Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Cerita Petani Kopi di Jabar: Ancaman Gagal Panen hingga Perubahan Iklim
21 Oktober 2024 18:00 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya, maka jumlah ekspor kopi Indonesia mengalami peningkatan sebesar 29,82 persen. Adapun, kopi yang paling banyak diekspor adalah kopi robusta yang tidak di-roasting, dengan volume mencapai 148,34 ribu ton. Tak heran kalau Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara penghasil kopi terbesar di dunia.
Walau dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, para petani kopi masih dihadapkan dengan banyak tantangan. Hal itu pun diungkapkan langsung oleh kelompok petani di Jawa Barat, khususnya di daerah Bandung sekitarnya.
Yusuf Supriatna selaku ketua kelompok petani kopi Linggarsari di Desa Genteng di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat menceritakan pengalamannya kepada kumparan jika perkebunan yang dikelolanya terancam gagal panen akibat banyak faktor khususnya perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
"Di kebun, (ancaman) gagal panen itu ada juga. Itu tergantung situasi alam. Pengaruh banget karena kopi itu sangat membutuhkan cuaca seperti kemarau butuh, tapi hujan butuh juga. Harus seimbang karena kalau hujan, itu ada kendala di tahap panennya nanti karena si buahnya agak rontok-rontok pada jatuh," ujar pria yang akrab disapa Mang Bandres saat ditemui kumparan di Desa Genteng beberapa waktu lalu.
Senada dengan Yusuf, Abah Hendar yang juga salah satu anggota di kelompok tani tersebut mengatakan bahwa panen yang melimpah atau sedikit bahkan gagal sering kali dialami para petani kopi.
"Jadi, kadang-kadang tiap tahun itu panennya berbeda-beda, penghasilannya berbeda-beda. Contohnya kayak panen tahun ini, malam ini bagus tapi sekaligus, tahun depan entah. Tahun ini melimpah sekali biasanya 4 bulan 5 bulan tapi 3 bulan sudah selesai tergantung cuaca dan sebagainya," ungkap Hendar.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Yusuf dan Hendar, salah satu petani sekaligus pemilik kebun kopi lainnya yang berasal dari Pengalengan, Jawa Barat, Cucu Sumiyati, mengatakan bahwa cuaca sangat mempengaruhi produksi kebun kopi miliknya.
"Kalau cuacanya bagus itu biasanya satu minggu prosesnya paling cepat. Kalau hujan kita tidak bisa jemur," ujar Cucu.
Selain cuaca, kendala lain yang ia hadapi adalah kurangnya pelatihan yang diberikan kepada para petani tentang bagaimana mengolah kopi agar mendapatkan hasil yang berkualitas.
"Para petani kopi itu tahunya nanam, mengurus, penyiangan di kebun terus sampai ke panen tapi kita tidak tahu kualitas kopi yang harganya lebih dari itu seperti apa. Cara menanamnya bagaimana, merawatnya bagaimana, cara mengolah sampai green bean yang berkualitas itu seperti apa," kata dia.
ADVERTISEMENT
Karena kurangnya pelatihan, Cucu mengaku bahwa mempelajarinya secara otodidak. "Jadi enggak ada pelatihan resmi itu belum, sih. Harapannya ada pelatihan lagi gitu," lanjut dia.
Cucu menambahkan, salah satu kendala lainnya yang dihadapi petani adalah harga yang ditetapkan lebih murah dari biasanya.
"Kadang kasian, ya petani sudah capek-capek tapi harganya murah makanya pas petik kopi semaunya ada yang hijau ada yang hitam di bawah gitu," kata dia.
Tantangan Permodalan hingga Bibit Kopi
Sementara itu, Yusuf mengungkapkan salah satu kendala lain yang dihadapi adalah permodalan.
"Di kendala permodalan yang paling utama, permodalan untuk perawatan, terus, ya untuk tindak selanjutnya lagi pemupukan segala macem, kebetulan untuk saat ini ya belum sempat perawatan yang lebih baik," kata dia.
ADVERTISEMENT
Yusuf juga menceritakan mulanya kelompok petani kopi Linggarsari. Di wilayah yang terbilang baru untuk pertanian kopi ini, Yusuf mengatakan bahwa mereka baru memulainya pada tahun 2016 lalu.
"2016 kami mulai ke kopi, 2017 kami mulai berkebun tapi belum memproses, baru mulai belajar memanen. Ini baru panen yang ketiga. Biasanya sekali panen itu setiap 3 tahun," ujar Yusuf.
Selain kendala permodalan, Yusuf mengatakan saat ini tantangan petani kopi di wilayahnya adalah kekurangan bibit-bibit kopi karena banyak pohon kopi yang sudah mulai masuk ke usia senja.
Hal senada juga disampaikan oleh Learning & Development Senior Division Manager, PT Sari Coffee Indonesia (Starbucks Indonesia), Mirza Luqman Effendy yang mengatakan bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para petani adalah ketersediaan bibit kopi dan makin mahalnya bibit kopi.
ADVERTISEMENT
"Pohon kopi itu idealnya usia antara 5 tahunan. Seiring bertambahnya usia, produktivitasnya akan menurun," katanya.
Kontribusi Starbucks Indonesia
Dalam rangka membantu para petani lokal, Starbucks Indonesia melakukan penyerahan 44 ribu bibit kopi kepada kelompok petani Linggarsari di Desa Benteng, Sukasari, Sumedang, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Chief Operating Officer (COO) PT Sari Coffee Indonesia (Starbucks Indonesia), Liryawati, mengatakan bahwa pemberian bibit kopi ini menjadi komitmen Starbucks untuk mendukung komunitas petani agar bisa memberikan produk-produk terbaik. Di tempat-tempat sebelumnya dengan Sucafina, Starbucks juga sudah melakukan kegiatan serupa dengan memberikan bibit kopi kepada para petani secara langsung.
"Harapannya ke depannya ini akan menjadi kegiatan yang terus berkelanjutan harapannya tidak hanya di Jawa Barat tapi juga menjangkau daerah yang lebih luas lagi. Kegiatan ini menjadi wujud komitmen kita untuk selalu mendukung dan bergandengan tangan dengan komunitas petani kopi agar masa depan petani kopi kita tetap terjaga dengan baik dan bisa memberikan produk-produk yang terbaik," ujar Liryawati.
Ia pun menambahkan, kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk mensejahterakan para petani kopi tapi bisa mengetahui secara langsung kendala yang mereka hadapi dan bagaimana perjalanan dari proses kopi itu sendiri.
ADVERTISEMENT
"Ternyata perjalanan a cup of tea yang ada di kafe-kafe itu panjang dan kompleks. Dan ternyata memang itu adalah kontribusi yang luar biasa dari bapak-bapak yang dengan susah payah membuat sesuatu dari yang terkecil menjadi yang banyak dan kita bisa enjoy (kopi) all around the world," ungkap dia.
"Jadi, aku juga ingin berterima kasih juga untuk upaya yang dilakukan para petani kopi yang sebenarnya kalau bisa kita mau banget konsumen-konsumen yang mencicipi kopi Starbucks itu bisa tahu kalau tidak adanya bapak-bapak (petani kopi) kita tidak bisa mendapatkan secangkir kopi terbaik," pungkasnya.
Selain pemberian bibit, dilakukan juga upaya simbolik penanaman biji kopi yang dilakukan secara langsung oleh Starbucks Indonesia dan juga perwakilan kelompok petani kopi.
ADVERTISEMENT