Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
"Tambuah ciek, Uda!"
Begitu kata orang yang sekiranya sedang bersantap di tempat makan ala Minangkabau. Memang, kekayaan rasa pada makanan khas Sumatera Barat ini sulit ditolak. Bumbu yang medok, asin, pedas, dan gurih membuat siapapun yang menyantapnya jadi ketagihan. Bisa-bisa ujungnya, ya 'tambuah ciek!' --alias tambah satu porsi lagi.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari buku "Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera" karya sejarawan Gusti Asnan, Sumatera Barat adalah salah satu kawasan yang dilewati jalur perdagangan di pantai barat Sumatera pada abad ke-16.
Hal ini membuat Sumatera Barat menjadi kawasan singgah para pedagang yang salah satunya berjualan rempah-rempah. Daerah ini dahulunya banyak disinggahi pedagang dari Timur Tengah dan India. Sehingga kuliner di provinsi yang beribu kota kan di Padang ini banyak juga mendapat pengaruh dari India.
Dijelaskan juga dalam buku "Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Barat" karya Azami dan kawan-kawan, kelezatan makanan khas Sumatera Barat telah tersebar ke seluruh Nusantara. Ini dikarenakan, banyak orang Padang yang merantau dan membuka usaha rumah makan.
Kuliner ala Padang bukan hanya terkenal karena persebarannya, melainkan juga dari rasanya yang khas. Kunci sajiannya terletak pada bumbu yang kuat dan santan. Misalnya pada rendang, bumbu yang terpenting selain cabai, adalah santannya. Hal ini juga diamini pakar kuliner William Wongso yang kumparan temui beberapa waktu lalu (14/8).
ADVERTISEMENT
"Yang bedain itu cabai-cabainya sama santan. Santan di Padang itu beda kualitas kelapanya. Rendang itu yang penting kelapa (santan) sama cabai," tegasnya kepada kami.
Ya, makanan khas Padang banyak yang menggunakan santan. Menurut penelusuran Prof. Dr. Ir. Murdijati-Gardjito, Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada beserta kedua rekannya; Rhaesfaty Galih Putri, dan Swastika Dewi dalam buku "Kuliner Indonesia" terdapat 60 jenis makanan khas Minangkabau yang berkuah santan.
Jumlah tersebut masih lebih banyak daripada Aceh, yang hanya memiliki 21 jenis makanan bersantan. Memang selain Minangkabau, Aceh juga menjadi salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang punya banyak makanan khas berkuah santan.
Lantas, dari manakah pengaruh makanan bersantan itu berasal?
ADVERTISEMENT
Bukan ujuk-ujuk santan langsung menjadi bahan pada masakan ala Minangkabau, melainkan mendapat pengaruh dari India. Menurut penelitian Gusti Asnan, pada abad ke-13 dan ke-14, ada orang India yang datang ke Sumatera Barat.
Ini juga terdapat dalam catatan Tome Pires, pengelana dari Portugis, yang mengatakan bahwa pada abad ke-16 ada kapal dari Gujarat yang singgah di pantai barat Sumatera. Mereka mendarat dan berdagang di Pelabuhan Pariaman dan Tiku --yang kini dikenal dengan Kabupaten Agam.
Bukan hanya berdagang, masyarakat India tersebut juga menularkan kebiasaan makan mereka. Salah satunya santan, yang akhirnya kini terkenal menjadi bahan utama dalam pembuatan rendang serta aneka gulai.
Beberapa masakan khas Minangkabau yang menggunakan santan; di antaranya gulai asam pedas ikan (gula asam padeh), gulai ayam, gulai tunjang, gazebo, gulai daun pakis, kalio, kare daun singkong, opor, dan masih banyak lagi.
Di antara sajian gulai-gulai tersebut, salah satunya yang terkena kuat pengaruh India adalah gulai kurma. Uniknya gulai ini tidak menggunakan bahan kurma sama sekali; melainkan berisi potongan kecil daging sapi atau kambing. Gulai ini berwarna hijau, tak seperti gulai kuning yang biasa kita makan. Adapula, tambahan kapulaga sebagai rempah khas India.
ADVERTISEMENT
Perpaduan santan yang terpengaruh dari masakan India ini rupanya memperkuat rasa dari makanan khas Minangkabau. Bayangkan, apa jadinya jika santan tak ikut campur dalam masakan ala Padang tersebut? Mungkin saja rasanya jadi tak se-enak yang kita makan saat ini, bukan?