10 Puisi Sapardi Djoko Damono yang Akan Selalu Dikenang

19 Juli 2020 10:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sapardi Djoko Damono. Foto: Dok. Indonesia Kaya
zoom-in-whitePerbesar
Sapardi Djoko Damono. Foto: Dok. Indonesia Kaya
ADVERTISEMENT
Sastrawan Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada Minggu (19/7). Dia mengembuskan napas terakhir di RS Eka BSD sekitar pukul 09.17 WIB.
ADVERTISEMENT
Kepergian Sapardi dibenarkan oleh penulis Maman Suherman. Dia mendapat kabar tersebut dari rekan sesama penulis.
“Saya mendapat kabar dari banyak sekali teman-teman dan senior penyair. Saya percaya mereka,” kata Maman kepada kumparan, Minggu (19/7).
Sepanjang hidupanya, banyak puisi yang telah diciptakan oleh Sapardi. Salah satunya adalah Hujan Bulan Juni.
Berikut kumparan merangkum 10 puisi Sapardi Djoko Damono yang akan selalu dikenang:
Sapardi Djoko Damono. Foto: Instagram/@damonosapardi
1. Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
ADVERTISEMENT
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
2. Hatiku Selembar Daun
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput
Nanti dulu biarkan aku sejenak terbaring di sini
ada yang masih ingin kupandang
yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi
Sapardi Djoko Damono. Foto: Tio Ridwan/kumparan
3. Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.
ADVERTISEMENT
4. Hanya
Hanya suara burung yang kau dengar
dan tak pernah kaulihat burung itu
tapi tahu burung itu ada di sana
Hanya desir angin yang kaurasa
dan tak pernah kaulihat angin itu
tapi percaya angin itu di sekitarmu
Hanya doaku yang bergetar malam ini
dan tak pernah kaulihat siapa aku
tapi yakin aku ada dalam dirimu
5. Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu.
Kita abadi memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
6. Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
ADVERTISEMENT
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sapardi Djoko Damono. Foto: Prabarini Kartika/kumparan
7. Kuhentikan Hujan
Kuhentikan hujan
Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan
Ada yang berdenyut dalam diriku
Menembus tanah basah
Dendam yang dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga
8. Menjenguk Wajah di Kolam
Jangan kau ulang lagi
menjenguk
wajah yang merasa sia-sia,
yang putih yang pasi itu.
Jangan sekali- kali membayangkan
Wajahmu sebagai rembulan.
Ingat,jangan sekali-
kali. Jangan.
Baik, Tuan.
9. Kita Saksikan
kita saksikan burung-burung lintas di udara
kita saksikan awan-awan kecil di langit utara
waktu itu cuaca pun senyap seketika
sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya
ADVERTISEMENT
di antara hari buruk dan dunia maya
kita pun kembali mengenalnya
kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata
saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia
Sapardi Djoko Damono Foto: Prabarini Kartika/kumparan
10. Akulah Si Telaga
akulah si telaga
berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menggerakkan bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
— perahumu biar aku yang menjaganya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.