Tersembunyi, Arkeolog di Mesir Temukan Jejak Pabrik Bir Tertua di Dunia

16 Maret 2021 19:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah tempat pembuatan bir kuno ditemukan di Mesir. Foto: AFP Photo/Egyptian Ministry of Antiquities
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah tempat pembuatan bir kuno ditemukan di Mesir. Foto: AFP Photo/Egyptian Ministry of Antiquities
ADVERTISEMENT
Selama bertahun-tahun, kita mengenal Mesir sebagai negara yang kaya akan arsitektur piramida dan tempat penguburan mayat atau mumi. Tapi, tampaknya negara yang dikelilingi oleh padang pasir itu masih menyimpan beberapa jejak harta karun yang sebelumnya tidak pernah diketahui oleh banyak orang.
ADVERTISEMENT
Ya, pada bulan Februari lalu, tim arkeolog dari Institut Seni Rupa NYU dan Universitas Princeton telah menemukan industri pembuatan bir tertua di dunia tepatnya di Mesir Selatan. Industri bir ini digadang-gadang sudah ada sejak tahun 3.000 SM, di mana saat itu merupakan masa awal kekuasaan raja Firaun.
Mengutip Food and Wine, temuan fasilitas pembuatan bir kuno yang diberi nama Abydos, rupanya bisa membuat 5.800 galon bir per kloter, dan total keseluruhan bir yang diracik mampu mencapai lebih dari 60.000 galon.
"Fasilitas pembuatan bir yang bisa menghasilkan ribuan liter ini sudah masuk ke dalam skala industrial pada masanya. Diperkirakan tempat ini dibangun untuk menghormati pemakaman raja-raja pertama di Mesir, serta dijadikan ritual penyembahan sebagai figur dewa bagi masyarakatnya," jelas Matthew D. Adams, peneliti senior Institut Seni Rupa NYU.
Sebuah tempat pembuatan bir kuno ditemukan di Mesir. Foto: AFP Photo/Egyptian Ministry of Antiquities
Meski sejak dulu, membuat bir bukanlah hal yang asing lagi bahkan untuk masyarakat mesir kuno sekalipun. Tapi, cenderung bir diproduksi hanya dalam skala kecil, seperti di masing-masing rumah warga. Tentunya, industri bir kuno ini menjadi satu peristiwa yang tetap mengejutkan bagi banyak orang hingga kini.
ADVERTISEMENT
Produksi bir dalam skala besar disebut sebagai proyek yang hanya dilakukan oleh masyarakat kelas atas saja. Sebenarnya, penemuan situs bersejarah ini menuai beberapa perdebatan. Adams menyimpulkan bahwa industri bir kuno tersebut juga sudah pernah ada di luar Mesir Selatan. Lantaran adanya produksi roti besar di kala itu, maka dibangunlah industri bir dekat kawasan produksi roti.
Para peneliti juga mengungkapkan, tempat pembuatan minuman alkohol Abydos memiliki setidaknya delapan instalasi. Tingginya sekitar 65 kaki, dan berisi dua baris untuk 40 tong keramik berukuran besar yang dipakai untuk menghaluskan biji-bijian, kemudian cairannya difermentasi agar bisa menjadi bir.
Ilustrasi bir Foto: dok.Shutterstock
Tapi, produksi bir secara massal ini tidak sepenuhnya dipercaya hanya disajikan sebagai minuman saja. Melainkan, peneliti juga berspekulasi kalau sebagian bir disimpan dan digunakan saat ritual penyembahan.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, peneliti ikut menyimpulkan kalau produksi bir massal merupakan proyek resmi negara, yang ditujukan untuk kepentingan negara, sehingga tidak semua masyarakat lokal bisa menikmatinya.
Dikarenakan produksi bir Abydos letaknya juga tidak jauh dari kuil tempat ritual penyembahan, maka bir kerap diberikan kepada staf kuil seusai masyarakat melakukan ritual tersebut. Walau bisa dikonsumsi sebagai minuman, tapi mayoritas memilih untuk dijadikan sesajen di kuil penguburan kerajaan.
Berkat penemuan yang menakjubkan ini, Deborah Vischak, asisten profesor seni dan arkeologi yang ikut dalam tim arkeolog Princeton mengungkapkan bahwa Mesir memiliki kualitas baik dari segi sumber daya alam dan manusia sejak dulu kala. "Hal inilah yang memungkinkan mereka untuk mulai merencanakan membangun piramida dengan ukuran raksasa di masa yang akan datang pada saat itu," ungkap Deborah.
ADVERTISEMENT
Tak hanya di Mesir, tampaknya industri bir kuno lainnya turut ditemukan di kota Regensburg, Jerman; kota yang diyakini sebagai markas militer tentara Romawi. Bir menjadi minuman yang cukup praktis, dan dapat diminum kapan saja bagi tentara yang kerap menghabiskan waktunya di markas.
Reporter: Balqis Tsabita Azkiya