Film 'Terbang Menembus Langit' Angkat Perjuangan Pemuda dari Tarakan

17 April 2018 16:06 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Film 'Terbang, Menembus Langit' (Foto: YouTube Demi Istri Production)
zoom-in-whitePerbesar
Film 'Terbang, Menembus Langit' (Foto: YouTube Demi Istri Production)
ADVERTISEMENT
Film 'Terbang Menembus Langit' akan tayang di bisokop pada 19 April mendatang. Film yang dibintangi oleh Dion Wiyoko ini menceritakan mengenai kerja keras seseorang bernama Onggy Hianata.
ADVERTISEMENT
Fajar Nugros, sutradara 'Terbang Menembus Langit', memiliki alasan tersendiri mengangkat kisah mengenai anak asli Tarakan ini ke layar lebar. Menurut dia, masyarakat perlu sebuah kisah yang bisa menginspirasi.
"Saya pikir Indonesia memerlukan contoh kisah kerja keras. Bila bekerja keras kita bisa meraih mimpi. (Ini berlaku) bagi siapa pun juga," kata Fajar saat ditemui di Kemang Village, Jakarta.
Film 'Terbang Menembus Langit' mengambil latar tahun 70-an sampai 90-an di beberapa lokasi berbeda, yakni Tarakan, Surabaya, dan Jakarta. Film rumah produksi Demi Istri Production itu mengisahkan tentang berbagai kesulitan yang dihadapi oleh Onggy Hianata alias A Chun (Dion Wiyoko), seorang pemuda keturuann Tionghoa dari Tarakan. A Chun mempunyai impian untuk bisa keluar dari kota kecil tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.
ADVERTISEMENT
Dengan sedikit bekal yang dibawa ia memantapkan diri untuk pergi merantau ke Surabaya. Untuk menghidupi dirinya, Chun mencoba berjualan, mulai dari jualan buah apel, jagung bakar hingga kerupuk.
Setiap kali mencoba berusaha ada saja kerugian yang didapatkan. Kena tipu, tidak mengalami peningkatan dalam usaha ia alami. Berbagai pengalaman pahit yang dirasakan tidak membuat A Chun patah arang.
Beberapa waktu berlalu, ia bertemu dengan pujaan hatinya, Candra (Laura Basuki) di sebuah salon. Cara Chun mendekati Candra mampu membuat penonton senyum-senyum karena caranya yang terbilang unik.
Singkat cerita, setelah menikah dengan Candra kehidupan keluarga kecil mereka tidak serta merta menjadi bahagia. Kesusahan demi kesusahan dilewati oleh keduanya. Hingga, setelah putra pertama mereka Rich lahir, Chun dan Candra memutuskan hijrah ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
Menurut Susanti Dewi, produser 'Terbang Menembus Langit', ada tantangan tersendiri dalam pembuatan film tersebut.
"Kami belum pernah ke Tarakan. Aku sadar di film ini kalau Indonesia sangat luas banget. Tadinya tim produksi bawa alat ke Tarakan, tujuh hari kami prediksi. Ternyata masih kurang, delay empat hari karena ada faktor pasang surut air," ucap Susanti.
Pemain film Terbang Menembus Langit. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain film Terbang Menembus Langit. (Foto: Munady Widjaja)
Susanti menyatakan ada pengalaman menarik ketika pihak produksi mencari talent-talent asli Tarakan. Mereka sempat dicuekin selama seminggu pertama.
"Kami menemukan talent-talent lokal juga. Menarik juga Tarakan belum pernah ada film syuting. Tahun lalu, tim casting ke sana cari talent lokal, mereka dicuekin seminggu. Karena Tarakan enggak pernah (ada syuting film sebelumnya) jadi istilah casting tidak familiar di mereka," kenang Susanti.
Laura Basuki. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Laura Basuki. (Foto: Munady Widjaja)
Tantangan juga dirasakan oleh para pemain 'Terbang Menembus Langit', salah satunya adalah Laura Basuki. Sebab, ia harus memerankan tokoh yang masih hidup. Namun enaknya, Laura bisa bertanya-tanya langsung kepada Candra.
ADVERTISEMENT
"Kelebihannya bisa ketemu orangnya langsung bisa nanya-nanya, bisa kontrak rasa supaya bisa perankan kontaknya dengan baik. Tapi deg-degannya akan ditonton sama orangny langsung," ucap Laura.
Dion Wiyoko  (Foto: Munady Widjaja/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dion Wiyoko (Foto: Munady Widjaja/kumparan)
Tantangan juga dirasakan Dion pada saat memerankan sosok Onggy. Bahasa Tarakan menjadi salah satu kendala bagi pria berusia 33 tahun ini.
"Bahasa (Tarakan) itu lebih Melayu tapi enggak banget. Dialek khasnya kalau terlalu kuat jadi kebatak-batakan. Kadang kedengarannya agak sedikit Madura. Jadi kita fokus ke kalimat yang kita akan ucapkan. Diulang terus gimana melafalkannya," kata Dion.