Kali Kedua Indonesia Tea Brewing Championship Banyak Diikuti Milenial

15 November 2019 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Indonesia Tea Brewing Championship 2019 (ITBC 2019) Foto: Azalia Amadea/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Indonesia Tea Brewing Championship 2019 (ITBC 2019) Foto: Azalia Amadea/kumparan
ADVERTISEMENT
Teh membutuhkan treatment khusus untuk mengeluarkan rasa dan aromanya. Beda jenis teh, maka beda pula teknik penyeduhannya. Itulah mengapa, penyeduh teh (tea brewer) perlu belajar lebih mendalam soal karakteristik teh yang akan diseduh.
ADVERTISEMENT
Teknik dan cara yang khusus dalam menyeduh teh ini menjadi salah satu penilaian dalam Indonesia Tea Brewing Championship 2019 (ITBC 2019). Di tahun kedua ini, dikatakan Ratna Somantri, Ketua Juri ITBC 2019, peserta yang mengikuti kompetisi kebanyakan dari generasi milenial.
"Menariknya tahun ini pesertanya itu kebanyakan dari generasi millenial. Rupanya mereka punya minat yang cukup kuat dalam mempromosikan teh Indonesia. Beberapa di antaranya punya background barista kopi yang kemudian jenuh, dan mulai berminat untuk mempelajari teh. 90 persen golongan milenial usia 20-30 tahunan, dan yang latar belakangnya barista kopi ada sekitar 40 persenanlah," ujarnya saat ditemui kumparan pada hari pertama perhelatan ITBC di pameran SIAL Interfood, Jakarta International Expo Kemayoran, Kamis (14/11).
Indonesia Tea Brewing Championship 2019 (ITBC 2019) Foto: Azalia Amadea/kumparan
Ketertarikan generasi milenial akan dunia teh, juga membuat Santhi Serad penulis buku 'Leaf it to Tea' merasa senang dan penasaran.
ADVERTISEMENT
"Saya senang banget bisa jadi juri di ITBC ini. Sekarang banyak anak muda yang peduli dengan kualitas teh yang bagus. Semoga bisa lebih sering lagi diadakan acara seperti ini," tambahnya.
Kompetisi ini berlangsung dua hari, yakni pada 14-15 November 2019. Ada total 24 peserta yang mengikuti kompetisi ini, yang mana mereka diwajibkan untuk menyajikan dua jenis minuman yaitu classic tea dan satu mixology (signature drink). Ini berbeda dari tahun sebelumnya, yang membagi perlombaan menjadi dua kategori; yaitu classic tea dan mixology.
Untuk classic tea, setiap peserta harus menyeduh teh yang telah disediakan oleh panitia sebelumnya.
Terdapat 12 jenis teh dari enam perkebunan Indonesia yaitu Harendong (Organic Sinensis Black Tea dan Sinensis Rolled Oolong ), Tobawangi (Imperial black tea dan Loose Oolong Tea), Bukitsari (organic OP Black Tea dan Silver Needle), Liki (Red Tea dan Silver Tip White Tea), Chakra (Leafy Grade Orthodox Black Tea dan Indonesian Sencha), dan Pasircanar (Silver Needle Red Tea dan Yellow Tea).
Indonesia Tea Brewing Championship 2019 (ITBC 2019) Foto: Azalia Amadea/kumparan
Sementara untuk signature drink, peserta diperbolehkan membawa teh sendiri. Namun, teh tersebut wajib berasal dari perkebunan Indonesia. Peserta juga harus memberikan presentasi mengenai latar belakang teh yang digunakan, teknik menyeduh, konsep penyajian, rasa, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Seperti salah satu pesertanya yakni Emeren (21), mengaku berminat mempelajari teh karena memang dari kecil sudah sering disuguhkan teh oleh orang tuanya. Meskipun selama magang di beberapa kafe, ia justru bekerja sebagai barista kopi.
"Dari awalnya itu jadi barista kopi, tapi juga masih nyobain bikin teh juga. Teh sama kopi itu beda banget. Teh tradisional banget, kopi modern. Teh treat-nya lebih pelan dan masih tradisional, kalau kopi pake mesin dan cepat nyeduhnya. Yang bikin susah teh itu terlalu banyak detail, masih semi tradisional dengan tata krama yang susah dipelajari setiap step-nya. Jadinya belajar hal baru terus soal teh," ujarnya.
Emeren sendiri, akan menyuguhkan black tea dengan menggunakan yi xing clay tea pot. Dijelaskannya, alat ini spesial karena bisa menjaga aroma dan rasa teh.
ADVERTISEMENT
Teh yang akan dia seduh punya karakteristik lebih lembut daripada black tea umumnya, dan manis. Untuk mengikuti kompetisi ini Emeren mengaku berlatih untuk membuat resepnya selama seminggu.
Minat yang mulai banyak ditunjukkan oleh generasi milenial terhadap teh ini menjadi dirasa perlu untuk semakin ditingkatkan. Ini juga yang menjadi harapan pakar kuliner William Wongso, yang juga menjadi juri dalam ITBC 2019.
"Acara seperti ini harus dilaksanakan terus. Soalnya teh itu tergantung penanaman dan daerahnya. Kita juga perlu mengedukasi konsumen, jangan masih menerapkan anggapan teh wajib 'nasgitel' (panas, wangi, legi, kentel) saja. Teh itu enggak mesti cokelat pekat, kalau enggak cokelat pekat dibilangnya bukan teh tapi banyu, enggak begitu. Teh variannya itu banyak banget, karakteristiknya beda. Sayangnya sekarang literatur tentang teh enggak banyak," tutupnya.
ADVERTISEMENT