Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Membuat Tempe Secara Sustainable Living Sembari Meningkatkan Gizi Pangan Lokal
12 Maret 2025 14:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Tempe telah menjadi makanan lokal yang banyak digemari masyarakat Indonesia, bahkan kini mulai banyak dikenal masyarakat dunia.
ADVERTISEMENT
Makanan yang berasal dari fermentasi kacang kedelai dengan bantuan kapang Rhizopus spp ini telah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia selama berabad-abad dan menjadi bagian penting dalam budaya kuliner Nusantara.
Kandungan gizi pada tempe memang tak perlu diragukan, karena ada protein nabati, serat, vitamin B12, serta mengandung probiotik yang baik untuk pencernaan. Selain itu, tempe juga membantu meningkatkan kesehatan jantung, memiliki sifat antioksidan yang baik untuk tubuh, mudah dicerna, dan cocok untuk semua usia, termasuk kalangan anak-anak.
Produksi dan pembuatan tempe pun dinilai ramah lingkungan karena tidak memerlukan banyak sumber daya dibandingkan dengan daging hewani.
Nah, untuk semakin meningkatkan nilai gizi yang dikonsumsi masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak. Produksi tempe bisa dilakukan secara sustainable living. Artinya pembuatannya bisa dilakukan tanpa plastik, sementara limbah berupa air pencucian kedelai bisa dipakai untuk menyiram tanaman.
ADVERTISEMENT
Konsep sustainable living dalam produksi tempe ini diajarkan pada acara Good Nutrition Day yang digelar Gugah Nurani Indonesia untuk merayakan Hari Gizi Nasional pada Februari lalu di Taman Ismail Marzuki.
Dalam kesempatan ini, Co-Founder Demi Bumi, Jessica Halim, menjelaskan cara membuat tempe secara sustainable living. Jessica selama ini kerap menjalankan praktik berkebun untuk memenuhi kebutuhan dapur hingga bagaimana kebunnya dapat menghidupi makhluk hidup lainnya.
Dalam workshop ini, Jessica juga menjelaskan cara kreatif membuat tempe yang disukai anak-anak dengan bahan berupa kacang kedelai hitam dan kacang merah yang sudah diberikan pewarna alami dari bunga telang dan buah naga.
Pada pembuatan tempe ini, para orang tua belajar bagaimana cara kreatif mengolah tempe agar menarik. Anak-anak juga diajak untuk berpartisipasi dalam praktik pembuatan tempe ini, sehingga dapat meningkatkan antusias anak saat makan.
ADVERTISEMENT
Edukator MPASI, dr. Shane Tutty Cornish, CBS, IBCLC, yang turut hadir pada acara ini mengapresiasi workshop pembuatan tempe secara sustainable living dan kreatif.
“Tidak hanya orang tua yang berpartisipasi, bahkan satu keluarga sama anak dan bayinya, itu keren banget. Saya sangat support workshop seperti ini karena bisa mengubah mindset satu keluarga untuk meningkatkan gizi anak Indonesia. Karena pendidikan gizi anak Indonesia masih kurang," jelas dia.
Selain workshop pembuatan tempe, turut diadakan diskusi yang mengangkat tema 'Pemanfaatan Pangan Lokal untuk Anak'. dr. Shane menjadi pembicara dalam diskusi ini. Ia berbagi informasi tentang kekayaan gizi pangan lokal, bagaimana cara membuat makanan lokal terlihat menarik dan menyenangkan.
Selain itu, ada materi mengenai Food Chaining, cara mengubah kebiasaan makan anak dari makanan yang tidak sehat ke makanan sehat.
ADVERTISEMENT
Saya berharap semua ilmu yang bisa bermanfaat ini bisa diaplikasikan di rumah untuk membantu problem masalah makan anak.” Jelas dr. Shane.