The Hunger Bank, Perangi Food Waste dengan Berbagi Berkah Makanan Sisa

21 Maret 2019 20:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sampah makanan Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Sampah makanan Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
"Duh, aku sudah kenyang banget, enggak sanggup lagi buat ngehabisinnya, maaf ya makanan" celoteh seorang pengunjung restoran yang sedang bersantap bersama seorang kawannya. "Mas, minta tolong diangkat, ya,"
ADVERTISEMENT
Sang pelayan pun menghampirinya, mengambil piring kotor itu, bersama dengan beberapa piring lain yang rupanya juga masih berisi separuh makanan sisa. Tentu kita sudah tahu ke mana tujuan akhir dari makanan-makanan sisa tersebut; berakhir di tempat sampah.
Bahkan, mungkin kejadian tersebut tak hanya terjadi di hari itu saja. Di hari-hari sebelumnya, sudah ada puluhan bahkan ratusan pengunjung lain yang tak menghabiskan makanan mereka, membuat sampah makanan makin menumpuk.
Bukan hanya di restoran, sebenarnya sumber dari sampah makanan terbesar juga berasal dari rumah tangga. Sadar ataupun tidak, tiap harinya pasti ada makanan yang harus kita buang, entah karena tak habis disantap, atau sudah terlanjur membusuk sebelum dikonsumsi.
Makanan untuk kebaikan Foto: Retno Wulandari/kumparan
'Banyak orang yang kelaparan dan sulit untuk bisa makan, jangan sampai menyia-nyiakan makanan'. Kalimat ini mungkin terdengar sangat klise, namun itulah faktanya. Di Indonesia sendiri, sampah makanan bisa mencapai 315 kilogram per orang setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Lebih ironis, tak semua limbah makanan atau food waste sudah tak layak santap. Banyak di antaranya yang sejatinya masih bisa diolah kembali, atau bahkan dikonsumsi. Makanan-makanan ini tak harus berakhir di tempat sampah, dibiarkan menumpuk dan membusuk menjadi sarang penyakit.
Inilah yang akhirnya membuat Falencia Naoenz dan rekannya, Imam Assovie menginisiasi sebuah gerakan bernama The Hunger Bank. Gerakan ini bertujuan untuk mengampanyekan Zero Waste dan mengajak masyarakat untuk lebih menghargai makanan.
Berawal dari kunjungan ke tempat pembuangan sampah
Falencia dan Imam, founder The Hunger Bank Foto: Dok. The Hunger Bank
Bukan sekadar edukasi, mereka juga kerap membagikan makanan sisa. Tentu saja, makanan tersebut bukan sisa makanan dari piring yang tak habis disantap, melainkan yang masih layak makan.
"Kami sepakat untuk membuat organisasi yang menyalurkan kelebihan makanan ke orang-orang yang berkekurangan. Tujuan kami ada dua, yaitu mengurangi jumlah sampah makanan dan membantu mengentaskan kelaparan di Indonesia," kata Falencia saat dihubungi oleh kumparan.
ADVERTISEMENT
Inspirasi terciptanya The Hunger Bank tersebut muncul kala keduanya tengah mengunjungi Tempat Pembuangan Sampah Akhir Sarimukti di Jawa Barat. Di sana, mereka menemukan sampah-sampah makanan yang menggunung dan dibiarkan membusuk begitu saja.
"Dari percakapan dengan warga sekitar, mereka mengatakan bahwa sampah makanan jumlahnya sangat tinggi, dan mubazir karena tidak bisa diolah menjadi apapun, cepat busuk, dan menimbulkan banyak penyakit," kisah Falencia.
The Hunger Bank Foto: Dok. The Hunger Bank
Hingga akhirnya, di tahun 2016, The Hunger Bank resmi berdiri di Bandung, dan menyusul setahun kemudian, mereka juga merambah ke Jakarta. Semenjak saat itu, mulai banyak orang yang mengikuti jejak The Hunger Bank di berbagai kota, dan muncul koordinator lokal yang tersebar di Palembang, Yogyakarta, Malang, Bogor, Jambi, Semarang, Solo, hingga Manado.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya The Hunger Bank bukan sebuah organisasi atau komunitas yang rigid. Kami lebih menempatkan diri sebagai sebuah gerakan. Semu bisa berpartisipasi secara bebas, tanpa harus berkomitmen dalam jangka waktu tertentu," ungkapnya lebih lanjut,
Perjuangan Falencia dan Imam pun berbuah hasil. Hingga kini, sudah ada setidaknya 60 orang relawan yang membantu kegiatan The Hunger Bank di berbagai kota.
Perantara makanan sisa layak konsumsi
The Hunger Bank Foto: Dok. The Hunger Bank
Dalam mengelola pembagian makanan sisa, The Hunger Bank menerima dari berbagai pihak; kebanyakan dari perseorangan, misal acara kampus, seminar, atau pernikahan.
