Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Dunia hiburan tanah air kembali dirundung duka. Aktor senior Torro Margens menghembuskan napas terakhirnya pada Jumat (4/1) dini hari. Pria yang juga populer dengan program 'Gentayangan' ini meninggal di usia 68 tahun.
ADVERTISEMENT
Adalah putranya Toma Margens yang mengabarkannya kepergiaan aktor senior kelahiran 5 Juli 1950 itu.
Story berikut akan merangkum beberapa fakta seputar kepergian Torro Margens. Berikut ulasannya.
1. Mulai terlihat sakit usai syuting film di Yogyakarta
Kondisi Torro mulai drop saat dirinya menjalani proses syuting di Yogya. Pada hari terakhir syuting, Torro yang bersiap pergi ke lokasi mengalami pendarahan. Torro sempat muntah darah saat di Yogyakarta.
"Iya (muntah darah), besoknya saya nyusul kesana udah sehat, makanya minta pulang. Awalnya enggak diizinkan karena takut guncangan pesawat besoknya baru boleh pulang," kata sang istri Anne Winarni, ketika ditemui di kediamannya di kawasan Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (4/1).
Alhasil sang aktor harus dirawat beberapa hari di rumah sakit yang berada di Yogyakarta. Menurut Anne, berdasarkan diagnosis dokter terakhir pendarahan itu berasal dari varises vena yang dialami Torro.
ADVERTISEMENT
"Sempat endoskopi ketahuan ada varises di vena, sama hipertensi lambung dan ada batu kecil, tapi itu enggak masalah. Pendarahan berasal dari pecah pembuluh darah vena itu karena varises itu," ucapnya.
2. Sempat sehat dan kembali muntah darah
Setelah dirawat bebebrapa hari di rumah sakit di Yogya, Torro sudah terlihat sehat dan dibawa pulang ke Jakarta. Tak lama di Jakarta, Torro kemudian minta dibawa ke kediamannya yang berada di Sukabumi.
"Pengin ke sukabumi biar adem, biar ada yang urusin mama. Ke Sukabumi tuh sehat sebelum tahun baru, udah normal enggak muntah darah lagi terlihat sehat," ungkap Anne.
Tak ada yang aneh dari kondisi kesehatan Torro saat berada di Sukabumi. Mereka bahkan masih sempat menghabiskan malam tahun bersama. Torro juga masih bermain dengan cucunya ketika itu.
ADVERTISEMENT
Namun, pada Kamis (3/1) malam Torro kembali merasa sakit dan mual. Torro kembali muntah darah. Kali ini gumpalan darah lebih banyak terlihat dari pendarahan yang dialaminya.
"Waduh itu darahnya segini-gini (besar) penuh itu di kamar, pindah ke kamar mandi sama juga. Di Yogyakarta juga sempat transfusi karena muntah darah banyak sampai dua liter," ungkapnya
"Masuk UGD diinfus, kasih obat agak lumayan enggak sakit. Itu gak lama kemudian dia bilang (perutnya) sakit, enggak gelisah cuma ‘sakit sakit’ aja katanya. Saya juga lihatnya enggak tega, keluarin darah lagi di rumah sakit dua kantong plastik, setelah itu lemes. Mungkin ya sakit katanya sakit banget," tambahnya.
Kemudian setelahnya Torro mengalami kondisi kritis. Dia sempat pingsan sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.
ADVERTISEMENT
"Udah infusnya enggak bisa, masuk ruang ICU, ditangani dengan semua alat yang semaksimal mungkin. Dicoba semua, nadinya ilang tapi jantungnya ada. Terus nanti ada lagi, sampai tiga kali di pompa ya udah di 00.45 enggak ada," tuturnya
3. Tak pernah mengeluhkan penyakitnya
Selama hidupnya Torro memang tak pernah mengeluhkan penyakitnya. Torro baru mau memeriksakan penyakitnya, jika sudah merasa benar-benar sakit.
"Sering diumpetin sih kalau ditanya. Kalau ke dokter juga kalau udah merasa pusing banget baru mau ke dokter. Kata dokter ditindaklanjuti suka enggak mau," kata Anne.
"Enggak dirasa. Pas itu aja kerasanya pas muntah darah di Yogyakarta dan di Sukabumi," tambahnya.
Rupanya, Torro memang terbilang kuat dalam merasakan penyakitnya. Menurut Anne, dokter pun sempat menyebutkan bahwa dalam kondisi fisik seperti itu sebenarnya manusia kebanyakan sudah tak bisa bertahan.
ADVERTISEMENT
"Dokter sampai bilang, bapak itu kuat fisiknya udah muntah darah seerti itu udah masuk ICU, ini ditransfusi udah beberapa hari. Makanya kuat tadi malem dokter bilang bapak kuat. Darahnya ada sampai dua gelas lebih," tutur Anne
4. Tak ingin jauh dari istri
Di saat-saat terakhirnya, menurut Anne, Torro memang selalu ingin berada di dekatnya. Keinginan itu diungkapkan almarhum sebelum pingsan dan berada dalam kondisi kritis.
"Ya, cuma begitu saja, 'Ma, di sini saja. Jangan jauh-jauh.' Suka ngusapin rambut. Saya bilang, 'Harusnya saya yang bilang begitu.' Dia bilang, 'Enggak, biar Mama cepat tidur,' begitu," tutur Anne.
Bagi Anne, Torro merupakan suami yang luar biasa. Begitu banyak pelajaran yang ia dapatkan kala mendampingi almarhum selama sekiranya 12 tahun belakangan.
ADVERTISEMENT
"Banyak. Tentang kesabaran, tentang harus mengalah. Kalau enggak salah, maju enggak apa-apa. Tapi, kalau salah, harus minta maaf. Om Torro paling pantang minta maaf kalau dia benar. Kalau ngerasa salah, wah, paling pertama minta maaf ke siapa saja. Luar biasa, deh," ungkap Anne.
5. Minta dikebumikan di Sukabumi
Sebelum mengembuskan napas terakhirnya, ia rupanya sempat mengutarakan keinginan untuk dimakamkan di sana. Anne berkisah, ia sempat bergurau dan bertanya kepada Torro, di mana mendiang suaminya tersebut ingin dikebumikan.
“Ah, di mana saja. Gimana (keputusan) yang hidup saja. Tapi, enaknya di sini saja. Di sini kan ada Mama, ada yang ngurusin. Kalau di Jakarta kan sudah enggak ada mamanya Mas Toma. Terus, pada punya anak kecil, kasihan,” ucap Anne menirukan kata-kata Torro saat masih hidup.
ADVERTISEMENT