Barista Indonesia, Bayu Prawiro, Raih Juara 2 di World Brewers Cup 2025

18 Mei 2025 15:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Bayu Prawiro, Barista dari Indonesia raih juara dua di World Brewers Cup Championship 2025. Foto: Instagram/ @worldcoffeechampionships
zoom-in-whitePerbesar
Bayu Prawiro, Barista dari Indonesia raih juara dua di World Brewers Cup Championship 2025. Foto: Instagram/ @worldcoffeechampionships
ADVERTISEMENT
Barista asal Indonesia kembali mengharumkan nama bangsa. Dalam final World Brewers Cup Championship 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center pada Sabtu (17/5), Bayu Prawiro berhasil meraih posisi kedua.
ADVERTISEMENT
Lewat presentasinya, Bayu tak sekadar menyeduh kopi, ia merangkai sebuah kisah yang menarik. Ia menyatukan dua kecintaan dalam hidupnya, yaitu fotografi dan kopi, menjadi satu narasi yang penuh makna.
"Sebagai seorang fotografer, saya terhubung dengan orang-orang melalui foto saya, sama seperti saya terhubung dengan mereka melalui kopi. Hari ini, saya akan mengajak Anda menelusuri hubungan antara fotografi dan kopi," kata Bayu dalam presentasinya seperti dikutip dari YouTube World Coffee Championship, Minggu (18/5).
Bayu berhasil melaju ke babak final setelah melewati proses seleksi ketat, termasuk babak penyisihan yang diikuti oleh peserta dari berbagai negara. Di babak final, ia bersaing dengan delapan barista terbaik dari seluruh dunia.
Dalam sesi final, Bayu menyajikan blend dari tiga jenis kopi berbeda, masing-masing dipilih karena mampu memberikan karakter unik dalam cangkir yang ia sajikan.
ADVERTISEMENT
Bayu menggunakan 70 persen kopi Panama Geisha dari Finca Sophia. Kopi ini dipilih karena memiliki keragaman rasa. Selanjutnya, ia menambahkan 20 persen kopi dari Janson Estate, juga jenis Geisha, tapi diproses secara berbeda yaitu menggunakan fermentasi anaerobik selama 48 jam, lalu dikeringkan secara natural, proses ini menciptakan rasa buah yang lebih kuat.
"Saya pilih kopi ini karena sangat melengkapi Finca Sophia dengan cita rasa kompleks dan keasaman seperti anggur," ucapnya.
Sebagai sentuhan akhir, Bayu memasukkan 10 persen kopi Excelsa dari Sukawangi, Sumedang, yang diproses dengan mustto dari Arabika, lalu difermentasi secara anaerobik, kemudian dikeringkan secara natural.
"Kopi ini memberi sentuhan rasa manis alami seperti gula tebu dan sensasi juicy di mulut, menyempurnakan rasa keseluruhan racikan," tambah Bayu.
ADVERTISEMENT
Bayu juga mengajak para juri dan penonton menelusuri hubungan yang unik antara fotografi dan kopi. Bayu membuka presentasinya dengan analogi tentang komposisi.
“Dalam fotografi, komposisi adalah tentang menempatkan berbagai elemen dalam satu bingkai untuk menciptakan keseimbangan. Ini mirip dengan blending kopi, di mana kita menggabungkan berbagai elemen rasa untuk menciptakan harmoni dalam satu cangkir,” jelasnya.
Peresmian acara World of Coffee Jakarta 2025. Foto: Salsha Okta Fairuz/kumparan
Setelah membahas soal komposisi, Bayu melanjutkan presentasinya dengan membahas pencahayaan dalam fotografi. Ia menunjukkan tiga gambar untuk memperjelas penjelasannya, satu gambar tampak underexposed atau terlalu gelap, gambar berikutnya overexposed atau terlalu terang, dan gambar ketiga well exposed, seimbang dan kaya akan detail.
Bayu menjelaskan bahwa untuk mendapatkan pencahayaan yang ideal, fotografer mengandalkan tiga variabel utama yang dikenal sebagai exposure triangle, yaitu aperture, shutter speed, dan ISO. Menariknya, konsep ini ia kaitkan langsung dengan teknik penyeduhan kopi.
ADVERTISEMENT
Dalam analoginya, aperture diibaratkan seperti agitasi. Aperture yang sempit akan berfokus pada satu aspek gambar, sama seperti agitasi yang pelan akan menonjolkan elemen tertentu dalam kopi. Sebaliknya, aperture lebar menangkap lebih banyak aspek visual, seperti agitasi yang lebih kuat yang mengekstrak lebih banyak elemen rasa.
Sementara itu, shutter speed disamakan dengan flow rate atau laju aliran air saat menyeduh kopi. Seperti shutter speed yang mengatur seberapa cepat kamera menangkap momen, flow rate menentukan seberapa cepat air mengalir melalui bubuk kopi.
Terakhir, ISO ia bandingkan dengan waktu kontak antara air dan kopi. ISO yang tinggi memang dapat mencerahkan gambar, tetapi bisa menimbulkan noise—gangguan visual yang tak diinginkan. Begitu pula dengan waktu kontak dalam seduhan kopi: semakin lama waktu kontak, semakin tinggi tingkat ekstraksi, namun jika berlebihan, justru dapat menghasilkan rasa yang tidak seimbang.
ADVERTISEMENT
"Ketiga variabel ini saya sebut sebagai extraction triangle," ucap dia.
Selamat Bayu!