Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Bila didokumentasikan dalam sebuah tulisan, sepertinya akan butuh berlembar-lembar kertas untuk mencatat seluruh kuliner Indonesia yang tersebar di seantero Nusantara.
ADVERTISEMENT
Khazanah kuliner yang kita miliki memang tak terhitung jumlahnya --bukan cuma puluhan atau ratusan saja, tapi sampai ribuan ragam. Warisan yang begitu berharga, tentu tak boleh disia-siakan begitu saja.
Demi menyelamatkan ‘kekayaan’ bangsa, setidaknya 59 tahun lalu, Presiden Soekarno mengutus untuk mendokumentasikan seluruh kuliner Indonesia dalam bentuk sebuah buku. Ialah Mustika Rasa, yang kini menjadi ‘kitab’ kuliner Nusantara.
Apalagi, kala itu, belum ada buku masakan yang memuat seluruh masakan Indonesia, dari Sabang hingga Merauke. Pun, belum ada ahli memasak yang mengetahui semua jenis hidangan Indonesia.
Jelas bukan hal yang mudah, untuk mengumpulkan seluruh resep yang ‘tercecer’, lalu menyatukannya dalam satu buku, apalagi dengan keterbatasan waktu dan biaya. Proses pengumpulan data dimulai pada tahun 1961, dan baru bisa diterbitkan di tahun 1967.
ADVERTISEMENT
Untuk penyusunan buku tersebut, dibentuklah Panitia Buku Masakan Indonesia di tahun 1961 yang dibantu oleh Departemen Pertanian.
Dikutip dari buku Mustika Rasa, para panitia menghimpun data melalui survei kepada pamong praja, organisasi-organisasi perempuan, dan sekolah-sekolah kewanitaan.
“Suatu hari, Presiden Soekarno berpikir kalau Indonesia negara yang makmur, namun bagaimana supaya bahan pangan ini bisa maksimal. Inilah awalan dicanangkannya Buku Mustika Rasa,” jelas Prof. Murdijati Gardjito saat dihubungi oleh kumparan, pada Jumat (8/11).
Lewat telepon dan telegram, jajak-jajak pendapat dikirimkan ke berbagai daerah. Tak semudah yang dibayangkan, karena tak semua data yang dikirimkan layak dicantumkan dan masih kurang lengkap.
Seluruh data berupa resep masakan ini pun tak langsung ditulis begitu saja. Beberapa di antaranya harus diuji terlebih dahulu, melewati proses cooking test.
ADVERTISEMENT
Pengumpulan data juga dilakukan dengan cara ‘menggali’ langsung dari sumbernya. Uji masak diadakan bersama ibu-ibu setempat, sembari mengumpulkan keterangan dari mereka. Setelahnya, baru data-data tersebut diolah dan disusun oleh tim penyusun buku.
Resep-resep yang tertulis dalam Mustika Rasa terbagi menjadi beberapa golongan; makanan utama, lauk pauk basah berkuah, tidak berkuah, gorengan, bakar-bakaran, sambal, jangan, hingga minuman.
Selain makanan, dibahas pula mengenai tata dapur yang baik, gizi, jajanan, dan serba-serbi ilmu tata boga lainnya. Sekiranya, total ada 1650 resep masakan Indonesia yang terangkum dalam 1123 halaman.
Tak kalah pelik, penerbitan Buku Mustika Rasa pada waktu itu diwarnai dengan situasi politik yang gonjang ganjing. Tepatnya, di tahun 1965, terjadi Gerakan 30 September yang mengakibatkan ambruknya Presiden Soekarno. Hingga akhirnya, kitab masakan ini diterbitkan secara buru-buru, mengejar momen saat Soekarno masih menjabat sebagai kepala negara.
ADVERTISEMENT
Bisa dibayangkan, betapa besarnya perjuangan untuk menerbitkan pusaka kuliner nan berharga ini.
Sayang seribu sayang, khazanah boga Nusantara yang berusia puluhan tahun tersebut jarang disentuh oleh khalayak. Karya dokumentasi ini hampir teronggok sia-sia, dan hanya menjadi memoar belaka.
Namun kini, ia telah terlahir kembali, dirilis ulang oleh sebuah penerbit lokal, yang tak ingin kekayaan negeri jadi warisan yang terlupakan begitu saja.
Perlahan namun pasti, para penerus bangsa juga turut membangkitkan kembali semangat Presiden Soekarno, melanjutkan perjuangan sebagai pahlawan muda dalam melestarikan kuliner Indonesia .
Live Update