3 Produser Film Indonesia Bicara Efek Pandemi COVID-19 pada Industri

30 Maret 2020 15:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Industri Film Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Industri Film Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak ada yang menyangka wabah virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 menjadi pandemi. Hingga kini, jumlah kasus COVID-19 di dunia telah melewati angka 500 ribu.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, orang-orang yang positif COVID-19 telah menyentuh angka 1.000. Hal ini tentu mengkhawatirkan, dan beberapa upaya telah dilakukan Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah untuk mencegah penyebaran virus yang diyakini menyebar dari Wuhan, China, tersebut.
Salah satunya, mengimbau untuk menutup beberapa sektor bisnis untuk sementara waktu. Dua jaringan bioskop di Indonesia, Cinema XXI dan CGV, pun berhenti beroperasi untuk sementara hingga awal April mendatang, membuat beberapa film mau tidak mau batal tayang.
Ilustrasi bioskop XXI dan CGV. Foto: Shutter Stock
Imbauan pemerintah untuk melakukan social distancing dan tidak berkumpul dalam jumlah besar juga sudah diedarkan. Hal ini--khususnya di dunia hibura-- menyebabkan sejumlah syuting ditunda untuk waktu yang tak diketahui.
Jika melihat peristiwa-peristiwa di atas, merebaknya virus corona berimbas besar pada industri film Tanah Air. Sampai sekarang, sejumlah film lokal seperti Tersanjung The Movie, KKN di Desa Penari, dan Generasi 90an: Melankolia batal tayang. Proses syuting beberapa film, seperti Yowis Ben 3 dan The Doll 3, juga ditunda.
ADVERTISEMENT
Pengumuman ditundanya syuting Yowis Ben 3 disampaikan sendiri oleh sutradaranya, Fajar Nugros, lewat akun Twitternya pada 16 Maret lalu. Keputusannya itu pun mendapat apresiasi dari sesama sutradara, yaitu Awi Suryadi.
Untuk The Doll 3, syuting yang sedang berjalan disetop pada 15 Maret lalu. Lewat keterengan pers dari Hitmaker Studios, penundaan syuting sudah mengakibatkan kerugian mencapai Rp 1 miliar. Karena, Hitmaker melibatkan ahli animatronics yang dibawa dari luar negeri.
Sampa sekarng, penundaan tayang dan syutingnya beberapa film ini pun belum bisa diprediksi sampai kapan. Lalu, apa komentar orang-orang yang bergerak di industri tersebut?
Manoj Punjabi, Lala Timothy dan Chand Parwez Servia. Foto: Munady Widjaja
kumparan pun berbincang dengan Chand Parwez Servia, produser sekaligus pemilih rumah produksi PT. Kharisma Starvision Plus, Manoj Punjabi, CEO MD Pictures dan pengurus Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI), dan Lala Timothy selaku produser sekaligus pengurus Asosiasi Produser Film Indonesia atau APROFI.
ADVERTISEMENT
Mari kita mulai dari Chand Parwez. Beberapa film yang ia produseri, Yowis Ben 3 dan Ashiap Man, harus menunda waktu syutingnya karena virus corona. Film Tarung Sarung yang seharusnya tayang 2 April mendatang di bioskop pun, ditunda perilisannya.
Mereka yang bekerja di dunia film, kata Parwez, mempunyai kaitan yang sangat erat satu sama lain. Mereka bekerja secara kolektif, dan mempunyai rasa tenggang rasa dan kekeluargaan yang sangat tinggi. Jadi, saat mendengar adanya virus corona di China, pihaknya langsung menerapkan SOP.
"Kita berpikir, keselamatan kita adalah yang paling penting, kita waspada. Itu semua kita lakukan untuk insan perfilman. Bioskop saja melakukan penyemprotan. Kita juga bikin SOP di lapangan saat syuting dan sebagainya," katanya.
ADVERTISEMENT
Namun, yang muncul kemudian, adalah kepanikan dari masyarakat. Banyak di antara mereka yang mengungkapkannya lewat medial sosial. Bahkan, banyak berita hoaks yang beredar.
Chand Parwez Servia Foto: Munady Widjaja
Hal ini membuat keadaan semakin runyam. Orang-orang banyak yang bicara sesuka hati, yang tidak berkepentingan mengharuskan lockdown. Namun, Parwez tetap menunggu imbauan pemerintah untuk menciptakan suasana yang kondusif dengan berpikir positif, menjaga kebersihan, dan social distancing.
"Kami lakukan segala hal. Bagi saya, bukan masalah biaya, tapi masalah keselamatan, kesehatan, dan kelangsungan hidup para insan film. Kalau mereka berhenti bekerja, darimana mereka dapat nafkah? Apakah pemerintah akan ganti? Akan dibayarin semua yang setop bekerja? Kita 'kan, tidak bisa kerja di rumah, kerja kolektif," terang Parwez.
Namun, Parwez dan pihaknya tetap patuh pada pemerintah. Pada timnya, dia mengatakan bahwa segala hal harus didiskusikan baik-baik. Kalau proses syuting harus berhenti, ya, berhenti.
ADVERTISEMENT
"Sebelum tambah runyam, kita sudah mulai berhenti. Kalau syutingnya menciptakan orang berkerumun, kita enggak bisa kontrol orang lain, kita berhenti dulu. Sampai kapan? Sampai nanti waktu yang kita diskusikan," ujarnya.
