Profil Tabitha Chawinga, Juru Gedor Baru Milik Olympique Lyonnais

3 Juli 2024 15:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tabitha Chawinga Foto: DAMIEN LG - OLYMPIQUE LYONNAIS
zoom-in-whitePerbesar
Tabitha Chawinga Foto: DAMIEN LG - OLYMPIQUE LYONNAIS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Olympique Lyonnais Feminin tak main-main mempersiapkan musim 2024/25. Meski juara Division 1 Feminine dengan selisih 11 poin dan kemenangan besar di final playoff, mereka tetap tak puas dan mencoba memperbaiki materi pemainnya.
ADVERTISEMENT
Yang teranyar, penyerang asal Malawi, Tabitha Chawinga, dihadirkan jauh-jauh dari Wuhan Jianghan University. Striker yang lahir di Rumphi, Malawi, 22 Mei 1996 itu punya catatan yang top sejak memulai karier sepak bolanya di Eropa pada 2014 lalu.
Dalam 10 tahun terakhir, Chawinga telah bermain untuk:
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, Chawinga telah menjadi top scorer di Liga III Swedia, Liga II Swedia, Liga I Swedia, Liga China Wanita, Serie A, dan Division 1 Feminine. Karier yang megah, bukan? Tak ayal, Lyon langsung gercep sebelum Chawinga mendarat ke klub lain duluan.
Pemain Paris St Germain Tabita Chawinga merayakan gol pertama mereka saat hadapi Manchester United di Leigh Sports Village, Leigh, Inggris, Rau (11/10/2023) WIB. Foto: Action Images via Reuters/Jason Cairnduff

Masa Kecil yang Berat

Perjalanannya itu dimulai sejak umur 5 tahun, ketika Chawinga mulai getol bermain bola. Sampai umur 13, ia rutin bermain dengan laki-laki. Baru di umur 13 lah ia masuk ke klub wanita, yaitu DD Sunshine di Lilongwe, ibu kota Malawi.
Meski kini punya karier yang gilang-gemilang, masa lalu Chawinga dilaluinya dengan tak mudah. Saat menjalani sepak bola kelompok umur tersebut, saking jagonya, para pemain lawan kerap tak percaya kalau Chawinga adalah perempuan. Tuduhan sering datang, bilang bahwa Chawinga adalah laki-laki dan kata-kata busuk lain.
ADVERTISEMENT
Bahkan, suatu kali, Chawinga pernah dipaksa membuka baju oleh lawannya. Mereka tak percaya Chawinga adalah perempuan dan memaksa ia membuka pakaian di tengah lapangan.
“Aku tak pernah merasa sehancur itu. Aku menangis penuh malu. Aku ingin segera kabur dan mundur, tapi teman-teman menguatkanku dan aku bisa memainkan pertandingan secara penuh,” ujar Chawinga kepada The Guardian.
Namun insiden itu meninggalkan luka bagi Chawinga. Ia sempat berhenti bermain sepak bola selama satu tahun.
Sayangnya, kejadian serupa terjadi lagi di turnamen berjuluk Piala Presiden. Ia dipaksa membuka pakaiannya di lapangan. Tim pun melakukan komplain ke federasi, tapi tak digubris.
Kini, Chawinga terus mendesak federasi sepak bola Malawi lebih serius melindungi pesepak bola wanita di negaranya. Ia tak ingin apa yang terjadi padanya terulang pada perempuan lain. "Ini adalah pelanggaran terhadap kehormatan saya," ujarnya.
ADVERTISEMENT