Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Jamaica Cafe tentang Personelnya yang Inspiratif
4 Desember 2017 11:17 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Jamaica Cafe adalah grup vocal acapella yang sudah lama malang-melintang di industri musik Tanah Air. Kepiawaian memecah nada dan aksi panggung mereka selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat musik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jamaica Cafe pada Maret 2016 lalu dapat kesempatan besar untuk tampil di Jepang. Tidak tanggung-tanggung, Jamaica Cafe menyambangi 5 kota dan menggelar konser di 6 panggung sekaligus. Bukan hanya itu, meski semua personelnya adalah orang Indonesia asli, audience yang menyaksikan show mereka di sana 100% orang Jepang dan menurut pengakuan Jamaica Cafe, semuanya mau bernyanyi dan berjoget bersama mereka saat lagu ‘Bengawan Solo’ dan ‘Gemu Fa Mi Re’ dikumandangkan.
Grup vokal yang beranggotan 6 orang ini memiliki satu personel yang merupakan penyandang disabilitas bernama Anton. Meski fisiknya tidak sempurna, ia membuktikan bahwa kualitas bermusiknya diakui tak hanya di Indonesia, tapi juga mancanegara.
Ditemui seusai tampil membawakan 5 lagu di acara bertajuk Run For Difabel 2017, Jamaica Cafe menuturkan bahwa dengan tampil di acara itu, mereka ingin sampaikan pesan bahwa fisik tidak boleh menghalangi karya dan prestasi seseorang.
ADVERTISEMENT
“Dari acara ini (Run For Difabel) juga kita mau memberi pesan bahwa keterbatasan fisik itu bukan penghalang untuk berkarya dan berprestasi,” begitu tutur Enrico.
Saat di atas panggung, Enrico juga memberi tahu pada para penonton bahwa Anton adalah sosok yang sangat mandiri. Ia bahkan bisa menyetir mobilnya sendiri.
“Boleh percaya boleh enggak, dia ini (Anton) cukup mandiri, dia bawa mobil sendiri. Next goal Anton adalah bawa motor sendiri!” begitu ungkap Enrico yang disambut tawa bangga dari Anton.
Meski memiiki fisik yang kurang sempurna, Anton membeberkan bahwa sejak kecil dirinya tidak pernah malu untuk berkompetisi. Ia pun dengan bangga menuturkan kalau dirinya andal dalam berenang.
“Waktu sekolah, saya sering ikut lomba juga kok, baca puisi, main catur, saya juga suka dan bisa berenang loh,” tutur Anton.
ADVERTISEMENT
Sudah banyak bukti bahwa seorang penyandang disabilitas bisa menggapai mimpi besar. Contohnya, di luar negeri, ada Beethoven, seorang komposer yang tuli, juga Stevie Wonder, seorang musisi tunanetra yang melegenda. Di Indonesia selain Anton, ada sosok M Ade Irawan, pianis jazz yang memukau.
Anton membeberkan bahwa dunia musik adalah dunia yang sangat universal dan tidak memandang fisik seseorang. “Saya ingin memberi tahu kalau musik itu memang universal, baik yang menyandang difabel atau tidak itu sama tidak ada sekat dan punya peluang yang sama untuk maju,” ucapnya.
Penyanyi Tulus juga menjadi salah satu pengisi acara Run For Difable 2017. Bagi dia, tampil di acara yang digelar untuk para penyandang disabilitas tidak ada bedanya dengan di depan orang-orang yang berfisik normal.
ADVERTISEMENT
“Enggak apa-apa ya, enggak ada sesuatu yang beda. Enggak ada perbedaan yang membedakan hanya kebutuhan. Buat saya ini menjadi bukti tidak ada batasan fisik bagi siapa pun untuk bermimpi menjadi orang yang luar biasa. Itu sih pesan besar saya. Saya bernyanyi untuk siapa pun,” ungkap Tulus.
Kegiatan Run For Difable adalah acara fun run yang diadakan untuk merayakan Hari Difabel Sedunia dan mensosialisasikan ajang Asian Para Games yang akan digelar pada 6-13 Oktober 2018 di Indonesia.
Run For Difabel diikuti oleh 2000 peserta yang terdiri dari komunitas-komunitas lari di Jakarta dan 200 orang dari komunitas-komunitas difabel di Jabodetabek.