Parwez dan pihaknya mengaku sempat terintimidasi oleh statement yang simpang-siur. Karena tidak ingin suasana semakin chaos, Parwez dan pihaknya memutuskan untuk berhenti produksi dengan rasa prihatin.
"Insan kreatif itu bekerja berdasarkan satu project. Kalau project-nya terhenti, tidak selesai, gimana? PH-nya babak belur, semua babak belur. Kita masih terus optimis, semangat. Tapi, sampai kapan? Jangan ditambahkan juga dengan suasana yang chaos," kata Parwez.
"Tapi, ya, itu, tiba-tiba muncul surat dari kepolisian dilarang syuting tapi enggak ada penjelasan sampai kapan dilarang syuting. Alternatifnya apa? Solusinya apa? Semua harus diberikan solusinya apa atau misalnya sampai pemberitahuan berikutnya. Ini enggak ada," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Parwez, Manoj dan Lala sudah lebih dulu menghentikan produksi sebelum imbauan pemerintah dikeluarkan. Hal itu dia dan pihaknya lakukan dengan menunda penayangan film KKN di Desa Penari di bioskop.
Manoj Punjabi. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
"Sudah ada feeling yang enggak enak dari Februari. Saya merasa ini enggak akan selesai cepat. Saya sudah punya feeling cuma saya enggak mau panik saja, saya enggak mau orang panik. Saya hanya waspada," ucap Manoj.
"Enggak mungkin, dong, saya bilang karena corona? Dari akhir Februari, saya enggak berangkat keluar negeri, plan saya berubah semua. Kalau sudah syuting, saya harus commit. Harapan saya enggak terjadi apa-apa. Tapi, kemauan dan kenyataan itu dua hal yang berbeda," sambungnya.
Manoj dan pihaknya pun menunggu sampai menit terakhir. Sampai akhirnya, dia dan pihaknya memutuskan untuk menunda penayangan KKN di Desa Penari dengan alasan technical problem.
ADVERTISEMENT
"Saya enggak bilang ada masalah dalam proses, tapi technical problem. Bisa corona. Saya enggak mau mulai bikin panik. Kalau saya bikin panik, saya salah," tuturnya.
Manoj sempat berpikir bahwa virus corona tak akan mewabah di Indonesia, mengingat cuaca di Indonesia cukup panas saat ini. Namun, kenyataan berkata lain.
"Ini sudah enggak nyaman. Jadi, berhenti sebelum pemerintah ada imbauan. Dari PPFI, kami juga sudah ambil decision untuk imbau ke semua orang untuk berhenti. Saya sudah antisipasi, sudah siap mental," ungkapnya.
Sama seperti Manoj, Lala dan pihaknya menunda perilisan film Mudik yang harusnya tayang awal April mendatang.
"Sudah putusin untuk mundur sebelum heboh-heboh. Pas denger corona masuk ke Indonesia, kita udah umumin (pembatalan). Awal Maret kayaknya, pas diumumin dua pasien (COVID-19), kami mundur. Karena kita cepet melakukan keputusan, jadi kita belum sempet keluar dana untuk promosi. Belum ada kerugian apapun, justru kita setop sebelum promosi karena nanti 'kan hangus, ya. Thank God masih aman. Tapi, penghasilannya artinya mundur," beber Lala.
ADVERTISEMENT
Banyaknya film yang syuting dan peluncurannya ditunda tentu melahirkan kerugian. Parwez mengatakan, kerugian yang pihaknya alami maupun beberapa rumah produksi lainnya tentu sangat besar.
"Kamu bisa hitung biaya produksi satu film berapa. Nah, bayangkan ini yang terjadi bukan hanya puluhan, bisa setahun ini produksi film Indonesia bisa mati, padahal prediksi bisa 60 juta penonton. Butuh recovery," ucapnya.
Lala Timothy. Foto: Munady Widjaja
Lala pun memberikan contoh mudah untuk memperkirakan jumlah kerugian, yakni dengan melihat jumlah penurunan penonton di bioskop, mengingat saat ini, Cinema XXI dan CGV berhenti beroperasi untuk sementara.
"Saya enggak berani hitung, enggak berani nyebut angka. Loss-nya mungkin bisa dilihat dari jumlah penonton (bioskop) turun 80 persen. 80-90 persen kali, ya, kalau dilihat dari tutupnya bioskop. Belum lagi, feeling saya, (jangka waktu penutupan) bisa nambah," katanya.
ADVERTISEMENT
"Dan juga, prediksi atau target untuk punya layar (bioskop) 4 ribu sampai 5 ribu dalam 2-3 tahun, akan hilang, sih, itu," sambung Lala.
Hal yang sama pun diungkapkan oleh Manoj. Untuk setengah tahun ke depan, kerugiannya baru bisa dilihat. Tapi, bagi Manoj, hal itu tidak masalah karena hal ini terjadi bukan karena kesalahan dalam industri ataupun perusahaannya.
"Mau rugi puluhan miliar, no problem, karena kitanya kuat di sini. Bukan perusahaannya yang problem, ini pihak ke-3, force majeure. Dunia kita akan berubah. Saya enggak tahu empat bulan, lima bulan, enam bulan ke depan akan jadi apa. Bukan menakutkan, tapi kenyataanya akan begitu. Akan ada change yang sangat besar. Tinggal kita bisa adaptasi apa kita nyerah," kata Manoj dengan mantap.
ADVERTISEMENT
---
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!