Ada Dissenting Opinion dalam Putusan Hakim di Kasus Kematian Dante

4 November 2024 15:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Yudha Afandi saat menjalankan sidang tuntutan terkait meneggelamkan Dante anak Tamara Tyasmara di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin, (23/9/2024). Foto: Agus Apriyanto
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Yudha Afandi saat menjalankan sidang tuntutan terkait meneggelamkan Dante anak Tamara Tyasmara di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin, (23/9/2024). Foto: Agus Apriyanto
ADVERTISEMENT
Terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam putusan majelis hakim terhadap Yudha Arfandi di kasus kematian Dante. Yudha adalah terdakwa dalam kasus pembunuhan terhadap mendiang putra Tamara Tyasmara dan Angger Dimas, Raden Andante Khalif Pramudityo.
ADVERTISEMENT
"Menimbang meskipun demikian ketika majelis hakim bermusyawarah dalam menentukan lamanya pidana yang akan dijatuhkan kepada Yudha Arfandi, telah terjadi perbedaan pendapat atau dissenting opinion di antara sesama majelis hakim," ujar hakim Cita Cahyaningtyas dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (4/11).
Perbedaan pendapat terjadi lantaran hakim Cita Cahyaningtyas menyatakan tak ada alasan meringankan dalam perbuatan Yudha.
Terdakwa Yudha Afandi saat menjalankan sidang tuntutan terkait meneggelamkan Dante anak Tamara Tyasmara di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin, (23/9/2024). Foto: Agus Apriyanto
Putusannya itu berbeda dengan Hakim ketua Immanuel dan hakim anggota satu, Heru Kuncoro, yang menyebut masih ada hal meringankan dari perbuatan terdakwa.
"Menurut hakim ketua majelis dan hakim anggota satu mengingat terhadap terdakwa tak ada keadaan meringankan atas diri terdakwa maka pidana yang patut dan adil dijatuhkan terhadap terdakwa adalah sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini," ucap hakim Cita.
ADVERTISEMENT
"Hanya saja hakim anggota dua mempunyai pendapat yang berbeda," sambungnya.
Keputusan Cita itu bukan tanpa sebab. Cita menganggap apa yang dilakukan Yudha terhadap anak Dante adalah hal yang keji. Sehingga Cita menilai tak ada unsur meringankan dari perbuatan Yudha.
"Menurut hakim anggota dua dalam perbuatan terdakwa Yudha Arfandi menenggelamkan anak korban Raden Andante sebanyak 12 kali, maka hakim anggota dua berpendapat perbuatan terdakwa tersebut termasuk perbuatan yang kejam yang dilakukan terhadap seorang anak kecil berumur sekitar enam tahun," beber hakim Cita.
Terdakwa Yudha Afandi saat menjalankan sidang tuntutan terkait meneggelamkan Dante anak Tamara Tyasmara di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin, (23/9/2024). Foto: Agus Apriyanto
"Seorang anak kecil berumur sekitar enam tahun tentunya tidak mempunyai daya dan upaya untuk melawan, melepaskan diri dari penenggelaman yang dilakukan 12 kali oleh terdakwa Yudha Arfandi," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Atas pertimbangan itulah, Cita menganggap hukuman seumur hidup adalah hukuman yang pantas dijatuhkan pada Yudha.
"Oleh karena itu tidak ada hal yang meringankan untuk terdakwa. Akan tetapi, karena keyakinan yang dianut oleh hakim anggota dua, sebagaimana Perintah Allah ketujuh dari 10 Perintah Allah agar jangan membunuh, maka pidana yang patut dijatuhkan terhadap terdakwa adalah pidana seumur hidup," kata Cita.
Tersangka Yudha Arfandi jalani rekonstruksi kasus kematian Raden Andante Khalif Pramudityo alias Dante anak dari Tamara Tyasmara di Kolam Renang Tirtamas, Jakarta, Rabu (28/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sebelumnya, hakim ketua dalam putusannya menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap Yudha Arfandi dalam perkara kematian Dante. Dalam vonisnya, hakim menyatakan bahwa perbuatan Yudha telah memenuhi semua unsur dalam dakwaan primer.
Yudha didakwa dengan Pasal Pasal 340 KUHP dan atau 338 KUHP dan atau Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) Undang-undang tentang Perlindungan Anak.
ADVERTISEMENT
Pasal 340 KUHP mengatur tentang pembunuhan berencana. Adapun ancaman hukumannya ialah hukuman mati atau penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.
Sementara Pasal 338 KUHP mengatur tentang tindakan sengaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara.
Sedangkan, Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) mengatur mengenai larangan melakukan kekerasan terhadap anak. Jika korban sampai meninggal dunia, pelaku bisa dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.ngaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara.