Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
ADVERTISEMENT
“Wajahnya terlihat sama
Belum ada plastik di muka
Di kepalanya sumpah serapah semua
ADVERTISEMENT
Orang-orang di sekitarku
Tiba-tiba menjadi batu
Awalnya cuma belagu
Nantinya bisa bikin malu...”
Begitu penggalan lirik lagu ‘Tiba-tiba Batu’ yang dibawakan band indie pop Efek Rumah Kaca di Creators Stage di festival musik Soundrenaline 2019 di Garuda Wisnu Kencana, Badung, Bali, Minggu (8/9) malam. Lagu yang baru dirilis Jumat (6/9) lalu itu ditulis Cholil Mahmud, sang vokalis, karena kegelisahannya pada fenomena sosial yang relevan saat ini.
‘Tiba-tiba Batu’ menggambarkan kondisi sosial di mana banyak orang di era digital yang sok tahu dan keras kepala ketika berdebat, namun tidak didukung argumen kuat. Kritik sosial itu disampaikan Cholil dengan harapan agar perdebatan di media sosial bisa lebih ‘berisi’.
“Batu bisa jadi fondasi
ADVERTISEMENT
Bahaya bila dilumuti
Kebencian di sana-sini
Apalagi di organisasi
Parasnya sedikit menua
Seperti layaknya manusia
Tapi kepongahannya tingkatan dewa”
Lagu berdurasi 3 menit 49 detik itu direkam Efek Rumah Kaca di Bryce Goggin di Trout Studio, Brooklyn, New York. Ribuan penonton yang menyaksikan penampilan Cholil Mahmud, Adrian Yunan Faisal, Poppie Airil, dan Akbar Bagus Sudibyo itu menyambutnya dengan respons positif.
Sejak muncul di industri musik Indonesia dengan album self tittled pada 2007, Efek Rumah Kaca memang konsisten menyampaikan kritik sosial-politik dalam lagu-lagunya. ‘Di Udara’ berhubungan dengan kasus kematian aktivis HAM Munir yang tewas diracun di pesawat. Ada juga ‘Mosi Tidak Percaya’ tentang perlawanan terhadap sistem dan nuansa satir dari lagu ‘Pasar Bisa Diciptakan’.
ADVERTISEMENT
Tapi Efek Rumah Kaca bukan berarti serius melulu. Dia juga mengajak penonton Soundrenaline nyanyi bersama merayakan getir dan manisnya cinta dalam lagu ‘Hujan Di Bulan Desember’, ‘Sebelah Mata’ hingga ‘Cinta Melulu’. Penampilan Efek Rumah Kaca sempat terkendala teknis tata cahaya di awal show, tapi itu tak mengurangi semangat penonton.
Dari panggung lain di A Stage, grup musik asal Glasgow, Skotlandia, Primal Scream, tampil cukup atraktif meski kurang interaksi. Bobby Gillespie sang vokalis tidak seprima Brett Anderson yang liar membawakan lagu-lagu Suede di hari sebelumnya.
Primal Scream membawakan beberapa lagu hitsnya, termasuk ‘Higher Than The Sun’. Lagu itu dirilis beberapa tahun setelah kejayaan mereka merajai skena musik indie pop tahun ‘80-an, sebelum akhirnya bereksperimen dengan dance music lewat album Screamadelica (1991). Di tahun 2016, Primal Scream merilis album studio ke-11 bertajuk Chaosmosis.
ADVERTISEMENT
Soundrenaline 2019 ditutup oleh penampilan Dipha Barus dan Feel Koplo yang mengajak belasan ribu penonton berjoged di lantai dansa GWK.