Kejujuran Akting Ponco Sutiyem di Film Ziarah

31 Mei 2017 11:41 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Adegan perjalanan Mbah Sri (Foto: Dok. Film Ziarah)
zoom-in-whitePerbesar
Adegan perjalanan Mbah Sri (Foto: Dok. Film Ziarah)
Ketika suaminya pamit untuk berangkat perang ketika Belanda menyerbu Yogyakarta pada 1948, Mbah Sri tidak menyangka bahwa saat itu merupakan tatap muka mereka yang terakhir. Setelah, Mbah Sri tidak tahu ke mana Prawiro Sahid pergi.
ADVERTISEMENT
Dalam kerinduan yang lebih dari setengah abad Mbah Sri di usia 95 tahun berkelana mencari suaminya. Hanya satu harapan yang Mbah Sri masih genggam di usia senja: ia ingin dimakamkan bersebalahan dengan Prawiro.
Kisah Mbah Sri yang memegang harapan itulah yang menjadi kisah di film Ziarah karya BW Purbanegara. Karya yang memenangi dua nominasi ASEAN International Film Festival and Award 2017 sempat menggegerkan publik karena memilih pemeran utama bukan dari pelaku seni peran profesional.
Adalah Ponco Sutiyem, nenek berusia 95 tahun asal Ngawen, Kabupateng Gunung Kidul, Yogyakarta, yang menjadi tokoh utama film.
Adegan Mbah Sri berziarah ke makam (Foto: Dok. Film Ziarah)
zoom-in-whitePerbesar
Adegan Mbah Sri berziarah ke makam (Foto: Dok. Film Ziarah)
Keputusan BW Purbanegara selaku produser dan sutradara untuk mendaulat peran Mbah Sri kepada Mbah Ponco bukan sebuah perjudian. Ada pertimbangan teknis dan sebuah kebetulan yang indah ketika menemukan Mbah Ponco. Pertimbangan teknisnya adalah alur cerita yang mengharuskan diperankan oleh nenek-nenek.
ADVERTISEMENT
“Saya ingin aktor yang saya hadirkan itu benar-benar otentik. Bahwa sejak awal kemunculannya, saya ingin penonton diyakinkan bahwa aktor ini bener-bener melalui masa perang,” tutur BW Purbanegara ketika ditemui kumparan (kumparan.com) di Bioskop XXI Yogyakarta.
Prasyarat tersebut diakui cukup sulit. Hingga akhirnya tim Ziarah harus menempuh jalan panjang untuk menemukan Mbah Ponco. Pada tahun 2014 saat memasuki pra produksi, tim berpindah-pindah mencari peran sembari survei lokasi shooting. Dalam perjalanan ada beberapa nenek yang sempat menjadi kandidat.
Akhirnya tim berhasil menemukan Mbah Ponco ketika mampir di saat survei lokasi Dukuh Pager Jurang, Gunung Kidul.
Selama shooting, nenek tua itu membuktikan kelasnya. Memainkan peran sentral dalam film ini mengangkat ekspresi manusia sebagai makhluk yang merindu, Mbah Ponco dianggap sukses memerankan Mbah Sri yang terus berjalan mencari makam suaminya.
ADVERTISEMENT
Adegan Mbah Sri berziarah ke makam (Foto: Dok. Film Ziarah)
zoom-in-whitePerbesar
Adegan Mbah Sri berziarah ke makam (Foto: Dok. Film Ziarah)
BW selaku sutradara angkat topi terhadap kerja keras Mbah Ponco. “Saya merasa pencapaiannya sangat luar biasa. Mbah Ponco bisa berimporivisasi, natural, dan otentik,” ungkapnya.
Otentisitas yang ditunjukkan Mbah Ponco tidak dibuat-buat. BW mengaku tidak kesulitan mengarahkan Mbah Ponco untuk melakoni adegan demi adegan. Jika penonton kagum kenapa Mbah Ponco bisa sukses berperan sebagai Mbah Sri, hal itu dikarenakan Mbah Ponco benar-benar menyelami karakter yang ia mainkan.
“Dia benar-benar punya pengalaman berpisah dengan suaminya. Jadi, ketika dia harus menceritakan situasi emosi yang serupa itu lebih mudah. Karena ada irisan pengalaman di masa perang sangat membantu dia,” ungkap Mbah Ponco.
BW kemudian bercerita bahwa kisah Mbah Ponco dan Mbah Sri memiliki kemiripan. “Kebetulan beliau memang mengalami masa perang. Beliau sudah menikah jaman Jepang masuk. Kemudian ketika Agresi Militer 2, suaminya tertangkap oleh Belanda,” ceritanya.
ADVERTISEMENT
Kesedihan Mbah Ponco waktu muda tidak hanya berhenti di situ. “Dalam keadaan hamil tua, dia berusaha survive di tengah rumahnya ditembaki Belanda. Kemudian dia harus mengungsi dari satu tempat ke tempat yang lain.”
Kesamaan kisah ini adalah kebetulan yang benar-benar indah bagi BW. Saat penggarapan naskah, BW bekerja keras untuk melahap berbagai buku yang menceritakan kisah Indonesia yang mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda.
Akting Mbah Ponco yang penuh kejujuran merupakan bentuk kreativitas lain dari sineas kita bagaimana estetika tidak hanya dikuasai oleh aktor/aktris profesional. BW dan tim Ziarah membuktikan bahwa seorang nenek yang tinggal di dusun mampu menjadi nomine aktris terbaik di gelaran internasional.