"Jarang ada hotel atau restoran besar yang mendonorkan makanannya karena mereka punya prosedur sendiri untuk mengolah makanan berlebih. Mereka biasanya juga tak boleh memberikan sisa makanan ke pihak ketiga karena akan dikenai tanggung jawab hukum jika terjadi sesuatu seperti keracunan," jelas Falencia.
ADVERTISEMENT
Makanan yang akan dibagikan setidaaknya pun harus layak konsumsi, maksimal delapan jam setelah dimasak, atau enam jam setelah dihidangkan. Makanan tersebut kemudian dibagi-bagi sesuai dengan porsi yang siap dibagikan.
Bila donor makanan diterima dalam waktu yang sudah sangat larut, biasanya akan disimpan dalam kulkas terlebih dahulu, baru kemudian dihangatkan kembali sebelum dibagikan.
The Hunger Bank Foto: Dok. The Hunger Bank
Lalu, bagaimana cara mereka membagikan makanan-makanan sisa tersebut?
Rupanya, The Hunger Bank telah memiliki beberapa titik target dengan masing-masing perkiraan jumlah orang penerimanya. Jumlah makanan yang diterima akan dibagikan ke titik yang jumlahnya sesuai, sehingga menghindari terjadinya rebutan.
"Makanan tersebut kami bagikan untuk orang-orang yang sudah bekerja namun belum mendapatkan penghidupan yang layak, seperti pemulung, tunawisma, pasukan oranye, sekuriti," kata perempuan berusia 24 tahun itu.
The Hunger Bank Foto: Dok. The Hunger Bank
Rata-rata, dalam tiap pendistribusian, ada 25 porsi makanan yang disumbangkan, karena The Hunger Bank juga memberikan batas minimal untuk donor makanan, yakni 20 porsi. Bila ada acara pernikahan, jumlahnya bahkan bisa lebih banyak, mencapai 30 hingga 40 porsi.
ADVERTISEMENT
Sampah makanan sebisa mungkin diminimalisir. Tak cuma yang bisa dimakan kembali, sisa makanan yang sudah tak layak dikonsumsi pun mereka olah kembali. Bekerja sama dengan salah satu lembaga pengelola sampah makanan di Bandung, sampah makanan tersebut diolah kembali menjadi pupuk dan gas alami untuk memasak.
Meningkatnya kesadaran akan food waste
The Hunger Bank Foto: Dok. The Hunger Bank
Tiada usaha yang mengkhianati hasil; lambat laun, kiprah The Hunger Bank membuat kesadaran terhadap food waste kian meningkat. Isu-isu mengenai food waste makin sering diangkat secara konsisten. Tak sedikit pula orang-orang yang mulai mengubah kebiasaan makan mereka agar tak menghasilkan jumlah sampah berlebih.
"Banyak sekali orang yang menghubungi kami dan mengatakan bahwa mereka mulai merubah habit makan mereka, mengurangi konsumsi yang tidak perlu, dan sekarang mereka bisa menyumbangkan makanan berlebih alih-alih membuangnya menjadi sampah makanan," kisah Falencia.
ADVERTISEMENT
Pastinya, permasalahan mengenai sampah makanan jelas membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Kembali lagi, satu-satunya jalan untuk permasalahan food waste adalah jika setiap orang secara sadar mengonsumsi dengan bertanggung jawab dan mengurangi sampah makanan yang mereka hasilkan.
"Sama seperti permasalahan sampah plastik, saya berharap setiap orang juga mulai menyadari peran mereka dan membiasakan diri untuk tidak membuang-buang makanan," pungkasnya.
The Hunger Bank Foto: Dok. The Hunger Bank
Nah, bila kamu tertarik untuk berkontribusi dalam mengurangi jumlah sampah makanan, kamu juga bisa menyumbangkan makanan sisa layak konsumsimu ke The Hunger Bank dengan langkah-langkah berikut ini:
- Hubungi The Hunger Bank beberapa hari sebelum acara (misalnya acara pernikahan, seminar, atau acara kampus) agar pihak The Hunger Bank bisa standby dan bersiap-siap.
ADVERTISEMENT
- Berikan informasi ke pihak The Hunger Bank bila ada porsi makanan berlebih setelah acara selesai, lengkap dengan infomasi jumlahnya.
- Pihak The Hunger Bank akan menjemput makanan tersebut.
- Pihak The Hunger Bank akan mengolah makanan tersebut (jika diperlukan), lalu membagi-bagikan ke orang-orang yang membutuhkan.
Bagaimanapun juga, peran kita sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan, sekecil apa pun bentuknya, dimulai dari mengelola sampah makanan dengan bijak. Yuk, mulai kurangi food waste sehari-hari!