Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Mengenang Buana Putri, Ratu Sepak Bola Wanita Indonesia Medio 70-80an
7 Juni 2023 19:09 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Lahirnya klub sepak bola wanita pertama di Indonesia, Putri Priangan dari Bandung, menjadi angin segar bagi perkembangan sepak bola wanita di Indonesia. Ia membawa efek domino ke pegiat olahraga di beberapa wilayah lain di Tanah Air. Klub sepak bola putri satu per satu bermunculan.
ADVERTISEMENT
Apalagi Jakarta. Ibu kota yang gemerlapan dan terbiasa jadi nomor satu itu merasa kalah start. Terbentuklah kemudian Buana Putri, yang di beberapa tahun kemudian berhasil menyabet sederet gelar—melebihi kesuksesan Putri Priangan—hingga dijuluki ratu sepak bola wanita Indonesia.
Seperti apa riwayat tim sepak bola wanita paling masyhur di Indonesia itu? Simak penjelasan lengkap kumparanBOLANITA berikut.
Merespons "Tantangan" dari Bandung, Dibentuklah Buana Putri
Tim Buana Putri dibentuk jauh sebelum Persija Jakarta Putri lahir. Merespons kehadiran Putri Priangan, pemilik Koran Baratha Yudha, yang sebelumnya telah memiliki tim sepak bola laki-laki, Buana Putra, membentuk tim Buana Putri.
Di balik terbentuknya tim Buana Putri, ada sosok Dewi Wibowo. Dewi adalah istri dari pemilik Baratha Yudha. Selain itu, ia juga menjabat sebagai
Tim Buana Putri didirikan oleh seorang istri dari pemilik perusahaan koran Baratha Yudha. Ia adalah Dewi Wibowo. Dewi Wibowo ini di kemudian hari didapuk menjadi Ketua Liga Sepak Bola Wanita (Galanita) atau Badan Kerjasama Sepak Bola Wanita (BKSW).
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Putri Priangan yang membuat seleksi terbuka untuk mencari pemain, Buana Putri tak pernah benar-benar mengalami kerepotan itu. Dikutip dari Panditfootball, personel Buana Putri diambil dari RIC (Remaja Indonesia Club), kelompok remaja yang memang berisi atlet-atlet putri berbakat dari seantero Jakarta.
Sementara itu, pembentukan Buana Putri tidaklah murni karena alasan olahraga. Baratha Yudha menganggap Buana Putri berpotensi menghadirkan pemasukan korannya. Sebab, nantinya koran tersebut akan meliput tentang kegiatan sepak bola Buana Putri dan juga Buana Putri. Sudah barang tentu, melebarnya pasar sama dengan meningkatnya oplah.
Nah, sisi positifnya, pemasukan dana yang dihasilkan dari liputan itu digunakan untuk memberikan fasilitas kepada para pemain Buana Putra dan Buana Putri. Fasilitas tersebut berupa uang saku dan juga angkutan khusus sebagai alat transportasi antar jemput.
ADVERTISEMENT
Setelah tim dibentuk, ditunjuklah pelatih yang akan menangani Buana Putri. Salah satu mantan pemain Buana Putra, Muhardi, terpilih menjadi juru taktik Buana Putri pada masa itu.
Era Gemilang Buana Putri, Kalahkan Putri Priangan di Final Piala Kartini
Kegemilangan Buana Putri pertama kali terlihat dalam kompetisi nasional, Piala Kartini yang dihelat di Stadion Pluit, Jakarta Utara, pada 23-27 Mei 1981. Selain Buana Putri, kompetisi tersebut juga mengikutsertakan tiga tim lain. Mereka adalah Putri Priangan (Bandung), Putri Pagilaran (Pekalongan), dan Sasana Bhakti (Surabaya).
Buana Putri langsung menunjukkan superioritasnya dengan melaju hingga ke babak final. Pada partai final, Buana Putri pun sukses meraih kemenangan. Gol jarak jauh Katrina berhasil merobek gawang Putri Priangan hingga skor berakhir 1-0 sampai peluit babak kedua dibunyikan.
Gol tunggal tersebut sekaligus memastikan Buana Putri menyabet gelar juara pada edisi pertama Piala Kartini. Sementara tim sepak bola putri wanita pertama, Putri Priangan, harus puas berada di peringkat dua.
ADVERTISEMENT
Selain di Piala Kartini, Buana Putri juga sukses membuat warga Jakarta bangga usai menyabet trofi di beberapa turnamen lokal. Turnamen tersebut adalah Piala Gubernur DKI dan Galanita (Liga Sepak Bola Wanita/Invitasi Sepak Bola Wanita ) 1982.
Tak hanya lingkup nasional saja, Buana Putri juga menorehkan beberapa prestasi membanggakan di kawasan Asia. Terbukti, tim Buana Putri diterima menjadi anggota Asian Ladies Football Confederation (ALFC) pada 1977 silam. Pada 1990, Buana Putri juga sukses menempati posisi keempat pada Kejuaraan Asia yang digelar di Hongkong.
Faktor Kemajuan Tim Buana Putri Hingga Dijuluki Ratu Sepak Bola
Berbagai prestasi yang ditorehkan Buana Putri tak terlepas dari peran manajemen yang ikut andil dalam membantu perkembangan tim sepak bola Jakarta. Ada beberapa poin yang membuat Buana Putri memiliki masa kejayaan lebih unggul dari tim sepak bola putri pertama, Putri Priangan.
ADVERTISEMENT
Faktor pertama adalah pola latihan yang dilakukan para pemain Buana Putri. Diketahui bahwa tim ofisial Buana Putri menerapkan pola latihan sepak bola layaknya laki-laki.
Tak hanya menggunakan teknik berlatih seperti laki-laki, para pemain Buana Putri juga kerap berlatih bela diri. Hal itu dilakukan agar para pemain tim Buana Putri memiliki stamina yang cukup saat bertanding dengan tim-tim lawan.
Faktor selanjutnya adalah fasilitas memadai dari pihak manajemen Buana Putri. Fasilitas dari suatu manajemen atau organisasi merupakan faktor terpenting yang dapat membantu tim sepak bola berkembang.
Menurut Pasang Budy All Shodiq dalam tulisannya di Panditfootball, beberapa fasilitas yang didapat para pemain Buana Putri adalah uang saku dan transportasi. Transportasi tersebut berupa angkutan khusus yang dapat mengantar-jemput para pemain saat berlatih ataupun bertanding.
ADVERTISEMENT
Buana Putri juga sempat tampil dalam film lawas terkenal, WARKOP DKI, bertajuk Maju Kena Mundur Kena. Dalam film tersebut, sosok tim Buana Putri tengah melakoni sebuah pertandingan melawan kesebelasan yang dihuni Dono yang menyamar menjadi pesepak bola perempuan.
Kemerosotan Buana Putri di Masa Kelam Indonesia pada 1998
Meski sempat merasakan kegemilangan, namun usai 1998 Buana Putri tersebut meredup. Tak hanya Buana Putri, seluruh tim sepak bola putri juga terkena dampaknya, termasuk Putri Priangan.
Kala itu, Indonesia memang diterpa krisis moneter (krismon). Pada saat itu, ekonomi Indonesia merosot tajam. Banyak orang yang kehilangan karier mereka, tak terkecuali para pesepak bola wanita Indonesia. Sepak bola wanita Indonesia yang pada dekade 70-80an nyala terang, tiba-tiba padam.