Profil Hanipa Halimatusyadiah: Fokus Karier di Sepak Bola demi Orang Tua

17 Mei 2024 15:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 30 Mei 2024 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bagi penikmat sepak bola wanita Indonesia, nama Hanipa Halimatusyadiah mungkin sudah tak asing di kepala. Wanita 20 tahun ini adalah penggawa Timnas Wanita Indonesia di berbagai kelompok umur sejak 2017.
ADVERTISEMENT
Mulanya, ia membela Garuda Muda Pertiwi di ajang AFF U-15 2017 di Laos. Lalu, sepak terjangnya juga berlanjut saat membela Merah Putih di tim sepak bola wanita pada event Asian Games 2018. Hingga saat ini, ia sudah membela tim senior sebanyak empat kali di berbagai turnamen.
Capaian membanggakan itu tentunya tak diraih secara instan oleh Hanipa. Ada kerja keras, tekad, dan pengorbanan yang dilakukannya demi bisa terus bermain Si Kulit Bundar hingga membela lambang Garuda di dada.
Beberapa waktu lalu, kumparanBOLANITA menemui Hanipa Halimatusyadiah saat ia berlatih dengan tim sepak bola putri PON Jawa Barat di Lapangan Ahmad Yani, Sumedang, Jawa Barat. Dara asli Sukabumi itu bercerita panjang soal perjalanannya merintis karier di sepak bola dan pengorbanan yang ia lakukan demi terus bermain sepak bola yang merupakan amanat ayahnya.
Hanipa Halimatusyadiah, pemain PON Jabar dan Timnas Wanita Indonesia. Foto: Karina Sari/kumparan

Korbankan Semua Mimpi demi Amanat Ayah

ADVERTISEMENT
Wanita dengan nama lengkap Hanipa Halimatusyadiah Suandi ini lahir di Sukabumi pada 24 Oktober 2003. Hanipa mulanya tak pernah terpikir untuk jadi pesepak bola profesional, olahraga itu hanya dijadikan hobi semata pada awalnya.
Namun, darah sepak bola mengucur deras dari ayahnya yang merupakan pelatih di SSB Bintang Timur yang terletak di Kecamatan Nagrak, Sukabumi. Dari yang mulanya iseng, perlahan Hanipa serius dengan Si Kulit Bundar.
Hanipa juga mengakui kalau sepak bola adalah perantaranya agar bisa terus dekat dengan sang ayah. Sepak bola membuat hubungan orang tua dan anak itu makin harmonis baik di rumah atau di lapangan. "Bapak yang pengin, bapak pengin banget aku jadi pemain bola," tutur Hanipa.
Sayangnya, Hanipa harus kehilangan cinta serta pelatih pertamanya di usia yang cukup dini. Saat masih duduk di bangku kelas 3 SD pada umur delapan tahun, ayahnya berpulang ke pangkuan tuhan.
ADVERTISEMENT
Hati anak mana yang tak hancur dengan situasi pilu tersebut. Hanipa yang masih sangat kecil saat itu terpukul atas kehilangan ayah tercintanya.
Sedih sudah pasti, jangan ditanya lagi. Tapi, ada satu amanat terselip sebelum ayahnya menutup mata untuk terakhir kali. Hanipa menuturkan bahwa bapaknya berpesan agar putrinya itu terus bermain sepak bola.
Hanipa Halimatusyadiah Suandi, pemain PON Jawa Barat, saat diwawancarai kumparanBolanita di Sumedang (27/2). Foto: Aji Nugrahanto/kumparan
Kala itu, Hanipa memang baru berusia delapan tahun saat ditinggal ayahnya. Namun, pemikiran dan mentalnya jauh melampaui itu. Setelah sedih berlarut, ia lantas termotivasi dan berambisi untuk menjadi pesepak bola wanita profesional seperti pesan ayahnya.
Seperti anak-anak lainnya, Hanipa tentu punya cita-cita yang umum. Dokter adalah tujuan utamanya sejak kecil, sepak bola tampaknya belum ada dalam daftar. Tapi, hal-hal itu ia korbankan demi titipan sang bapak.
ADVERTISEMENT
"Emang kalau dari diri aku, cita-cita aku jadi dokter. Tapi, aku korbanin itu sekarang buat jadi main bola. Terus kalau main bola itu kayak ngerasa ada bapak," air mata Hanipa menetes saat bercerita soal ayah kebanggaannya.
"Dan setelah tahu amanat bapak untuk Hanipa, jadi lebih ambisi sih di sepak bola," lanjutnya.
Hanipa Halimatusyadiah Suandi, pemain PON Jawa Barat, saat diwawancarai kumparanBolanita di Sumedang (27/2). Foto: Aji Nugrahanto/kumparan

Jalan Terjal jadi Pemain Profesional

Jadi pemain profesional, itulah yang tertempel di kepala Hanipa sejak ayahnya pergi. Karena kecintaan dan ingin menjalankan amanat, maka segala cara pun ditempuh Hanipa demi menggapai itu.
Bermain di SSB Bintang Timur bersama para pria adalah salah satunya. Setiap pulang sekolah, Hanipa selalu menyiapkan satu set jersi di tasnya untuk berlatih di sore hari. Ia sama sekali tak malu dengan ragam cibiran orang saat itu.
ADVERTISEMENT
Kerja keras, ketekunan, dan ambisi tinggi membawa Hanipa mendapat panggilan Garuda Muda Pertiwi. Event internasional pertamanya adalah Piala AFF Wanita U-15 2017 di Vietnam. Hanipa lolos dalam seleksi yang diadakan di Jawa Barat.
"Kebetulan, seleksinya itu Jumat deh, Rabu itu aku ada syuting, syuting iklan, dan itu pertama kali buat aku. Jadi, 24 jam full nggak tidur. Itu full syuting," tutur Hanipa saat menceritakan perjuangannya seleksi timnas U-15.
"Nah, aku kan diantar kakakku. Kakakku tumbang sakit. Tadinya mau seleksi bareng, kebetulan kakakku juga cewek dia pemain bola, cuma mungkin beda rezekinya, akhirnya dia gantung sepatu. Tapi, aku disitu tetap nekat ikut (sampai lolos)," sambungnya.
Kesuksesan menembus Timnas Wanita U-15 membuat namanya makin harum. Hanipa lalu dipanggil untuk membela Timnas Wanita di Asian Games 2018 saat Indonesia menjadi tuan rumah.
ADVERTISEMENT
Setahun berselang, Hanipa juga memperkuat Persikabo di Liga 1 Putri 2019. Kala itu, Persikabo jadi runner-up. Setelahnya, Hanipa memperkuat Jawa Barat di PON 2021 dan direkrut Persis sejak 2022.
Puncak karier dan kebahagiaan Hanipa hadir saat membela Persis Women. Ragam prestasi berhasil dibawa pulang ke tanah Surakarta. Tapi, selain itu, ia juga punya keluarga baru dengan deretan bintang pesepak bola wanita.
Sayangnya, kehangatan yang dirasakan Hanipa dan rekan-rekannya di Persis tak bertahan dalam jangka waktu yang lama. Oktober 2023 kemarin, satu-satunya tim wanita profesional di Indonesia itu harus bubar karena ketidak jelasan kompetisi putri. Saat ini Hanipa pun fokus memperkuat tim sepak bola putri di tanah kelahirannya, Jawa Barat, untuk PON 2024.
ADVERTISEMENT