Panas, Kotor, Banyak Tekanan, Kok Alenne T. Laloan Nekat Jadi Wasit Sepak Bola?

8 Desember 2023 17:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjadi wasit tentu bukanlah hal yang mudah. Panas, capek, kotor, bau keringat; menjadi pengadil di tengah lapangan adalah kerja keras.
ADVERTISEMENT
Belum lagi tekanan dari berbagai pihak. Dari pemain, ofisial, bahkan penonton yang tak terima. Pressure di dalam dan luar lapangan menjadi makanan sehari-hari.
Alenne T. Laloan juga sadar akan hal itu. Perempuan berusia 25 tahun itu tahu bahwa pekerjaan wasit punya banyak risiko. Tesnya saja berat, akunya.
“Setiap kerjaan pasti punya tantangannya, termasuk di wasit ini. Aku merasa kayak, oh iya ini nggak gampang, tapi juga bukan nggak bisa. Dan aku seneng ngejalaninnya, jadi maju terus," tutur Alenne.
Lantas mengapa Alenne, perempuan muda yang bisa saja punya karier di tempat-tempat sejuk dan bersih di mana pun di Indonesia, memilih jalan berat tersebut? Apa saja yang ia hadapi selama menjadi wasit di Indonesia, baik dalam kompetisi profesional maupun amatir alias tarkam?
Alenne T. Laloan, wasit perempuan Indonesia. Foto: Andi Fajar/kumparan
Alenne mengaku beberapa kali dipandang sebelah mata hanya karena ia perempuan. Menurutnya, seksisme itulah yang membuat keterlibatan wanita di bidang pekerjaannya sangat minim.
ADVERTISEMENT
"Jadi mereka kayak masih banyak banget yang kayak ngeliat atau nganggap, ‘ah ini cewek, ah nanti gini, ah ini nggak mampu atau kayak gimana’, itu masih banyak banget,” ujarnya kepada kumparanBOLANITA, Jumat, (311) di PIK 2, Jakarta.
“Jadi ya yang tantangan terbesarnya ya karena masih banyak orang yang beda-bedain wasit perempuan sama laki-laki," ucap Alenne soal anggapan sinis kepada wasit wanita.
Padahal, menurut Alenne, tak ada bedanya wasit pria dan wanita dalam kegiatan sehari-hari. Menu latihan, pemahaman Law of the Game, hingga stamina harus sama kuatnya.
Alenne T. Laloan, wasit perempuan Indonesia. Foto: Karina Sari/kumparan
Bahkan, menurutnya menjadi wasit harus punya kemampuan lebih daripada pemain. Ia harus lebih tegas, harus lebih paham aturan pertandingan, dan harus memiliki stamina yang prima.
ADVERTISEMENT
"Kalau dari tesnya (wasit) sendiri sih lebih dari pemain. Kalau pemain itu kan dilihatnya ada dari taktiknya juga, dari skill-nya juga, mungkin dari 5 hari latihan, yang latihan fisik itu cuma 2 hari. Maksudnya kan nggak tiap hari, lari, gym, renang, lari, gym, renang," ungkap Alenne.
"Misalkan kita wasitin Minggu, Senin mungkin masih rest, kita istirahat. Nanti Selasa ada latihan mulai ringan, Rabu, Kamis mulai latihan berat lagi, Jumat mungkin latihannya diturunin, Sabtu cuman conditioning, nanti Minggu mimpin. Itu tiap hari itu kita (lakukan), kalau lagi liga berjalan, dan ada kompetisi yang setiap Minggu pasti ada jadwal, itu kita nggak pernah libur latihan," kata Alenne soal kegiatan wasit sehari-hari.
Alenne T. Laloan, wasit perempuan Indonesia, saat memimpin pertandingan Liga 1 Putri 2019. Foto: Dok. Alenne T. Laloan for kumparanBOLANITA
Tapi menjadi wasit, kata Alenne, tak selalu duka dan beban. Ada juga asyiknya. Traveling ke banyak daerah di Indonesia jadi salah satunya.
ADVERTISEMENT
“Aku bisa keliling Indonesia dari wasit ini. Ketemu banyak teman-teman, relasi, segala macam. Ini kan juga sebagai penghasilan ya, mata pencaharian juga,” ujarnya.
Memangnya, berapa gaji yang didapat dari menjadi wasit?
“Cukuplah buat skincare-an sebulan,” jawabnya kemudian tertawa.