Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
‘Guru Ngaji’, Film yang Dinilai Membawa Banyak Pesan Moral
28 April 2018 16:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Film ‘Guru Ngaji’ kini sudah tak lagi tayang di bioskop. Namun, animo masyarakat yang besar membuat film tersebut kembali bisa dinikmati lewat berbagai agenda nonton bareng alias nobar. Salah satunya, baru saja digelar di XXI Hollywood, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Sabtu (28/4).
ADVERTISEMENT
Rossa Rai Djalal, selaku produser film tersebut mengaku bahwa film ini sengaja dibuat agar masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda bisa lebih menghargai para guru, tak terkecuali guru ngaji. Ia juga mengungkapkan bahwa film ini memang didedikasikan bagi seluruh guru ngaji di Tanah Air.
“Kalau zaman saya sih, kita takut sama guru, tapi kalau sekarang anak-anak tuh berani melawan gurunya,” ungkap Rossa ketika ditemui usai nonton bareng.
Menurut Rossa, sebagai seorang murid, sudah selayaknya kita tak melupakan jasa-jasa dari para guru. Kasih sayang dan penghormatan perlu kita sanjungkan setinggi-tingginya pada mereka.
“Kami juga berharap pemerintah Indonesia bisa lebih memperhatikan kesejahteraan guru ngaji ke seluruh Indonesia,” katanya.
Suci, salah satu guru ngaji yang mengikuti agenda nonton bareng tersebut, turut mengapresiasi film besutan sutradara Erwin Arnada itu. Menurutnya film tersebut berisikan banyak pesan moral di dalamnya.
ADVERTISEMENT
“Pesan moralnya bagus banget, kita benar-benar terus berjuang dan enggak boleh putus asa, itu intinya,” katanya ketika ditemui kumparan (kumparan.com) di lokasi yang sama.
Suci mengajar di sebuah rumah belajar, yang diberi nama Rumah Lebah, di kawasan Tanjung Priok. Menurut Suci, kawasan tersebut sarat dengan berbagai praktik maksiat. Hal ini yang membut Suci terpanggil untuk membenahi moral generasi muda di sana.
“Jadi, anak-anak tuh tinggal di sana dari prostitusi, narkoba, perjudian di sana tuh komplit. Jadi, kita mencoba menyelamatkan generasi mudanya,” ungkapnya.
Bukan tanpa cobaan, pertama kali datang Suci bahkan sempat ditolak masyarakat, bahkan dituding sebagai teroris. Namun, berkat bantuan dari salah satu tokoh masyarakat, lambat laun ia dan kelima rekannya mulai diterima di lokasi tersebut.
“Saya datang bawa makanan, saya ngajak mereka bermain dulu, enggak langsung belajar. Awalnya, saya buat mereka jatuh cinta dengan saya dulu,” tutur Suci.
ADVERTISEMENT
Di awal berdirinya rumah belajar tersebut, Suci bekerja sama dengan kelima rekannya. Saat itu, ia bahkan hanya mengajar sekitar 20 anak. Suci dan teman-temannya pun harus berjuang untuk mendanai rumah belajar tersebut.
“Saya keluarin dari kantong kita masing-masing. Pertama minjem musala, terus saya 'kan berlima ada tim media juga berkat sosial media terbantu,” jelasnya.
Saat ini rumah belajarnya sudah memiliki 50 donatur dan mendidik 130 anak. Meski belum mampu mengubah lingkungan secara keseluruhan, namun Suci dan rekannya mengaku sudah mulai berhasil memperbaiki akhlak generasi muda di sana.
“Kalau sekarang ketemu tuh suka salam, dari segi berpakaian mereka mulai agak risih jika melihat penampilan yang terbuka,” pungkasnya.