Industri Film Indonesia Istirahat Dulu, Siap Kembali Lebih Kuat

30 Maret 2020 15:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Industri Film Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Industri Film Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 di Indonesia semakin merajalela. Hingga saat ini, jumlah orang yang positif COVID-19 di Tanah Air sudah melampaui angka seribu.
ADVERTISEMENT
Beberapa sektor bisnis pun berjatuhan, salah satunya dari industri film. Sejumlah film tak jadi tayang di berbagai bioskop yang juga tengah tutup sementara. Syuting-syuting film pun ditunda, demi mencegah penyebaran virus asal Wuhan, China, tersebut.
Keselamatan mereka yang bekerja di industri film adalah hal utama yang diperhatikan oleh sejumlah rumah produksi. Hal ini diungkapkan Chand Parwez Servia, produser sekaligus pemilih rumah produksi PT. Kharisma Starvision Plus, Manoj Punjabi, CEO MD Pictures dan pengurus Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) , dan Lala Timothy selaku produser sekaligus pengurus Asosiasi Produser Film Indonesia atau APROFI, pada kumparan.
"Yang masuk kantor udah kurang dari setengahnya. Kami jadikan ini untuk pembenahan. Jadi, kami betul-betul lakukan social distancing, ada SOP pemeriksaan suhu, pemberian vitamin, sanitasi segala macam," kata Parwez.
ADVERTISEMENT
"Bisa dibilang 95 persen lebih sudah work from home. (Ke kantor) yang benar-benar perlu untuk keperluan. Saya sudah bilang hanya yang perlu. Saya juga sudah berapa hari work from home, meeting di rumah sebagian atau conference call. Precautions-nya super," ucap Manoj.
Manoj Punjabi. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Manoj sendiri mengaku sudah melakukan social distancing sejak Februari. Kala itu, beberapa orang menganggapnya sedang bercanda.
"Dari Februari saya sudah namaste saja, dipikir saya lagi bercanda. Bukan bercanda, saya merasa ini serius karena kita harus ngikutin, jangan main-main. Jadi, saya sudah ambil precautions-nya sebelumya. Saya mikirin orang-orang, keluarga, dan semua karena semua sangat penting saat ini," ungkapnya.
Sedangkan Lala dan timnya sudah melakukan work from home sebelum pemerintah mengimbau untuk melakukan social distancing.
ADVERTISEMENT
"Sekarang kami sedang ada dua project yang sedang disiapin, tapi masih tahap pengembangan cerita, masih bisa work from home," ujarnya.
Terkait apa yang terjadi saat ini, Parwez, Manoj, dan Lala,--meski ketiganya tidak diwawancarai di tempat yang sama-- kompak mengatakan bahwa belum ada strategi atau rencana yang matang untuk mengembalikan industri perfilman Tanah Air ke jalur awal. Ketiganya memilih untuk fokus membenahi dari sisi internal terlebih dahulu.
"Semua lagi atasi problem ini dulu. Masa depan perlu waktu, saya urus internal saya dulu. Jadi, setelah itu, mungkin waktunya baru bisa lebih tenang. Sekarang, sibuk (memikirkan) gimana atasi mengurangi kerugian, strategi apa yang harus dilakukan. Itu dulu," jelas Manoj.
Di satu sisi, beberapa asosiasi juga kerap berbagi informasi antaranggotanya soal perkembangan industri film di tengah wabah virus corona.
ADVERTISEMENT
"APROFI itu anggota produser terbanyak di Indonesia. Lalu ada APFI dan PPFI. Kami saling ngobrol-lah. APROFI sendiri bergabung dengan asosiasi dari berbagai macam stakeholder perfilman kayak sutradara, penulis, art director. Kami punya WA group, udah sering ngobrol, share-share info," terang Lala.
Lala Timothy Foto: Munady
Selanjutnya, fokus perhatian ke-2 jatuh pada orang-orang yang bekerja sebagai freelancer di industri film. Lala mengatakan bahwa banyak kru film atau sinetron yang merupakan pekerja lepas. Apalagi, kru-kru sinetron pemasukannya per hari. Jika syuting film atau sinetron ditunda, tentu pemasukan mereka saat ini berhenti. Bahkan, bisa berlanjut hingga enam bulan ke depan.
Untuk itu, Lala dan APROFI melakukan sejumlah pemantauan, mulai dari sistem work from home, kesejahteraan mereka yang bekerja di industri perfilman, hingga pergerakan penayangan distribusi film yang marak di digital.
ADVERTISEMENT
Nantinya, hasil pemantauan akan didata dan diberikan pada pemerintah meski sampai saat ini, Lala mengatakan bahwa pemerintah kelihatannya belum punya rencana untuk memberikan bantuan dalam jumlah besar.
"Kami baru melaporkan saja. Kami diminta mendata film-film yang batal tayang, mundur ke kapan, belum ada keputusan apapun. Kami kasih data tersebut ke pemerintah untuk diambil kebijakannya. Sekarang, untuk Hari Film Nasional lebih ke penggalangan dana dan penyemangat," terang Lala.
"Kita lihat temen-temen kru yang terjangkit penyakit, yang butuh bantuan sebagainya. Kemampuan kami juga terbatas, itu dulu. Pengalangan dana ini dari APROFI, kalau yang lain tertarik, bisa bergabung semuanya mungkin," sambungnya.
Menggalang dana bagi mereka yang terdampak virus corona adalah sebuah aksi besar. Namun, ada juga hal-hal lainnya yang dirasa mampu membuat perubahan, yakni dengan mengurangi kepanikan. Hal ini dilakukan Parwez lewat film Mariposa dan Tarung Sarung.
ADVERTISEMENT
Lewat film yang dibintangi Angga Yunanda dan Adhisty Zara tersebut, Parwez dan pihaknya tidak mau menambah kepanikan dengan menghentikan peredaran film tersebut di saat film-film Hollywood membatalkan penayangan perdana mereka. Begitu juga dengan film Tarung Sarung.
Chand Parwez Servia Foto: Munady Widjaja
"Kami masih tetep lebih semangat. Bayangin, apa itu kalau bukan kita men-support rasa aman nyaman dan tidak menciptakan chaos? Berisiko sekali kita jalan. Orang enggak datang ke bioskop, ditakuti-takuti, tapi tidak ditutup bioskopnya? Saya bilang, kenapa enggak sekalian tutup saja, dilarang saja? Tapi, 'kan, enggak bisa. Pemerintah enggak melarang, kita jalan terus," tutur Parwez.
"Baru setelah DKI menutup bioskop, baru kita pamit. Padahal, seminggu sebelumnya harus dilakukan kalau memang harus dilakukan. Kami mau nyetop pembatasan peredaran Tarung Sarung saja, enggak dari jauh hari karena nambah kepanikan. Pas (bioskop) ditutup, baru kita umumkan. Kami pamit dengan cara yang santun dan tidak menakut-nakuti. Pamitnya Tarung Sarung pakai surat (Alquran) Alam Nasyrah, setelah kesulitan akan datang kemudahan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, tak bisa dipungkiri, banyak masyarakat yang khawatir akan pandemi virus corona. Tentang itu, Parwez bilang bahwa hal-hal yang dibutuhkan orang-orang saat ini adalah rasa nyaman, aman, bahagia, dan situasi yang menyenangkan, bukan teror akan wabah sebuah virus. Juga, beberapa kegiatan positif lainnya meski dilematik.
"Kalau bisa semua orang dikasih hiburan di televisi, tontonan yang menyenangkan, bukan teror. Mungkin ada program jam 07.00 olahraga bersama, jam 08.00 pagi kita berjemur di bawah matahari sampai jam 09.00 pagi. Perbaiki sanitasi, gizi, tambah tidur kita mumpung di rumah. Ayo, kita kurangi merokok, hindari alkohol, jaga kondisi tubuh. Tempat-tempat penanggulangan, pengecekan, kita jaga semuanya. Jangan diparnoin," terang Parwez.
"Dalam kondisi ini, kebijakannya harus lebih hati-hati, bukan serta-merta bikin surat, lebih baik dengan kampanye-kampanye yang simpatik, memberikan penyuluhan-penyuluhan yang menyenangkan. Video Bintang Emon, misalnya, pemain di Milly & Mamet. Dengan cara apa adanya, itu yang viral di masyarakat," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Pada orang-orang yang mengabdikan diri mereka industri perfilman, Parwez mengaku terus memberi semangat pada mereka. Baginya, masa-masa ini adalah waktu yang tepat untuk introspeksi dan membenahi diri, serta berpikir lebih jernih.
Tentunya, dengan sifat positif, tidak cemas, dan bahagia.
"Kita bisa mengekspresikan emosi kita, kalau perlu kita bernyanyi, marah, teriak, menangis, tapi jangan jadi orang yang stres. Begitu stres, imunitasnya akan berkurang. Ini yang harus kita ciptakan saat ini. Mungkin memang dunia itu punya masalah yang sama. Kalau kita menangani ini butuh solidaritas bersama, diajarin hidup sehat, bersih, sanitasi diperbaiki. Ini pelajaran yang sangat berharga," tuturnya.
