Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kalau kamu suka ke Semarang, tentu sudah tidak asing dengan Kepala Manyung Bu Fat. Kuliner Semarang legendaris ini sudah buka sejak tahun 1969.
ADVERTISEMENT
Sepeninggal Ibu Fatimah (Bu Fat) pada 1999, usaha ini dilanjutkan oleh anak dan cucunya. Ada dua cabang warung Kepala Manyung Bu Fat di Semarang; yakni di Jalan Ariloka dan di Jalan Sukun Raya, Banyumanik. Keduanya dilanjutkan oleh anak Bu Fat.
Tak perlu jauh-jauh ke Semarang, pada Maret 2019, Kepala Manyung Bu Fat buka di Cempaka Putih, Jakarta. Kini, tempat makan legendaris ini juga buka di Cipete Raya.
kumparan mampir ke sana dan bertemu dengan Banik Yoandanny, pemilik sekaligus cucu dari Bu Fat. Saat itu, ia dan suaminya berbagi tugas. Sementara sang suami mengurus ketersediaan ikan manyung, ia mengurus sebagian besar perihal operasional di restoran.
“Kami cari ikannya dari beberapa tempat. Ada yang dari Papua dan Indramayu. Sekarang lagi sulit, katanya banyak yang diekspor ke luar negeri juga. Ada yang buat dimakan, ada yang dipakai untuk jadi benang operasi,” jelas Banik kepada kumparan.
Dalam seharinya, kiras-kira ada 80-100 kepala ikan manyung habis terjual di satu tempat makan. Untuk dua gerai Ikan Kepala Manyung Bu Fat di Jakarta, central kitchen bumbunya ada di Demak.
ADVERTISEMENT
“Central kitchen-nya satu supaya rasanya juga sama. Lebih mudah juga kalau kita mau cek kualitas dan semuanya,” tambah Banik.
Ada beberapa pilihan ukuran kepala manyung di sini. Kecil (Rp 110 ribu), sedang (Rp 165 ribu), jumbo (Rp 200 ribu), dan super jumbo (Rp 300 ribu). Pelengkap lainnya bisa dipilih langsung; ada aneka gorengan, sayur, ayam, bahkan petai, dan jengkol.
Saya mencoba yang ukuran jumbo, bisa untuk 2-3 orang. Rasanya dominan santan dengan cecapan smokey yang menggoda. Tak heran, mangut ini diasapi selama kurang lebih satu jam, sebelum diolah.
Seingat saya, rasanya tidak sepedas yang di Semarang. Menurut Banik, ia memang sedikit mengurangi rasa pedasnya. Kalau kurang pedas tinggal pakai sambal kreasi mereka. Ada sambal bawang hingga matah.
Sementara itu, sesuai rekomendasi Banik, untuk pelengkapnya saya coba krecek, bunga pepaya, dan jengkol santan mereka. Di luar dugaan, bagi saya yang kurang menggemarinya, jengkol di sini tidak terlalu berbau. Enak dimakan dengan sambal bawang.
ADVERTISEMENT
Banik juga menjelaskan bagaimana Kepala Manyung Bu Fat bertransformasi hingga kini. “Kebanyakan yang ke sini ya yang kangen dengan ikan manyung di Semarang. Itu juga yang bikin saya dan suami bawa ini ke Jakarta,” jelasnya.
Dulu, Bu Fat hanya berjualan di depan rumah dengan tikar. Kini, anak dan cucunya semakin menguatkan kiprah Kepala Manyung Bu Fat .
“Tadinya saya tidak mau lanjutkan. Namun, suami bilang kenapa kita enggak coba. Awal banget maunya terima pesanan online saja, tapi banyak yang bilang kalau kepala ikan manyung enaknya dimakan di tempat. Jadi, kami putuskan untuk cari tempat di Cempaka Putih, kemudian di sini,” jelasnya
Satu hal yang menarik, perempuan yang membawa Kepala Ikan Manyung Bu Fat ini ke Jakarta adalah kelahiran 1993. Masih muda, kan?
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ia tidak mau terlalu berinovasi soal sajian. Tugasnya hanyalah mempertahankan nama Kepala Ikan Manyung Bu Fat.
“Enggak ke arah situ (inovasi berlebihan). Kami hanya tambah beberapa pelengkap yang sekiranya cocok untuk dimakan dengan kepala manyung. Ada bunga pepaya, sayur lodeh, dan krecek,” jelasnya.
Selalu menarik bila kita memperhatikan bagaimana usaha kuliner keluarga berjalan selama turun temurun. Tak hanya soal melanjutkan bisnis keluarga, namun para penerusnya juga harus mempertahankan rasa.
Inilah yang dilakukan Banik dan suaminya ketika memutuskan untuk membawa masakan keluarga nya di Semarang ke Jakarta.
Kepala Manyung Bu Fat Cipete
Alamat: Jl. Cipete Raya No. 08, Jakarta Selatan
Jam buka: Setiap hari (11.00-21.00)