Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Cerita Apoy 'Wali' soal Kenangan Terakhirnya Bersama Aa Jimmy
30 Desember 2018 9:58 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
ADVERTISEMENT
Komedian Heriyanto alias Aa Jimmy beserta istri dan kedua anaknya turut menjadi korban tsunami yang menerjang wilayah Banten dan Lampung. Hal itu membuat gitaris grup band Wali Aan Kurnia yang akrab disapa Apoy, sebagai sahabat dan rekan satu manajemen, masih terpukul dan merasakan duka yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak, mendiang Aa Jimmy selama ini meninggalkan kesan yang baik bagi lelaki berusia 39 tahun itu. Sang sahabat, menurut Apoy, ialah pribadi yang sederhana, rendah hati, bersahaja, dan gemar mencairkan suasana dengan candaan-candaannya.
“Kalau datang ke basecamp ini, kami suka menyediakan ruang VIP, maksudnya untuk tidur yang layaklah. Tetapi, almarhum lebih memilih untuk tidur di sini (aula atau pendopo bawah) bersama para kru, tim Wali, dan enggak pernah merasa, 'Saya ini adalah public figure yang dikenal orang.' Itu yang jauh membuat kami lebih terpukul,” tutur Apoy saat ditemui di kawasan Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (29/12).
Dalam kesempatan yang sama, Apoy juga berbagi kenangan terakhirnya bersama Aa Jimmy. Beberapa waktu lalu, pada Desember ini, mereka terlibat dalam pembuatan video klip single terbaru Wali yang berjudul ‘Matanyo’.
ADVERTISEMENT
“Beliau datang dan menghampiri saya. Beliau memeluk saya dan meminta maaf. 'Maaf saya telat karena dari Cianjur ke sini macet.' Dia yang isi (bagian) kendangnya di lagu itu. Dia bertanya, ‘Kang Apoy, kok kendangnya bisa begini bagusnya? Perasaan saya, teh, kendang di studio Wali suka sound-nya itu enggak bagus. Ih, enak ya, masa kayak bukan saya yang main.' Itu bahasa dia,” bebernya.
Menutup perbincangan, Apoy mengaku hingga kini kenangan-kenangan bersama almarhum tak jarang bermunculan dalam ingatan. Suara dan logat khas mendiang Aa Jimmy pun masih kerap terngiang di benaknya.
"Akhirnya kami harus kehilangan dan tak bisa mendengar lagi suara itu, tidak bisa berhadapan dan berbicara langsung dengan orang-orang itu. Kita semua enggak tahu kapan akan berpisah. Rasanya tuh antara hidup dan mati hanya dibatasi oleh lembar yang tipis. Sekarang teman seperjuangan sudah enggak ada," tandasnya.
ADVERTISEMENT