meneruskan kesuksesan di Olimpiade adalah karena cabor sepak bola wanita di Olimpiade punya level yang lebih ketat. Di Olimpiade, hanya 12 negara saja yang bisa ikut serta dari lima konfederasi berbeda.
Sedangkan, di Piala Dunia Wanita jumlahnya dua hingga tiga kali lipat lebih banyak. Di edisi terbaru, Piala Dunia Wanita 2023 diikuti oleh 32 negara. Jumlahnya lebih banyak hampir tiga kali lipat dari Olimpiade Paris 2024.
ADVERTISEMENT
Ini bikin putaran final cabor sepak bola wanita Olimpiade begitu ketat dari Matchday pertama. Tak ada yang namanya easy run.
Selain itu, ada dua faktor lainnya juga yang begitu mempengaruhi. Pertama, jadwal yang super padat. Lalu, kedua, jumlah pemain yang lebih terbatas.
Menyoal jadwal, cabor sepak bola wanita di Olimpiade hanya memberi waktu istirahat dua hari saja di setiap pertandingannya mulai fase grup hingga semifinal. Satu-satunya partai yang punya jarak jadwal yang ideal hanyalah final, jeda dari semifinal ke final tiga hari.
Belum lagi soal jarak antar venue yang cukup jauh. Biasanya, tiap tim harus berpindah kota untuk bertanding di tiap match-nya.
Sementara itu, Piala Dunia Wanita punya jarak istirahat yang lebih manusiawi. Waktu istirahat di tiap pertandingannya adalah tiga hari.
ADVERTISEMENT
"Sangat sulit untuk memenangkan turnamen semacam ini (Olimpiade). Ada banyak hal (yang dibutuhkan) untuk menang: waktu, puncak performa, (menghindari) cedera," tutur eks-gelandang Timnas Wanita Jepang periode 2004-2016, Yuki Nagasato, dikutip dari ESPN.
Aspek lain yang tak kalah mempengaruhi adalah jumlah pemain yang berbeda. Tim yang mentas di Piala Dunia Wanita diperbolehkan membawa 23 nama untuk berlaga. Sementara Olimpiade hanya 18 saja.
Terbatasnya jumlah pemain ini tentu membuat stamina tiap pemain makin terkuras di setiap laga. Lalu, pelatih juga hanya memiliki opsi pergantian pemain tiga saja di tiap match-nya.
"Saya akan mengatakan bahwa (Olimpiade) adalah turnamen yang sangat berbeda. Piala Dunia adalah penentu paling akurat tentang siapa tim terbaik di dunia, dan tiap tim memiliki daftar yang lebih banyak, waktu istirahat yang lebih banyak. Persiapan tim lebih matang kemudian bisa tampil konsisten," ucap Rhian Wilkinson, penggawa Kanada yang meraih perunggu di 2012 dan 2016.
ADVERTISEMENT
"Olimpiade sangat cepat dan daftar pemain sangat ketat hingga ada faktor keberuntungan juga yang terlibat. Bisa jadi karena faktor cuaca, bisa jadi jarak perjalanan, ada begitu banyak variabel."
Wilkinson pun mengenang saat-saat ketika ia kehabisan tenaga di Olimpiade London 2012. Kala itu, di perebutan tempat ketiga Wilkinson merasa benar-benar kehabisan tenaga karena padatnya jadwal yang dilakoni sejak fase grup.
"Bukan hal yang aneh bahwa (di pertandingan terakhir) saya tidak punya apa-apa lagi. Tapi ya itulah mengapa saya pikir Anda tidak akan mendapatkan pemenang berturut-turut (Piala Dunia dan Olimpiade) karena dibutuhkan hal yang berbeda untuk memenangkan kedua turnamen itu," pungkas Wilkinson.
Dengan tersingkirnya Spanyol di Olimpiade Paris 2024, maka kita akan menunggu paling cepat empat tahun lagi untuk melihat sejauh mana langkah juara Piala Dunia Wanita 2027 di Olimpiade 2028. Apakah akan ada negara yang mampu memutus sejarah itu?
ADVERTISEMENT