Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudahlah tim terdegradasi dan berhenti beroperasi, pemain-pemain sepak bola wanita eks-Pomigliano CF dari Naples, Italia, tak dilunasi gaji dan kebutuhan primernya sebagai seorang atlet.
ADVERTISEMENT
Parahnya, apes mereka tak cuma sampai situ. Mismanajemen dan ketidakbecusan Pomigliano CF bertingkat juga berakar dalam.
Kontrak palsu, tanda tangan di bawah paksaan, pembiaran kondisi medis, kekerasan, pelecehan, ternyata diterima oleh pesepak bola wanita Pomigliano CF yang sampai musim lalu masih berlaga di Serie A. Hal ini terbuka berkat laporan mereka ke serikat pemain Italia (AIC) dan Federasi Pesepak Bola Profesional Internasional (FIFPro).
Pomigliano CF adalah klub milik Raffaele Pipola. Mereka berdiri pada 2019 dan naik ke Serie A, kompetisi tertinggi di Italia, pada 2021. Musim lalu, kumparanBOLANITA sempat memberitakan keputusan presiden mereka yang mundur dari Serie A karena merasa dicurangi—lalu kembali lagi beberapa hari setelahnya.
Dalam semusim, Pomigliano berganti pelatih sampai 4 kali. Mereka akhirnya terdegradasi di akhir musim, tapi tak bisa kembali berlaga di Serie B. Alasannya, mereka gagal mendapatkan lisensi beroperasi. Hal tersebut ternyata hanya riak dari problem yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Pemain A, misalnya, harus menghadapi serangkaian pelanggaran terhadap hak-hak pemain. Musim lalu, ia mengalami cedera serius di bahu. Meski medis mengatakan ia harus menjalani operasi, klub menolak dan malah memaksa ia untuk terus bermain. Ia diancam dituntut apabila tak mau berlaga.
Di musim yang sama, Pemain A juga melahirkan anaknya. Alih-alih kontraknya otomatis diperpanjang, ia ternyata malah diputus kontraknya. Itu pun tak ia ketahui langsung dari klub, melainkan dari AIC.
Saat hendak berkonsultasi soal cedera bahunya, AIC justru memberi tahu bahwa klubnya telah mengajukan surat pemutusan kontrak secara bersama-sama antara klub dan dirinya. Padahal, ia tak pernah menandatangani itu. Kini, empat bulan dari gajinya musim lalu bahkan belum dibayarkan.
Pemain B mengalami hal lain. Ia sama sekali tak digaji pada musim 2023/24. Kamar pribadi di apartemen yang dijanjikan padanya pun tak ia terima. Ia harus tinggal di kos-kosan berjamur dengan beberapa pemain lain.
ADVERTISEMENT
Ia pernah mengkonfrontasi presiden klub yang tengah merokok saat pemain latihan. Ia menuntut perbaikan soal masalah-masalah yang ia hadapi. Si presiden cuma bilang, “Semua akan dibereskan nanti.” Tak ada perubahan sampai akhir musim.
Hal-hal tersebut diceritakan FIFPro dalam websitenya, Kamis (19/9). Permasalahan yang terjadi beragam, tapi gambaran besarnya seperti ini:
Kini, para pemain bersama AIC dan FIFPro tengah memperjuangkan hak-hak yang belum para pemain terima. Mereka juga mengawal upaya legal para pemain untuk menuntut keadilannya.
ADVERTISEMENT
"Situasi yang dialami oleh para pemain dalam kasus ini tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang normal. Jelas bahwa sistem yang ada perlu ditingkatkan untuk menghindari kasus-kasus semacam ini, yang untungnya sedang coba bersama-sama dihilangkan secara total," tulis AIC dalam rilisnya.