Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
J-Pop boleh jadi tak sepopuler K-Pop tapi ia punya masanya sendiri. Bahkan, dari J-Pop-lah muncul K-Pop yang kamu kenal sekarang.
Jepang mengingat Komuro Tetsuya—penyanyi, penulis lagu, komposer, juga produser musik yang mencapai puncak ketenarannya pada dekade 90—sebagai sosok yang memperkenalkan istilah J-Pop pada awal tahun 1990an.
Meski begitu, Yoshiaki Sato, profesor Universitas Tokyo dalam bukunya J-Pop Shinkaron (1999), menyebut terminologi J-Pop tercatat sudah mulai digunakan dalam skena musik Jepang beberapa tahun sebelumnya, yaitu 1988.
Bagaimana pun, akar J-Pop sendiri tak semuda itu. Apa yang kita lihat saat ini, termasuk AKB48 yang kenamaan sampai Arashi yang jauh-jauh ke Jakarta cuma untuk pamer media sosialnya akhir-akhir ini, dibentuk dari peleburan penggunaan instrumen, tren musikalitas, dan rumusan bisnis industri musik yang dimulai sejak seratus tahun lalu.
1920-1950an
Pada awalnya adalah instrumen senar dan harmonika. Masuk pada Periode Taisho (1912-1926), instrumen Barat ini membuat populer musik aliran jazz dan blues di seantero Jepang. Dari sini, musisi-musisi Jepang mulai memasukkan elemen-elemen jazz dan blues ke musik mereka.
Posisi fasisme Jepang yang berseberangan dengan Amerika Serikat sempat membuat musik jazz dan blues dilarang peredarannya. Musisi yang masih memainkan irama tersebut dicap anti-nasionalis.
Namun demikian, menurut Hildred Billing dalam Spinditty, seiring berakhirnya Perang Dunia dan masuknya tentara AS ke Jepang, blues dan jazz menemukan tempatnya kembali lewat cafe-cafe yang dijuluki “jazz kissas”. Fusi elemen Barat dan Jepang ini, yang pada masa selanjutnya, menjadi awal dari kayoukyoku.
1960an
Kayoukyoku (musik populer), hasil fusi komposisi Jepang & elemen Barat yang pesat di dekade 1960an, disebut-sebut sebagai akar dari J-Pop yang kita kenal saat ini. Selain kayoukyoku, musik Jepang pada dekade 1960an diisi pula oleh enka, pendekatan di mana musisi lebih mengedepankan elemen rock and roll.
Pada masa ini, musik Jepang sempat menorehkan rekornya. Lagu Ue wo Muite Arukou milik Kyu Sakamoto yang lebih dikenal dengan judul lainnya, Sukiyaki, berhasil menjadi hits dan menduduki posisi pertama Billboard Amerika Serikat. Sampai saat ini, Sukiyaki adalah satu-satunya lagu Jepang yang berhasil memuncaki Billboard Amerika Serikat.
1970-1980an
Pada periode ini, masih menurut Billing, muncullah generasi ‘New Music’ yang ditandai dengan naik panggungnya penyanyi-penulis lagu (macam Yumi Matsutoya alias Arai dan Miyuki Nakajima) dan band-band rock (seperti Yellow Magic Orchestra dan Southern All Stars).
Dua band yang disebut terakhir punya pengaruh yang cukup besar di J-Pop , di mana Yellow Magic Orchestra mempopulerkan penggunaan instrumen elektronik sementara Southern All Stars mewajarkan lirik bahasa Jepang pada lagu-lagu rock. Selain itu, Yellow Magic Orchestra juga menggemakan tema musik ‘City Pop’ pada dekade 1980an. Seperti namanya, tema yang diusung dalam lirik berputar pada kehidupan urban dan kota besar dengan elemen elektronik serta jazz fusion pada musiknya.
Pada dekade 1980an, Jepang juga mengalami apa yang disebut Golden Era. Saat itu, musisi perempuan mulai memenuhi panggung, seperti Momoe Yamaguchi, duo Pink Lady, Junko Sakurada, serta Candies. Popularitas mereka, yang tidak ragu-ragu membawa nuansa sensualitas dalam penampilannya menjadi pionir era ‘idol’.