Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Film 'Turah' Angkat Konflik Sosial di Tegal
16 Februari 2017 17:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Menjelang acara Film Musik Makan 2017 yang akan digelar pada 4 Maret mendatang di Goethe-Institut, Menteng, Jakarta Pusat, inisiator distribusi film bernama Kolektif menayangkan sebuah film berjudul 'Turah'. Berlangsung di Kinosaurus, Kemang, Jakarta Selatan, film independen tersebut mengangkat cerita tentang konflik sosial di desa Tirang, Tegal, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Wicaksono Wisnu Legowo selaku sutradara sempat mandek ketika menggarap naskah film 'Turah'. Bahkan, pengembangan naskah tersebut terhenti karena produser Ifa Isfansyah sibuk menyutradarai film 'Pendekar Tongkat Emas' yang dibintangi Reza Rahadian dan Tara Basro pada 2014 lalu.
Ifa sempat mencoba mendorong Wisnu agar membuat naskah yang lebih menggambarkan dirinya ketimbang mengikuti arus perfilman saat ini.
"Waktu naskah 'Turah' muncul, saya bilang ke Wisnu kalau, "Ini bukan kamu." Jangan bikin film kayak orang lain. Saya suka dengan naskah ini, tapi saya simpan karena sekali lagi, "Ini bukan kamu,"" ujarnya saat ditemui di Kinosaurus, Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (16/2).
Naskah yang dibuat Wisnu sejak tahun 2014 itu pun dirombak ulang dua tahun kemudian. Setelah bermain dengan plot yang lain, Ifa pun menyadari bahwa 'Turah' adalah film yang sangat mewakili Wisnu sebagai seorang sutradara.
ADVERTISEMENT
"Problem-nya ternyata di saya sebagai produser. Saya tidak percaya bahwa ternyata, Wisnu ingin menyampaikan tentang Tegal dan daerahnya dia. Jadi, saya tidak putar satu kata pun (dari naskah itu)," ungkapnya.
Film yang diperankan oleh Ubadaillah, Slamet Ambari, Yono Daryono, Rudi Iteng, Narti Diono, Firman Hadi, dan Bontot Sukandar itu memang menjadikan Tegal sebagai latar belakang tempat. Sepanjang film, para pemain memang berdialog dengan logat Tegal, menjadikan 'Turah' sebagai film yang natural bak kehidupan sehari-sehari masyarakat di sana.
'Turah' juga membuktikannya dengan mengantongi 3 piala di tahun 2016, yaitu Geber Awards, Netpac Awards dari Jogja-Netpac Asian Film Festival, dan piala Asian Feature Film Special Mention' dari Singapore International Film Festival.
ADVERTISEMENT
Berdurasi 83 menit, 'Turah' bercerita tentang kehidupan masyarakat desa Tirang yang terisolasi selama bertahun-tahun hingga memunculkan banyak problema, seperti tidak adanya listrik dan air bersih. Warga desa tersebut juga tunduk kepada Darso, seorang juragan kaya yang memberikan mereka kehidupan. Pakel, pria muda yang kerap 'menjilat' Darso membuat warga desa tunduk pada pria itu, kecuali Turah dan Jadag.
Turah dan Jadag menyadari kondisi itu. Mereka pun berusaha meyakinkan warga untuk meloloskan diri dari jerat Darso dan Pakel. Tujuannya, agar mereka tidak lagi menjadi manusia yang hanya menikmati sisa-sisa, melainkan menjadi manusia yang percaya dengan apa yang mereka kerjakan dan hasilkan.
Selain 'Turah', akan ada dua film yang tayang pada acara Film Musik Makan, yakni 'Ziarah', sebuah karya perdana dari B.W. Purbanegara dan 'Apprentice', karya sutradara Singapura bernama Boo Junfeng.
ADVERTISEMENT
'Turah' juga film pertama Wisnu sebagai sutradara. Sebelumnya, Wisnu menjadi asisten sutradara untuk film 'Rumah dan Musim Hujan' (2012), 'Sang Penari' (2011), dan '3 Doa 3 Cinta' (2008).