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Lalu, bagaimana dengan rumah produksi-rumah produksi yang mengalami kerugian imbas virus corona? Manoj bilang, semangat adalah kunci utama. Lalu, rumah produksi harus kuat secara fundamental dan kerja sama tim.
ADVERTISEMENT
Hal itu harus dilakukan oleh seorang CEO rumah produksi. Cara berpikirnya harus beda, dan akan jauh berbeda karena dunia hiburan akan berubah. Jika tidak mental tidak siap dan tidak waspada, hal itu akan memperparah keadaan.
"Setelah pandemi ini, yang bisa saya lakukan adalah buat strategi gimana lebih giat lagi, gimana kerjanya lebih siap lagi setelah ini selesai. Sekarang enggak bisa produksi, enggak bisa ketemu, jadi saya mau ini beres dulu. Harapannya, setelah beres, baru ada strateginya," bebernya.
"Persiapan ke depan, pasti strategi kita bakal berubah. Yang pasti, perubahan akan terjadi dan saya siap dengan perubahan. Enggak gampang orang bisa prediksi ke depan. Perubahan ini bisa kita atasi atau tidak, mau, pasrah, atau lebih semangat," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Layanan Over the Top atau OTT jadi strategi?
Strategi maupun rencana penggiat industri film untuk menghidupkan kembali memang belum diketahui. Prosesnya pun diperkirakan memakan waktu lama dan biaya.
Tapi, ada satu hal yang bisa menjadi jawaban di masa sulit ini, yaitu kehadiran layanan Over the TOP (OTT) atau streaming service. Contohnya adalah Netflix, Iflix, Disney Plus, dan HBO Max.
Ilustrasi menonton Netflix. Foto: Shutter Stock
Kehadiran OTT terbukti bisa membantu memberikan hiburan segar bagi orang-orang di tengah wabah virus corona. Banyak film yang bisa ditonton dari layanan streaming service.
Lala mengatakan bahwa dia belum bisa memprediksi seperti apa industri perfilman Indonesia hingga tahun depan. Namun, OTT bisa membantu memulihkan.
"Dulu, sinema ke digital perpindahannya 5-7 tahun, percepatan banget. Artinya, kita harus siap-siap digital, dengan segala konsep, ideas, dan sebagainya. Mungkin juga, yang sudah pasti, cost produksi turun. Kalau kesulitan industri seperti ini, artinya semua pihak harus paham harus turun. Artinya, fee kru, cast, berkurang karena enggak punya kemampuan lagi untuk setinggi kemarin," jelas Lala.
ADVERTISEMENT
"Saya ngerasa, feeling saya, pergeseran ke OTT atau digital, kebutuhan untuk konten lokal makin tinggi. Netflix 'kan, share-nya naik di saat semua turun. Kalau dia naik dengan berkurangnya sinema atau kemampuan sinema, dia butuh konten untuk perluasan lagi dan dia punya power. Salah satu kelebihan dan kebaikan OTT untuk film interlokal, dia butuh konten lokal. Itu yang bisa kita cermati dan jadikan semangat," lanjutnya.
Meski demikian, kata Manoj, dunia hiburan tidak akan mati.
"Orang akan nonton enggak di bioskop, enggak di OTT, orang akan nonton dulu dari TV, bioskop, ke digital. Konten akan ada, orang butuh hiburan. Dunia ini tidak akan jalan tanpa hiburan dan film adalah hiburan yang sangat besar. Film, musik, TV, sinetron, digital. Itu pasti," ucapnya.
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Mengambil hikmah dari kekacauan yang sudah ada, tentu wajib hukumnya. Menyikapi apa yang terjadi dengan bijaksana adalah cara terbaik untuk memulai sesuatu dari awal dan sesuatu yang baru.
ADVERTISEMENT
Merenung dan introspeksi mudah untuk dilakukan, asal ikhlas menjalaninya. Ini yang sudah dilakukan oleh Manoj, dan hal itu membuatnya menyadari bahwa virus yang sebenarnya adalah manusia, bukan corona.
"Saya kira, semua manusia termasuk saya harus sadar bahwa virusnya adalah kita, bukan corona, terhadap dunia, mother nature. Kita yang selalu meremehkan sesuatu. Jadi, saya belajar banyak, jangan abuse," ujarnya.
"Jadi, saya ngomong dari diri saya, kita telah abuse, jadi virusnya adalah kita. Mudah-mudahan kita semua belajar kekurangan di diri kita, karena situasi begini enggak ada di generasi ayah saya, kakek saya.Ini sesuatu yang serius. Ini pelajaran yang luar biasa," kata Manoj.
---
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
ADVERTISEMENT