Film The East: Kisah Tentara Belanda yang Galau saat Jajah Indonesia

7 Agustus 2021 18:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Poster film The East. dok. Mola
zoom-in-whitePerbesar
Poster film The East. dok. Mola
ADVERTISEMENT
Buat kamu penggemar film perang, ada rekomendasi baru, nih di Mola. De Oost atau The East adalah film yang berlatar penjajahan Belanda di Indonesia, tapi punya sudut pandang cerita yang unik.
ADVERTISEMENT
The East disutradarai oleh Jim Taihuttu. Ya, masyarakat Indonesia mungkin selama ini mengenalnya sebagai personel dari duo DJ, Yellow Claw. Jim juga diketahui memiliki darah Maluku dari kakek buyutnya.
The East berlatar tahun 1946 ketika pasukan Belanda kembali ke Indonesia yang kala itu masih mereka sebut sebagai Hindia Belanda. Padahal, kala itu Indonesia sudah merdeka dan menolak segala bentuk penjajahan dari Belanda.
Cuplikan adegan The East (De Oost). Foto: Dok. IMDB
Sudut pandang diambil dari prajurit muda bernama Johan de Vries (Martijn Lakemeier). Ia datang dan ditugaskan untuk menetap di Semarang, Jawa Tengah. Saat bertugas, Johan mulai berinteraksi dengan banyak masyarakat Indonesia. Perspektifnya pun lambat laun mulai berubah dan bahkan sempat jatuh cinta pada seorang gadis pribumi.
Di sisi lain, Johan mengalami dilema. Karena biar bagaimanapun masyarakat Indonesia tidak sepenuhnya menerima kehadiran tentara Belanda.
Cuplikan adegan The East (De Oost). Foto: Dok. IMDB
Di Semarang, ia bertemu dengan Kapten Angkatan Darat, Raymond Westerling (Marwan Kenzari). Pada akhirnya, Johan ikut menjadi tim operasi kontra-pemberontakan melawan gerilyawan Indonesia pimpinan Raymond.
ADVERTISEMENT
Misi mereka adalah operasi pembersihan di area Sulawesi Selatan. Mulanya, misi berlangsung normal seperti biasa dan Johan pun masih mengidolakan sosok Raymond. Sampai suatu ketika, Raymond menunjukkan sifat asli dan kegilaannya. Hal itu pun menggoyahkan kondisi mental dari Johan.
Cuplikan adegan The East (De Oost) Foto: Dok. IMDB
Film ini menghadirkan banyak aktor hebat Indonesia, seperti Lukman Sardi, Putri Ayudya, Ence Bagus dan aktor berdarah Makassar, Yayu Unru. Mereka pun sukses menghidupkan suasana, meski hanya menjadi pemeran pendukung.
Tapi di film, yang paling mencuri perhatian tentu akting Martijn Lakemeier. Pergolakan batin Johan di film ini pun terasa nyata dan menarik untuk disimak. Dari film ini, masyarakat Indonesia bisa melihat bahwa banyak tentara Belanda yang sebenarnya tidak setuju dengan tindak kekejaman Westerling sang komandan perang.
ADVERTISEMENT
The East menampilkan ada dua sudut pandang yang rasanya jarang terekspos oleh film-film bertemakan penjajahan di Indonesia. Dua sudut pandang itu adalah dari tentara Belanda dan KNIL, pasukan tentara Indonesia yang bekerja untuk Belanda.
Cuplikan adegan The East (De Oost). Foto: Dok. IMDB

Produksi Film The East

Sutradara Jim Taihuttu mulai mengembangkan cerita sejak 2012 dan memulai syuting pada 2019 selama 48 hari di berbagai lokasi, termasuk Pacitan, Jawa Timur. Proses pengerjaannya melibatkan BASE Entertainment, Ideosource Entertainment, dan Kaninga Pictures. Mereka bekerjasama dengan rumah produksi asal Belanda, New Amsterdam Film Company, Salto Films, dan Wrong Men North.
The East yang punya judul asli De Oost sebelumnya debut di Festival Film Belanda 2020. Karena jalan ceritanya yang juga mengekspos kekejaman Raymond Pierre Pau Westerling saat melakukan pembantaian di Sulawesi Selatan, film ini menuai pro kontra di Belanda.
ADVERTISEMENT
The East diproduksi dengan budget besar, yakni € 6,6 juta atau setara dengan Rp 112 miliar. Film ini mendapat rating 7/10 di IMDb. So, jangan lewatkan sajian The East yang tayang di Mola. Selain membawa kesan nostalgia terkait sejarah Indonesia, film pun menawarkan sesuatu yang unik dan berbeda dari biasanya.