Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Sepiring Serabi Ngampin, Makanan Khas dari Ambarawa
4 Maret 2019 16:32 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB
ADVERTISEMENT
Waktu masih menunjukkan pukul setengah sembilan pagi saat kami melewati Pasar Ngampin, Ambarawa. Keramaian pasar seakan menyambut kami yang ingin menjajal makanan khas dari salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Semarang itu, yakni serabi.
ADVERTISEMENT
Ada satu hal yang membuat kami rela menempuh jarak sejauh puluhan kilometer demi mencicipi salah satu kuliner Semarang ini. Rasa hangat yang melekat dalam sepiring serabi yang dimasak langsung sebelum disajikan.
Meski sama-sama terbuat dari tepung beras dan campuran santan, serabi Ambarawa memiliki perbedaan dengan serabi lainnya —misalnya serabi Solo atau serabi kinca khas Bandung. Di sini, serabi disajikan bersama kuah campuran gula merah dan santan yang encer. Selain itu, diameter serabinya pun terbilang cukup mungil dan tipis, hanya habis dalam dua kali lahapan.
Serabi kucur atau serabi Ngampin, begitu kira-kira penduduk sekitar menyebutnya. Penjualnya pun berjejer di sepanjang Jalan Raya Magelang, Semarang. Letaknya tak jauh dari Pasar Ngampin, menempati beberapa bilik-bilik kayu.
ADVERTISEMENT
kumparan menepi di salah satu bilik kayu yang ada di paling ujung, satu-satunya kios serabi yang baru buka saat itu. Rupanya, kami datang terlalu pagi. Seorang perempuan paruh baya masih tampak sibuk menyiapkan serabi dagangannya.
“Ngentosi sekedap nggih mbak, niki wau kawanen dodolane,” ujarnya, yang kira kira punya arti “Tunggu sebentar ya, mbak, tadi kesiangan jualannya,”.
Dengan cekatan, Salipah —nama sang penjual— menuangkan sesendok adonan serabi ke semacam wajan kecil yang terbuat dari tanah liat. Sesekali, ia menambahkan beberapa batang kayu untuk menjaga apinya agar tetap membara.
Makanan khas ini memang masih dibuat dengan metode tradisional, memanfaatkan tungku kecil dan kayu bakar. Usai menuangkan adonan, wajan pun ditutup, dan didiamkan beberapa saat.
“Harus ditunggu sampai bagian bawahnya kering biar ndak lengket kalau diangkat,” ujar Salipah. Setelah beberapa menit, serabi pun diangkat menggunakan spatula, lalu diletakkan di semacam alas.
Hal itu ia lakukan hingga jumlah serabi yang dimasak sesuai dengan pesanan. Tiap-tiap piring diisinya dengan tiga buah serabi, lalu disiram dengan kuah santan dan gula merah.
ADVERTISEMENT
Saat pesanan disantap, piring tersebut masih terasa hangat, mengingat sajian serabinya baru selesai dimasak. Aroma khas arang langsung menyeruak, bercampur dengan wangi adonan.
Saat digigit, tekstur empuk nan lembut langsung terasa. Samar-samar tercecap rasa gurih dari campuran santan. Kuah santannya pun terasa gurih ketika diseruput, berpadu dengan manisnya gula merah, namun tetap ringan.
Salipah sendiri sudah berjualan serabi sejak puluhan tahun lalu; meneruskan usaha yang dilakukan oleh neneknya. Perempun berusia 57 tahun ini juga menjelaskan, serabi Ngampin ini sudah sangat lama dinikmati oleh penduduk Ambarawa, bahkan sebelum ia lahir.
Untuk pelengkapnya, serabi buatan Salipah bisa ditambahkan dengan tapai ketan. Biasanya, ia juga menyediakan buah durian untuk dipadukan dengan serabi, khususnya saat Lebaran tiba.
ADVERTISEMENT
Mitos serabi bisa mendatangkan jodoh
Ada sebuah kepercayaan yang dianut masyarakat sekitar mengenai sajian serabi Ngampin. Menurut Salipah, jaman dahulu, orang-orang akan berjualan serabi sebelum bulan Syaban, tepatnya 15 hari sebelum puasa.
Di waktu tersebut, orang-orang yang masih bujang akan berjalan-jalan dan menyantap serabi di malam hari. Konon, mereka akan mendapatkan jodoh bila melakukan ritual ini.
Entah benar atau tidak, yang pasti sepiring serabi yang kami santap saat itu begitu penuh kehangatan --baik karena baru saja selesai dimasak sebelum disajikan, maupun karena dibuat dengan sepenuh hati oleh sang penjual.
Bila tertarik mencicipi serabi khas Ambarawa ini, kios-kios tersebut bisa ditemukan di sepanjang Jalan Raya Magelang-Semarang, dan mulai buka dari pukul 08.00-22.00.
ADVERTISEMENT
Harganya? Hanya dengan Rp 5 ribu, sepiring serabi dengan siraman kuah santan nan menggoda sudah bisa kamu santap. Tentunya suasana menyantap makanan khas Ambarawa ini makin menarik dengan bonus kisah-kisah menarik dari si empunya.